Dwi Soetjipto dengan sepeda andalannya bersiap menaklukkan rute dalam event Mainsepeda Trilogy, Banyuwangi Bluefire Ijen Kom 2025. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Dwi Soetjipto akhirnya sukses
melahap tanjakan Erek-erek yang menjadi salah satu rute terberat sekaligus seri
pamungkas dalam event Mainsepeda Trilogy, Banyuwangi Bluefire Ijen Kom 2025.
Di usianya yang hampir tujuh dekade, Mantan Direktur Utama
Pertamina sekaligus Kepala SKK Migas itu telah menorehkan capaian luar biasa.
Ia berhasil finis di tiga seri ajang bergengsi Mainsepeda East Java Trilogy
2025.
Pada seri sebelumnya, Bromo KOM sudah ia lalui serta Kediri
Dholo KOM dengan gradien 24 persen juga ia taklukkan, dan tantangan terbesarnya
di Banyuwangi Bluefire Ijen KOM berjarak 86,9 Kilometer.
Pria kelahiran 1956 ini turun di kategori Man Age 60+. Ia
mengenakan nomor 919 dengan roadbike Bastion berbahan karbon dan titanium yang
selalu menjadi andalannya.
Sepedanya itu ia kayuh untuk menaklukan tanjakan super
ekstrem dengan status Hors Categorie (HC) yang gradiennya menyentuh 34
persen, dan elevasi mencapai 1.708 meter yang ada pada rute Banyuwangi Blue
Fire Ijen KOM.
Dwi mengakui dengan gradien mencapai 34 persen, jalur ini
menguji tidak hanya kekuatan fisik, tetapi juga mental. Apalagi ini adalah
pengalaman pertamanya menjajal track Banyuwangi.
Dwi sadar seri terakhir ini adalah yang terberat. Sehingga
ia melakukan persiapan serius dengan latihan intensif. Sebulan penuh sebelum
event, ia rutin menjajal tanjakan di Bogor, mulai dari Kebo, Cipanas, hingga
Puncak. Termasuk gowes bersama enam rekannya di jalur menuju Djawatan,
Banyuwangi sebagai pemanasan.
"Ini jalur terberat dari trilogi Mainsepeda,"
kata pria 69 tahun itu saat ditemui usai event, Sabtu (27/9/2025).
Dwi memang tidak menargetkan podium. Baginya, garis finish
hanyalah simbol. Yang terpenting adalah menjaga konsistensi, menaklukkan diri
sendiri, dan membagi semangat bersepeda kepada orang lain.
"Usia memang handicap, tapi kalau keinginan sudah
kuat, saya yakin bisa. Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal menang atau
kalah, melainkan bagaimana kita tetap bergerak maju," kata pria kelahiran
1956 tersebut.
Tapi siapa sangka, berangkat tanpa target upayanya justru
berakhir manis. Ia berhasil finish sekitar pukul 13.00 WIB atau setengah jam
sebelum cut of time. Prestasi membanggakan mengingat usianya yang tak lagi
muda.
Dengan hasil tersebut, Dwi memperoleh medali Banyuwangi
Blue Fire Ijen KOM untuk melengkapi medali dari dua seri sebelumnya yang bisa
dirangkai menjadi piramida prestisius dan menjadi bukti keberhasilannya dalam
Mainsepeda Thrilogy.
Dwi Soetjipto mengenakan nomor punggung 919
melintas di ruas jalan Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
Bagi Dwi Soetjipto, ini bukan hanya lomba, melainkan babak
baru dalam menulis ulang kisah hidupnya, satu kilometer demi satu kilometer.
Bersepeda seolah menjadi jalan baginya untuk kembali merasa muda.
Awalnya, sekitar tahun 2005, Dwi hanya mengayuh sepeda
gunung untuk sekadar menjajal medan ekstrem Bukit Kapur Gresik. Lama kelamaan,
rutinitas itu berubah menjadi kebiasaan yang lebih serius.
Dari sekadar menempuh jalan menuju kantor bersama karyawan
sambil berbagi kegiatan sosial, hobinya bertransformasi menjadi sebuah ritus
baru, menjaga kesehatan, membangun disiplin, dan menemukan kedekatan batin
dengan orang-orang terdekat.
Tahun 2020, ia beralih ke roadbike, dan sejak itu
intensitasnya makin teratur. Tiga kali dalam sepekan, Dwi memutar pedal, dengan
jarak tempuh rata-rata 60 kilometer setiap kali berlatih.
Baginya, tantangan sesungguhnya bukan hanya di lintasan
menanjak, melainkan di dalam diri sendiri.
"Yang terberat itu bukan melawan usia, tapi
membiasakan diri bangun pagi. Makanya saya selalu minta teman untuk menjemput,
agar saya terdorong keluar rumah. Setelah itu, tubuh justru merasa lebih
segar," ujarnya.
Filosofi ini ia wujudkan dalam komunitas yang ia dirikan
yakni MOBCC – Mind Over Body Cycling Club, dengan keyakinan bahwa tubuh
sesungguhnya digerakkan oleh kekuatan pikiran.
Keseriusannya bersepeda membuat namanya tercatat dalam
berbagai ajang, dari Gran Fondo New York (GFNY) Bali, hingga masuk dalam
jajaran 110 pesepeda tercepat dunia di event internasional. (fat)