Bulog Tingkatan Kesejahteraan Petani di Banyuwangi via Program Mitra Tani

Bulog Tingkatan Kesejahteraan Petani di Banyuwangi via Program Mitra Tani

Program Mitra Tani di Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi. (Foto: Fattahur)

KabarBanyuwangi.co.id - Bulog luncurkan Program Mitra Tani, sebuah inisiatif hulu yang dirancang untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan dengan mendukung petani secara langsung di Banyuwangi.

Program ini berfokus pada peningkatan akses terhadap sumber daya pertanian krusial seperti pupuk dan benih, sekaligus menawarkan pembiayaan produksi untuk memastikan petani dapat menjalankan praktik pertanian berkelanjutan.

Direktur Bisnis Bulog, Febby Novianti mengatakan, dalam menghadapi krisis pangan global, pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan sistem yang dapat merespons dengan cepat gangguan pasar dan fluktuasi harga pangan.

Baca Juga :

"Program Mitra Tani ini mengedepankan kolaborasi dengan petani. Kami memperkuat rantai pasokan, meningkatkan produktivitas pertanian, dan memberikan pelatihan kepada petani mengenai metode pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan," kata Febby, Rabu (16/10/2024).

Menurut Badan Pangan Nasional, permintaan beras di Indonesia mencapai 31,2 juta ton, namun produksinya turun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023. Program Mitra Tani dikembangkan untuk mengatasi tantangan mendesak di sektor pertanian Indonesia, khususnya penurunan produksi pangan akibat faktor-faktor seperti krisis iklim dan menurunnya jumlah petani.

Ketua Project Management Officer Program Mitra Tani, Fahrurozi menyampaikan tujuan utama Mitra Tani adalah mendukung petani di tingkat hulu, mengatasi berbagai masalah seperti kesuburan tanah, kurangnya modal, dan keterbatasan akses terhadap input berkualitas.

"Dengan bekerja sama dengan petani, Bulog ingin memahami biaya produksi, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mendapatkan beras langsung dari petani, sehingga tercipta sistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan efisien," kata Fahrurozi menambahkan.

Selain dukungan finansial, program ini menyediakan bantuan agronomi yang komprehensif, termasuk panduan tentang pengelolaan tanaman dan teknik pemanenan yang optimal, guna memastikan ketahanan jangka panjang di sektor pertanian.

"Sasaran kami adalah meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan bekerja sama langsung dengan petani, Mitra Tani ingin meningkatkan produktivitas di area produksi padi utama dan sekitarnya, serta memastikan penyerapan beras produksi lokal dengan harga yang kompetitif, baik menurut HPP maupun harga pasar," kata Febby.

Febby menambahkan, hingga Oktober, separuh lahan proyek telah dipanen, dengan menyerap 70 ton beras dari pilot project tersebut. Potensi pertumbuhan dalam ekosistem Mitra Tani di Banyuwangi sangat besar, peluang untuk memperluas hingga 100.000 hektar sawah.

"Bulog sendiri memiliki target jangkauan program Mitra Tani hingga 700.000 hektar di seluruh negeri. Kami yakin bahwa kolaborasi ini akan secara signifikan meningkatkan produktivitas petani di Banyuwangi dan berkontribusi dalam memperkuat ketahanan pangan nasional," tambahnya.


Kegiatan panen di lahan proyek Mitra Tani di Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi. (Foto: Fattahur)

Dalam mensukseskan program Mitra Tani, Bulog menggandeng Pandawa Agri Indonesia, yang berperan dalam penyediaan layanan agronomi dari ahli dan menggunakan Teknologi PPAI, paket lengkap input pertanian ramah lingkungan.

"Inovasi kami dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan petani sekaligus menjaga kesehatan lingkungan dan tanah. Produk dalam paket PPAIT merupakan alternatif ramah lingkungan terhadap input konvensional, sehingga pertanian lebih berkelanjutan dan mendukung keberhasilan pertanian jangka panjang. Petani dapat memperoleh laba bersih lebih tinggi, memanfaatkan kondisi pasar yang menguntungkan, dan mampu mengadopsi praktik pertanian yang lebih berkelanjutan," kata Kukuh Roxa, CEO Pandawa Agri Indonesia.

Perwakilan petani muda, Arvy Rizaldy menyatakan, sektor pertanian padi menghadapi tantangan yang signifikan, dengan hanya 21,9 persen petani berusia 16-30 tahun. Banyak anak muda menghindari pertanian karena kurangnya minat dan persepsi negatif terhadap profesi tersebut.

"Bertani dengan Teknologi PPAI menurunkan hambatan bagi generasi muda karena prosesnya disederhanakan, dan kami menerima pendampingan yang erat. Selain itu, hasilnya lebih menguntungkan, menjadikan pertanian sebagai pilihan karir yang lebih menarik dan layak bagi kaum muda," kata dia. (fat)