KabarBanyuwangi.co.id – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus memperluas publikasi data para penerima bantuan sosial bagi warga miskin terdampak Covid-19. Tidak hanya dipampangkan di kantor kecamatan atau kantor desa saja. Namun juga dipampang di sejumlah tempat ibadah.
Tempat ibadah sengaja dipilih untuk memperluas akses masyarakat untuk mengetahui data tersebut. Di antaranya yang telah dipampang data adalah Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi, Masjid Besar Baiturrahman Genteng, Masjid KH. Ahmad Dahlan, Klenteng Hoo Tong Bio, Gereja Kristen Jawi Wetan dan sejumlah tempat lainnya.
Camat Banyuwangi, M. Lutfi menyebut pengumuman para penerima bansos ini adalah bagian dari upaya mendorong transparansi.
“Dengan pemampangan data ini, agar masyarakat tahu siapa yang dapat atau belum. Sehingga jika ada yang tahu ada tetangga atau saudaranya yang seharusnya tapi belum mendapat, bisa langsung melaporkan,” ujar Lutfi.
Data yang dipampang tersebut, meliputi para penerima bantuan dari Pemerintah Pusat, Provinsi hingga Kabupaten. Semuanya berbasis nama, alamat, sehingga bisa langsung diverifikasi secara langsung.
“Di masing-masing tempat pengumuman juga dilengkapi dengan contact person untuk pelaporan. Masyarakat bisa menelpon secara langsung ataupun datang ke kantor lurah atau kecamatan,” papar Lutfi.
Bupati Anas menambahkan transparansi tersebut, juga berguna untuk meredam keresahan masyarakat. Berbagai bantuan yang ada, penyalurannya tidak serentak. Sehingga terkadang menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat yang merasa tidak mendapat bantuan. Padahal, belum gilirannya untuk menerima.
“Masyarakat bisa tahu pula, ia dapat bantuan atau tidak. Bantuan apa yang bisa didapatkannya, kapan jadwalnya dan seterusnya. Sehingga tidak timbul keresahan yang sampai diumbar ke media sosial,” jelentreh Anas.
Upaya untuk mempublikasi data tersebut, merupakan bagian untuk memaksimalkan program pelaporan online. Masyarakat dapat mengecek para penerima bantuan sekaligus melaporkannya melalui website dengan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Karena tidak semua orang bisa mengakses secara online, maka kita juga memaksimalkannya dengan cara-cara manual seperti ini,” pungkas Anas. (hmsbwi)