Hasil Tangkapan Ikan Lesu, Pabrik Pengalengan Ikan di Banyuwangi Gunakan Ikan ImporDinas Perikanan Banyuwangi

Hasil Tangkapan Ikan Lesu, Pabrik Pengalengan Ikan di Banyuwangi Gunakan Ikan Impor

Kepala Dinas Perikanan Banyuwangi, Alief Rachman Kartiono. (Foto: Fattahur)

KabarBanyuwangi.co.id - Ikan hasil tangkapan para nelayan di Kabupaten Banyuwangi, terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Penurunan itu diakibatkan beberapa sebab mulai faktor alam hingga pencemaran laut.

Menurut Kepala Dinas Perikanan Banyuwangi, Alief Rachman Kartiono, penurunan jumlah tangkapan ikan ini dirasakan sejak tahun 2019 hingga saat ini.

Sempat ada harapan di tahun 2022 setelah pandemi mereda. Tetapi di tahun itu justru Banyuwangi dilanda cuaca ekstrem.

Baca Juga :

"Sejak september dilanda cuaca ekstrem, seperti La Nina, sekarang dilanjut angin Muson dari Australia. Itu mengganggu aktivitas nelayan, tangkapan menurun 15 persen," kata Alief, Rabu (15/3/2023).

Namun faktor terbesar, adalah karena laut Selat Bali yang sudah tercemar. Plankton sebagai makanan utama ikan hampir musnah di Selat Bali, sehingga ikan-ikan banyak yang bermigrasi.

"Karena kondisi di Selat Bali yang sudah crowdit. Menurut beberapa penelitian karena memang sudah tercemar. Biasanya di jarak12 mil itu mudah ditemui, sekarang  ini sulit," kata Alief.

Menurunnya hasil tangkapan membuat industri pengalengan ikan kesulitan mendapatkan bahan baku. Tak sedikit pengusaha terpaksa mengimpor ikan dari luar negeri.


Pegawai bongkar muat ikan di salah satu pelabuhan di Banyuwangi. (Foto: Fattahur/Dok)

Trend impor ikan tersebut dibenarkan Owner Pengalengan Ikan Pasific Harvest, Aminoto. Menurutnya hal ini karena tangkapan ikan lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan produksi.

"Impornya 10 sampai 20 persen. Ikan yang diimpor jenis lemuru," kata Aminoto dikonfirmasi terpisah.

Menurunnya hasil tangkapan dan trend impor ini, bagi pelaku usaha seperti Aminoto menjadi dilema. Sebab harga impor lebih mahal, sementara penjualan produk tidak bisa dinaikkan.

Disatu sisi bila tidak impor, pabrik otomatis stop produksi. Imbasnya karyawan akan menganggur dan kerugian juga akan lebih besar.

"Harga lokal sekitar Rp 10 ribu sementara impor Rp 12 ribu. Kadang-kadang rugi. Karena kami tidak bisa serta merta menaikkan harga jual," bebernya. (fat)