Ketua Pansus gabungan Komisi II dan III pembahasan revisi Perda PDRD, M. Ali Mahrus. (Foto: Fattahur/Dok)
KabarBanyuwangi.co.id – Rancanan Perubahan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Banyuwangi masih dalam tahap pembahasan oleh legislatif dan eksekutif setempat.
Salah satu yang dibahas yakni terkait kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang dinilai terlalu tinggi dan membebani masyarakat.
Ketua Pansus gabungan Komisi II dan III pembahasan revisi
Perda PDRD, M. Ali Mahrus mengatakan, target penerimaan pajak bumi dan bangunan
(PBB) selama ini dinilai masih stagnan diangka Rp 60 miliar.
"Pagu PBB selama ini hanya tercapai dikisaran 60
miliar, satu sisi pajaknya tidak tercapai disisi lainnya NJOP dinaikkan,
padahal NJOP ini sasaranya hanya untuk BPHTP atau jual beli. Namun setidaknya
ini menjadi acuan kita dalam pembahasan," kata Mahrus kepada wartawan,
Jumat (11/7/2025).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut,
tarif NJOP naik sepuluh kali lipat dari Rp 36 ribu menjadi Rp 336 ribu. Hal ini
tentu menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat.
"Ternyata kenaikan NJOP itu yang digunakan landasan
adalah Perbub, berdasar hasil appraisal dengan salah satu perguruan tinggi,
namun kenyataan dilapangan banyak keluhan dari masyarakat," ungkapnya.
Menurut Mahrus, kenaikan NJOP akan berpengaruh pada BPHTP,
yang berarti tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan otomatis ikut
melonjak.
"Dalam Perda Nomor 1 tahun 2024, disebutkan bahwa
penyesuaian NJOP dilakukan tiga tahun sekali, dan alasan pemerintah daerah
menaikkan tarif NJOP 1000 persen ini karena mereka beralasan sudah lama tidak
ada penyesuaian NJOP. Ini hal yang salah menurut kami," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Mahrus, DPRD akan melakukan
evaluasi kenaikan NJOP melalui Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda)
maupun alat kelengkapan dewan lainnya.
"Kita rencanakan untuk memanggil Bupati melalui Bagian Hukum untuk mengavaluasi Perbup yang mengatur kenaikan NJOP ini," imbuhnya. (fat)