(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id, Boston - Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menghadiri undangan dari Harvard Medical School, Boston, Amerika Serikat, Kamis (11/5/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Ipuk diminta untuk memberikan paparan tentang sejumlah kebijakan publik terkait kesehatan (public health) di daerahnya.
Salah satu yang dipaparkannya
adalah upaya untuk menangani tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan
serta stunting. Hal ini dipicu oleh keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga
medis di daerah-daerah terluar.
Seperti halnya masyarakat yang tinggal
di kawasan perkebunan di lereng-lereng gunung. “Tantangan ini mengharuskan kami
untuk berinovasi. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut dengan segala
keterbatasan fasilitas dan anggaran,” papar Ipuk.
Dari tantangan tersebut, lanjut
Ipuk, Banyuwangi menerapkan jurus gotong royong. Melibatkan berbagai elemen
masyarakat untuk keroyokan mengatasi persoalan. Salah satunya dengan membentuk
Laskar Sakina (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak). Laskar ini terdiri dari para
ibu-ibu penjual sayur keliling atau biasa disebut mlijoan.
“Mereka dilatih untuk mendampingi
para ibu yang hamil di kawasan kerjanya untuk bisa melakukan pemeriksaan rutin.
Sehingga, bisa dapat pelayanan kesehatan dengan baik. Termasuk mengidentifikasi
jika ada balita beresiko stunting,” jelasnya.
(Foto: humas/kab/bwi)
Bahkan, kini diperluas tidak
hanya melakukan pendampingan dan pemantauan, Laskar Sakina ini juga memberikan
bantuan makanan bergizi untuk ibu hamil beresiko maupun kepada balita stunting.
Mereka membawakan aneka sayur, lauk pauk dan juga buah tiap harinya.
“Manfaatnya double. Tidak hanya
untuk ibu hamil dan balita stunting, tapi juga menopang perekonomian ibu-ibu
Laskar Sakina. Karena dagangan mereka semakin laku,” imbuh Ipuk.
Gagasan gotong royong dan
memberikan dampak positif turunan dari public health yang dilakukan oleh Pemkab
Banyuwangi tersebut mendapatkan berbagai apresiasi dari civitas akademik
Harvard Medical School. Di antaranya dari Profesor Byron Joseph Good, guru
besar antropologi medis pada program Department of Global Health and Social
Medicine Harvard University.
“Ini sangat menarik. Banyuwangi
dapat menggerakkan warga untuk ikut berpartisipasi dalam permasalahan publik.
Sehingga, dampaknya bisa sangat dirasakan,” ujar ilmuan yang menggeluti
antropologi medis lebih dari 24 tahun tersebut.
Apa yang dilakukan oleh
Banyuwangi juga mendapat perhatian dari sejumlah mahasiswa yang hadir. Mereka
antusias bagaimana kiat Banyuwangi melibatkan para penjual sayur untuk terlibat
dalam aktivitas deteksi dini resiko stunting dan resiko kehamilan tinggi.
"Kami sengaja melibatkan para penjual yang sebagian besar adalah perempuan, karena mereka mudah berempati terhadap permasalahan anak dan kehamilan. Jadi setiap permasalahan, kami identifikasi solusi apa yang sekiranya pas untuk memecahkan masalah yang ada," papar Ipuk kepada mereka.
(Foto: humas/kab/bwi)
Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Program Meneger Department of Global Health and Social Medicine Harvard
Medical School, Christina Lively, EdM. Perspektif Banyuwangi dalam penanganan
kesehatan publik menginspirasinya.
“Kami sangat mengapresiasi atas
insight yang dibagikan tentang bagaimana membangun kepedulian akan kesehatan
bersama. Perspektif yang dilakukan Banyuwangi dalam menangani permasalahan kesehatan
ini sangat menginspirasi kami,” ujarnya.
Perlu diketahui, penanganan
kematian bayi dan ibu melahirkan di Banyuwangi dapat ditekan sedemikian rupa
dengan beragam aksi kolaborasi dan gotong royong.
Angka Kematian Ibu yang berada di angka 260,6 kematian per 100.000 kehamilan, bisa ditekan menjadi 119,37 kematian per 100.000 kehamilan. Begitu pula dengan angka stunting. Turun menjadi 3,95 persen dari 8,64 persen. (humas/kab/bwi)