(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Banyuwangi terus menjadi pusat studi daerah lain sebagai destinasi wisata. Salah satunya adalah 40 pekebun kopi dari Labuan Bajo, Flores, NusaTenggara Timur (NTT) melakukan benchmarking industri pariwisata melalui kopi.
Mereka belajar bagaimana Banyuwangi mengubah citra dari kota biasa menjadi destinasi wisata. Benchmarking ini diinisiasi Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF). Mereka juga membawa Asosiasi Petani Kopi Jahe Manggarai (APEKAM), Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Flores Manggarai; perwakilan dari instansi pemerintah yakni Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.
Mereka datang langsung ke
Sanggar Genjah Arum, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah Banyuwangi, disambut dengan
tarian Barong Kemiren. Selain itu mereka juga melihat tradisi othek (musik
lesung) yang dimainkan oleh wanita tua, dan diajak mempelajari bagaimana cara
warga Banyuwangi melakukan sangrai kopi.
"Beberapa hari lalu rombongan
BOPLBF hadir di sini. Mereka ingin tahu bagaimana pariwisata di sibi
berkembang, sekaligus potensi kopinya juga ikut terangkat," kata pemilik
Sanggar Genjah Arum, Setiawan Subekti.
Pada kesempatan itu, Iwan -
panggilan akrab Setiawan Subekti memberikan motivasi kepada pekebun kopi dari
Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat. Pengenalan kopi bagi wisatawan
yang datang ke Labuan Bajo sangat penting. Selain sebagai oleh-oleh, kopi dari
Manggarai NTT sudah dikenal baik oleh dunia.
"Kopi dari NTT khususnya
Manggarai sangat dikenal di dunia. Makanya pekebun kopi tak harus hanya menjual
biji kopi mentah saja. Tapi bagaimana mengolah kopi agar nilai jual semakin
meningkat," ujarnya saat sharing ilmu tentang kopi.
Iwan juga berharap adanya perbaikan
kemasan kopi yang akan dijual oleh pekebun di Labuan Bajo.
"Ini sangat penting. Karena
orang akan tertarik dengan kemasan yang bagus. Di luar negeri Amerika Serikat,
kopi Flores dikenal dengan logo komodo,” tutur Iwan.
“Tapi apakah itu memang benar dari
Flores? Makanya kita dorong pekebun kopi menghasilkan kopi yang baik dan dijual
dengan keaslian kopi dari Manggarai yang sudah dikenal sebagai juara nasional
2012 lalu," imbuhnya.
Sementara itu, Shana Fatina
Direktur Utama Badan Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores menjelaskan bahwa
benchmarking ini diharapkan menjadi awal mula pengembangan desa wisata
khususnya agro wisata kopi. Sehingga nantinya kita dapat mengembangkan produk
olahan kopi dan dapat membuat atraksi dari agro wisatanya.
Keterangan Gambar : (Foto:
Humas/kab/bwi)
Dipilihnya Banyuwangi, kata Shana,
karena Banyuwangi memiliki kopi. Komoditas kopi terdongkrak seiring dengan
kunjungan wisata yang terus meningkat. Apalagi, kolaborasi antara Pemkab
Banyuwangi bersama dengan masyarakat dan pelaku usaha sangat kompak.
"Kedua, cara mereka menyajikan
sangat orisinil dengan mengadaptasi pariwisata. Makanya saya ajak petani kopi,
penentu kebijakan pariwisata dan pertanian dari Labuan Bajo melihat bagaimana
kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha sangat kompak. Meski
Banyuwangi tidak dibantu oleh Pusat," tambahnya.
Menurut Shana, BOPLBF saat ini
tengah menyiapkan langkah awal dalam pengembangan desa wisata pada segmentasi
agrowisata kopi di Labuan Bajo, dengan mendorong peningkatan sumber daya
manusia melalui program bencmarking.
Agenda dilakukan di beberapa kota
di Jawa. Mereka mengunjungi empat kota di Pulau Jawa yakni Magelang,
Yogyakarta, Banyuwangi, dan Jember dari tanggal 21 - 27 Maret 2021.
John Sentis, Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten Manggarai Timur, NTT mengaku antusias dengan adanya kunjungan di
Sanggar Genjah Arum, Banyuwangi. Menurutnya, Banyuwangi dinilai berhasil dalam
pengembangan industri pariwisata berbasis kopi.
"Sangat luar biasa Banyuwangi. Kami sudah dengar semuanya berjalan dengan baik antara pariwisata dan industri pariwisata tentang kopi. Masyarakat punya komitmen dengan pemerintah membangun pariwisata yang baik. Ini sebagai best practise untuk di contoh di Indonesia," ujarnya. (Humas/kab/bwi)