Sebanyak 78 Pantun Kemerdekaan: Dari Universitas Terbuka untuk BangsaUniversitas Terbuka

Sebanyak 78 Pantun Kemerdekaan: Dari Universitas Terbuka untuk Bangsa

Ilustrasi. (Foto: istockphoto.com)

KabarBanyuwangi.co.id - Tujuh puluh delapan tahun sudah, kita merdeka (1945-2023). Sudah cukup tua untuk ukuran umur manusia Indonesia. Dan tiga puluh sembilan (39) tahun pula Universitas Terbuka (UT) yang merupakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) milik pemerintah berkiprah dalam segala kondisi (1984-2023).

UT sebagai Perguruan Tinggi serba bisa, tentu sudah sangat memahami tradisi bangsanya di masa lalu. Dalam tradisi peradaban di Bali, ada petuah Trihita Karana, kaitan hidup manusia dengan alam, manusia; dan Tuhannya. Manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan penciptanya (Tuhan). Maka ketiga hubungan tersebut harus dipelajari dan dipraktikan agar manusia bisa tetap hidup.

Tentang alam, bahwa UT sudah melakukan pengejawantahan dalam rupa praktik edukasi, bisa di ruangan, di alam bebas, di perjalanan, di musholla, di gereja, di pura, di vihara, di klenteng dan di rumah ibadah lainnya, di pegunungan, di pantai, gubug sawah, di pos kamling, dalam kegiatan online beberapa mahasiswa. Jadi semuanya sangat bisa.

Baca Juga :

Nah, di kesempatan ini, saya akan membuka cakrawala berbasis sastra dalam rupa puisi lama (pantun) dalam bahasa Indonesia dan beberapa bahasa Jawa, untuk menguak eksistensi UT dari masa ke masa dan derajat kemajuannya.

Tak hanya itu, perjuangan dan gerakan kemanusiaan UT ternyata telah lama berjalan alamiah, sehingga gerakan philantrofi ini sudah menjadi tradisi intens di tubuh UT yang sangat sehat walafiat. Semoga UT selalu sehat pada umur berapa pun nanti. Aamiin.

Selamat mengapresiasi.

Selamat HUT RI ke-78 (1945-2023)

Selamat Dies Natalis UT ke-39 (1984-2023)

  1. Burung puyuh hinggap di daun/ Dupa ditiup semua bersuara. Tujuh puluh delapan tahun/ Indonesia menghirup udara merdeka.
  2. Sayur seladah di rawa-rawa/ pesilat empat tampak berseteru. Hati gundah berubah gembira/ melihat pemuda membuka-buka buku.
  3. Gunung merapi batuk-batuk di awan/ delapan rusa lari terbirit kepanasan. Hari ini HUT RI ke tujuh puluh delapan/ jutaan manusia siap mengisi kemerdekaan.
  4. Naik spoor turun di Pasuruan/ sepuluh motor bercat kuning berkejaran. Ibu direktur tersenyum kegirangan/ mendengar para tutor berkata kluning tanda gajian.
  5. Semangka kuning dipanen di sawah/ bunga pete berhamburan di halaman. Kenapa pusing-pusing mikir tempat kuliah/ cubitlah UT jika ingin nasibmu dihantarkan.
  6. Ada lutung di atas dadap srep/ sawah lungko mau dikelola apanya. Guru Untung di Gapura Sumenep/ ialah salah satu contoh nyata.
  7. Lukisan tokek dipajang di meja/ di Galery dua semuanya diolah dan ditata. Sebarisan cewek cowok entah kemana/ ternyata mereka mau kuliah di Pokjarnya.
  8. Solo-Jakarta segenap alam dipandang/ Surabaya segeralah jadi kota Pahlawan. Soekarno-Hatta segera bertandang/ maka segeralah tercapai kemerdekaan.
  9. Kuliah di Jerman tak.akan kesasar/ ambil teknologi supaya hidup berjaya. Jendral Soedirman Panglima Besar/ mengoyak emosi dengan cara gerilya.
  10. Pencuri diborgol agar sengsara/ lalu menangis ditertawakan merpati. Imam Bonjol mengejar Belanda/ Belanda berlari kecemplung kali.
  11. Merampas padi diangkut ke Jepang/ padi dikemas ke dalam cikar. Mengisi kemerdekaan tak harus dengan perang/ kita sudah puas dengan perang yang telah berkobar.
  12. Nonik Belanda bertopi sutra/ pagi-pagi menyapa taman bunga. Untuk apa kita membantai saudara/ bila hati tak tega mentala.
  13. Yos Sudarso gugur di laut Aru/ tentara KNIL memuji diri. Untuk apa kita belah yang sudah menyatu/ jika memang nyali hanya untuk NKRI.
  14. Ngurah Rai mempertahankan Bali/ Bung Tomo menjerit di Surabaya. Untuk apa kita harus menyesali/ jika Jayabaya sudah mengabarkan ramalannya.
  15. Sepasang kodok mencium pepaya/ ada wong Chino membuang lada. Rengasdengklok nostalgia kaum muda/ ketika Bung Karno bersiap siaga.
  16. Memborong trasi tanpa sayuran/ sepasang angsa hilang jangan ditangisi. Ketika proklamasi dikumandangkan/ jutaan anak bangsa bersorak-sorai.
  17. Bom atom meledak di Nagasaki/ hewan dan tumbuhan tak jadi apa. Ayo kawan kita mulai mengisi/ meski pikiran kita tipis tak berguna.
  18. Kerja rodi membabi buta/ babi berlari masuk hutan. Jika diri merasa belum berguna/ tapi negeri sendiri tetap dipikirkan.
  19. Deandels termenung mengonsep jalan/ dari Anyer-Panarokan itulah karya nyata. Ayo kawan bergaung di pemikiran/ barang ciptaan musti jadi bekal ke Surga.
  20. Di ujung Jowo tampak mendung/ tempe penyet lengkap sambalnya. Alas Purwo gung lewang-lewung/ lempar anak monyet apa salahnya.
  21. Tiada guna kita milih kreweng/ jika kreweng bersembunyi di kuali. Di Baluran mengintip banteng/ simbol banteng ditiru partai.
  22. Mendung melambai disaksikan pak tani/ pak tani seniman di kampung halamannya. Gandrung Banyuwangi di jaman kompeni/ tentu warna warni minuman yang harus tersedia.
  23. Anak-anak menyanyi seriosa/ ada penari bergoyang tanpa narasi. Tuak arak menari di meja/ adat tradisi di emperan seni.
  24. Angklung caruk bertalu-talu di udara/ ratusan penonton mendongak tanda suka. Untuk apa bersibuk-sibuk tapi pura-pura/ sementara rakyatnya lebih hidup sengsara.
  25. Kali Elo lewat jantung kota/ hotel Slamet timur lampu merah. Ayo dulur-dulur teriak merdeka/ agar negeri ini makin meriah.
  26. Gunung Ijen tak kedinginan/ ada belerang diborong makelar. Negeri panen puji-pujian/ ini kita mulai terjerat seonggok pencitraan.
  27. Gunung raung takut dipindah/ ambil nasi tinggal wakulnya. Negeri bergaung tampak indah/ negeri mandiri alangkah ridho-Nya.
  28. Macan putih bekas kerajaan/ Umpak Songo ada di Muncar. Maha Patih Gajahmada abdi kerajaan/ ketika Kudungga raja Kukar.
  29. Sunan Bonang menetap di Tuban/ Tuban jadi dingin karena Siwalan. Jika ingin menang jangan jauhi Tuhan/ supaya para maling ikut dalam kegirangan.
  30. Rumah apung hanya ada di Bangsing/ belajar menyelam terseret arus. Wajah cerah masih ditambah Briyo kuning/ ketika kabar malam sulit dihapus.
  31. Balong panggang jadi perkiran/ naik spoor turun kota Bangil. Daun hijauan mulai disaba kaum millenial/ tanah subur pasti dilirik kuda nil.
  32. Burung kepodang hinggap di kuburan/ dua orang ngaji membawa jala. Ramadhan datang memuntahkan kerinduan/ tak lama lagi Idhul.Fitri tiba.
  33. Syeh Lemah Abang tak berkutik/ apalagi ketika gethek menyelamatkan buaya. Siti Fatimah binti Maimun di Leran Gresik/ ialah tanda Islam masuk ke Jawa.
  34. Sunan Bonang-Sunan Gunung Jati/ menghampiri juga Kanjeng Sunan Kalijaga. Ayo kawan-kawan kita membangun negeri/ agar ketertinggalan ini makin sirna juga.
  35. Musik kendang kempul ikon budaya Banyuwangi/ Alief.S dan Sumiyati ialah artisnya. Mari kita kumpul membangun negeri/ dari lahir hingga mati kitalah pemiliknya.
  36. RRI adalah pahlawan pembangunan/ dari sengsara hingga ke kebebasan. Siapa ngerti di antara kita adalah pahlawan/ dari negara untuk kemerdekaan.
  37. Burung Nuri burung Murai Medan/ hinggap di rambutan milik orang. Mari kita isi kemerdekaan/ dari penderitaan ke kebahagiaan.
  38. Sambal teri dimakan di gubug sawah/ sawah sempit kok ingin hasil bertingkat. Mencintai negeri setengah-setengah/ amal jariyah takjadi dicatat Malaikat.
  39. Buah semangka di pasar klewer/ ditinggal sebentar diambil Nurbuat. Jika Anda ingin tampak otak encer/ jangan sesali belajar dengan giat.
  40. Bungkil kelapa tak boleh dibuang/ brokoli dan salak jangan diikat bolah. Ambil pahala tak harus selalu berjuang/ memasakkan suami dan anak adalah jihad fisabilillah.
  41. Pak Pandir membawa brengesan/ burung derkuku berkelahi di kurungan. Hadir ke upacara 17-an kepagian/ karena akan dapat hadiah buku selusinan.
  42. Upacara penurunan digelar sore hari/ burung merpati ikut terbang di atas lapangan. Untuk apa kau menangis saban hari/ jika pahlawan sejati telah jatuh berhamburan.
  43. Gajah sekawanan tak ada yang dungu/ kedelai selarik dicabuti orang-orang sebelah. Di taman makam pahlawan kita bertemu/ membidik sejarah yang pernah salah.
  44. Kenapa perang harus pakai sepatu/ itu pertanda mereka tak ingin kalah. Kenapa orang Jepang takhluk pada sekutu/ itu pertanda mereka ingin menyerah.
  45. Hujan emas di negeri orang/ hujan batu di negeri sendiri kok kebangetan. Jangan was-was bunuh orang saat perang/ akan malu lagi jika pestul tak mempan.
  46. Beli nasi di dalam kranji/ nasi putih dengan percikan jagung asli. Proklamasi bukan sarana ingkar janji/ tetapi lebih pada muara ujung janji.
  47. Negara Ngalengka kirim sejuta pepaya/ kepada negeri tetangga sebelum kehabisan. Universitas Terbuka sudah kluarkan segala upaya/ dalam rangka mengisi kemerdekaan.
  48. Untung Suropati dan Trunojoyo/ milih salak dalam keranjangnya. Dari Banyuwangi ke Probolinggo/ UT bergerak tiada lelahnya.
  49. Ke Lumajang jangan lupa pisang Agungnya/ mau berperang kok tertinggal senjatanya.
  50. Madu mongso dicampur jahe/ ayam bekisar kecil paruhnya. Ke Bondowoso, jangan lupa tape/ masuklah ke pasar beli pecelnya.
  51. Dodo ayam dodo kiri/ dodo kiri lupa berapa beratnya. Situbondo adalah kota santri/ kota santri lupa berapa jumlah pondoknya.
  52. Ikan di Muncar berjuta keranjang/ duku dimakan dalam perjalanan. Minak Koncar pahlawan Lumajang/ peluru kompeni ditembakkan jadi hiburan.
  53. Beli wingko nambah buah delimo/ buah delimo tebal kulitnya. Ke Probolinggo jangan lupa Gunung Bromo/ gunung Bromo banyak kudanya.
  54. Burung pipit menggenggam bara/ bara ditunggu sublukan ternganga. Baju korpri seragam upacara/ warna biru bikin pikiran mengada-ada.
  55. Kolter terjadi jika oli terlalu kering/ awan bertiup di atas genting. Wolter Munginsidi melawan Westerling/ perang terjadi mengamuk negeri.
  56. Gerak jalan di sore hari/ sebelumnya karnaval digelar sehari. Jika kau ingin kemerdekaan diri/ harus tabah, ikhlas, dan memaafkan dengan hati.
  57. Bertemu unggas sejenis angsa/ angsa putih tak bisa berbuat suka-suka. Wahai kaum muda bangsa/ lupakan saja, pergilah kemana kau suka.
  58. Ambil bolah di kotak jendela/ kotak jendela putih tak ada engselnya. Anak-anak sekolah.membawa bendera/ bendera kecil kurang wibawa.
  59. Menimbang semangka lima-lima/ siang kuliah singgah ke teman lama. Perang dunia dua berakhir 1945/ Jepang kalah lari ke Nagoya.
  60. Wahyutomo menyapa Douwes Dekker/ ambil trasi sedikit kasihkan itik. Boedi Oetomo dipimpin dokter Wahidin/ organisasi modern ini jadi kekuatan politik.
  61. Beli tas ke Surabaya lewat Jember/ terbangun di Krian dikira stasiun Tugu. Universitas Terbuka di Jember/ membangun sumber daya manusia tanpa ragu.
  62. Tuku cowek nggone Mbok Dullah/ nganggo tas eiger keker rupane ireng kabeh. Rek ayo rek padha kuliah/ Universitas Terbuka Jember siap ndampingi sliramu kabeh.
  63. Obong-obong menyan mambu pete lan arang/ pete rolas kabeh anyes lan kandel. Sapa ngomong kuliah nang UT beayane larang/ satemene kuliah ing UT Iku luwes lan fleksibel.
  64. Pandang lahir bathin terus buanglah sauh/ agar pelayaranmu menjadi jaya raya. Jangan sok mahir ngurus Pendidikan Jarak Jauh (PJJ). Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) itu Rajanya ya Universitas Terbuka.
  65. Ikan sarden banyak di pulau terpencil negeri kite/ karena negeri kite anti karam dibuatnye. Pendidikan online adalah soal kecil bagi UT/ karena UT sudah makan garam online.
  66. Ikan lemuru jangan disondingkan dengan pete/ karena soal pete adalah soal fisik dan manfaat. Soal sepatu tak perlu bicara di kampus UT, karena kuliah online tak sama copy darat.
  67. Main layang-layang di atas pohon mete/ sambal terasi menikmatkan orang makan segala menunye. Siapa bilang di UT minim IT/ karena kecanggihan teknologi informasi telah lama dikuasai UT.
  68. Bus Jawa Indah menuju Ternate/ pemandangan alam dilihat terasa seru nan indah. Sungguh indah cita-cita UT/ ingin seluruh masyarakat merasakan bangku kuliah.
  69. Kelapa dan mete berebut atas/ ikan pari berandai-andai naik ke puncak mete. Mengapa UT menembus batas?/ karena orang-orang WNI di 32 negara bisa kuliah di UT.
  70. Ada cumi-cumi tersedak/ di situ ada buah mete. Dimana bumi dipijak/ di situ ada UT.
  71. Beli kain langsung dihiasi/ karena alam merdeka bebas berkelana. Yang lain baru memulai/ Univetsitas Terbuka sudah berkarya nyata.
  72. Ke sekolah atau ke permainan/ cermati atau tanyakan ke Pakde. Jika ada masalah dengan masa depan/ datangi dan sapalah UT.
  73. Jangan melekan hingga dini hari/ nonton TV tak pergi-pergi. Siapa sangka jika sudah begini/ ternyata UT ialah Raja Philanthropi.
  74. HUT 78 belum juga usai/ ikut balap karung cedera di kaki. UT Merdeka jangan disakiti/ karena UT menanggung kuliah bagi anak negeri.
  75. HUT 78 segera usai/ Ikut lomba makan krupuk cedera di kepala. UT Merdeka jangan dibully/ karena UT menanggung kuliah anak-anak bangsa.
  76. Dari Kediri menuju Pare-pare/ makan ikan laut tanpa saus. Pak Menteri belajar pada UT/ tentang Pendidikan Jarak Jauh.
  77. Dari Semarang menuju Caracas/ ada kemucing kok dimasukkan hidung. Siapa bilang UT kurang cerdas/ seperti beli kucing dalam karung.
  78. Pantai Pulaki segara dikunjungi/ tomat pete di musim purnama bulan. HUT RI ke-78 segera dilewati/ Selamat Dies UT ke-39 (1984-2023).

(Penulis: Suyanto,M.Si, Magister Kajian Budaya, alumus S2 Unud Denpasar 2007. Dosen UT Jember Pokjar Genteng Banyuwangi. Pengampu mata kuliah Kesastraan)