Diduga Gelapkan Pajak Rp. 500 Juta, Pengusaha Konstruksi Ditahan JaksaKejaksaan Negeri Banyuwangi

Diduga Gelapkan Pajak Rp. 500 Juta, Pengusaha Konstruksi Ditahan Jaksa

Tim Jaksa memeriksa berkas perkara tersangka dugaan penggelapan pajak. (Foto: Istimewa)

KabarBanyuwangi.co.id - Seorang pengusaha konstruksi di Banyuwangi, berinisial NH, ditahan Kejaksaan Negeri setempat lantaran diduga telah menggelapkan pajak lebih dari Rp. 500 juta.

Penahanan terhadap NH dilakukan setelah Penyidik Dirjen Pajak Kantor Wilayah Jawa Timur III melimpahkan tersangka dan barang bukti kepada jaksa (Tahap II), pada 6 Oktober 2022 lalu. Saat ini NH ditahan di Lapas Banyuwangi.

"Saat ini yang bersangkutan telah ditahan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi, M. Rawi kepada wartawan, Senin (10/10/2022).

Baca Juga :

Rawi menjelaskan, tersangka NH merupakan Direktur PT. SBAP, perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi, jual beli material berupa besi, balok beton maupun proyek konstruksi.

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan NH tidak pernah membuat Laporan Keuangan dan hanya melakukan pencatatan keluar masuk uang.

Bahkan, kata Rawi, PT. SBAP sejak bulan Juni sampai dengan Desember 2019 dengan sengaja tidak menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp. 551.256.604 ke Kas Negara.

Padahal PPN tersebut menurutnya telah dipungut dari pembeli. Tetapi setelah itu, wajib pajak tidak melakukan pembayaran  PPN yang telah dipungut kepada KPP Pratama Banyuwangi.

Pembelian atau penerimaan tagihan dijadikan sebagai dasar pembuatan Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN dalam kurun waktu bulan Juni 2019 sampai dengan bulan Desember 2019 yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banyuwangi.

“Uang PPN masa pajak Juni 2019 sampai dengan Desember 2019 dipergunakan tersangka untuk kepentingan pribadi/lain,” ungkap Rawi.

Atas perbuatannya, NH diancam pidana sebagaimana pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-undang Perpajakan atau pasal 39 ayat (1) huruf c Undang-undang Perpajakan.

"Ancaman pidananya, paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," pungkasnya.

Terpisah, M. Iqbal, pengacara tersangka NH menyatakan. kliennya tidak membantah terkait masalah pajak ini. Namun menurutnya, kliennya punya niat baik untuk membayarnya.

Dia menyebut, pajak sudah dicicil oleh kliennya dari nilai awal Rp600  juta sekian saat ini sudah tinggal sekitar Rp551 juta. Bahkan, sebelum pelaksanaan tahap II kliennya tetap mencicil dan mengklaim memiliki bukti pembayarannya. "Tapi karena penyidik tetap menaikkan ke tahap II ya kita hormati,” katanya.

M. Iqbal menegaskan, saat itu sudah memasuki masa pandemi Covid-19. Sehingga uang tersebut ada yang digunakan untuk membayar gaji karyawan. Karena tidak mungkin kliennya memecat karyawan.

"Tidak mungkin memecat karyawan, kita kan pakai hati. Makanya uang itu sebetulnya digunakan untuk gaji karyawan dan lain-lain," tegasnya.

Diapun mengaku sudah melakukan upaya penangguhan penahanan untuk kliennya. Permohonan ini sudah diajukan pada saat proses tahap II. Dia berharap permohonan penangguhan ini bisa dikabulkan pihak Kejaksaan.

Dia menyebut, persoalan ini berkaitan pemasukan negara yakni pajak. Menurutnya, penegak hukum seharusnya mempertimbangkan untuk memberikan penangguhan penahanan. Agar kliennya bisa tetap bekerja dan bisa melunasi kekurangan pajak.

"Supaya apa, klien kami tetap kerja biar untuk melunasi kewajibannya kepada pajak untuk negara tadi. Pertimbangannya untuk meminimalkan kerugian negara. Kita tidak ada melawan, kita memang niat bayar," pungkasnya. (fat)