Jibon (kiri) ikut mendampingi sejumlah tokoh dan pejabat dalam pembukaan ArtOs Nusantara, Sabtu (20/5/2023) di Gedung Tua Pantai Marina Boom Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id - Melanjutkan tulisan tentang Melirik Digubahnya Pameran Seni Rupa Harjaba Menjadi ArtOs (1), dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun ini, saya melihat geliat perkembangan seni rupa di Banyuwangi sangatlah maju dari tahun-tahun sebelumnya.
Yang mencengangkan dari
bidikan saya mengenai perkembangan seni rupa di Banyuwangi, masa pandemi malah
menjadi ajang tonggak kemajuan seni rupa Banyuwangi dan tolok ukur untuk tidak
mengendorkan semangat teman-teman perupa yang kian masif berkarya.
Pameran Artos Kembang Langit sebagai tolok ukur dari gebrakan Imam Maskun yang
berani dan bertekad memajukan seni rupa dan menjadikan Banyuwangi alternatif
lokus pemetaan seni rupa baru di Indonesia. Padahal biasanya yang menjadi poros
utamanya Jogja, Bali, Jakarta, dan Bandung, yang dikutip dari Kurator ArtOs
Nusantara 2023 Wayan Seri Yoga Parta.
Pasca Artos Kembang Langit, dinamika di Banyuwangi sangat menggelitik, mulai
dari masalah personal dan kelompok. Pasca Artos Kembang Langit itu juga sudah
marak pameran-pameran yang diadakan oleh perupa maupun kelompok di Banyuwangi.
Pameran Seni Rupa Artos Nusantara 20-28 Mei 2023 itu menunjukan perkembangan
pameran yang signifikan dari Artos sebelumnya. Kriteria Open Call khusus
perupadan kelompok seluruh Banyuwangi maupun yang sedang berdomisili di kota
lain. Namun lahir atau pernah tinggal di Banyuwangi dengan menyertakan undangan
bagi perupa nasional seperti Budi Ubruk, Hanafi, Joko Pekik dan perupa nasional
lainnya.
Secara kuratorial dari awal sampai Bli Yoga memang selektif. Secara kuratorial
hal itu sebenarnya menunjukkan bentuk kompetitif setiap perupa maupun kelompok
untuk menunjukkan sampai batas mana dia bisa mengikuti prosedur kesenian yang
fair.
Bagi saya melihat penataan pendisplayan yang melibatkan Art Handler dari Gurat
Institut yang diketuai oleh Agus dan kawan-kawan menjadikan pameran tersebut
layaknya pameran berkelas seperti pendisplayan ArtJog.
Hal ini juga pasti akan melahirkan bentuk baru dari wacana pendisplayan yang
melibatkan rumus penataan di Banyuwangi. Serta tata ruang yang sengaja dibuat
berbelok-belok guna tidak bosannya pengunjung melihat, kurang lebih 50 karya
yang terpajang di sana.
Pengawalan Bli Yoga sebagai Kurator tidak lepas dari mulai pemetaan karya
secara kuratorial. Hingga pemilihan tempat pameran yang menyulap gedung tua
bekas pengeringan ikan asin di Pantai Marina Boom yang sekarang dikelola oleh
PT Pelindo Properti Indonesia.
Sejumlah karya seni rupa yang dipamerkan
di salah satu sudut panel pameran Artos Nusantara 2023. (Foto: Istimewa)
Menurut saya, ini langkah cerdas, seperti Venice Biennale di Arsenale yang
menyulap gedung tua hanggar kapal menjadi tempat pameran. Takjub dan berani!
Setelah tiga hari pasca Pameran Seni rupa ArtOs Nusantara saya disibukkan
dengan pendataan peserta, pendisplayan, pengambilan, dan lain-lain pada pameran
Boom Art Fair 2023.
Pameran yang dihadiri oleh Samsudin Adlawi, Hasan Basri sebagai Ketua Dewan
Kesenian Blambangan (DKB), serta perupa dan pengunjung lainnya yang dibuka pada
tanggal 5 sampai 20 Juni 2023.
Diadakannya pameran ini adalah bentuk kepedulian Imam Maskun sebagai pemangku
dari pameran ini untuk mengundang teman-teman perupa yang kemarin lolos maupun
tidak, untuk sama-sama eksis pasca Pameran Seni Rupa Artos Nusantara.
Pameran seni rupa Boom Art Fair sendiri mengambil tema Kultur Budaya. Art Fair
adalah wacana yang ditujukan panitia kepada pengunjung dan kolektor lokal.
Sebagai penutup dari tulisan ini mungkin bisa menjadi acuan saya dan
teman-teman perupa lain yang bisa mencontoh pergerakan perupa seperti, S. Yadi
K dan Edi Sunaryo yang menjadi dosen di ISI Jogja serta aktif berpameran.
Ada juga Katirin putra Banyuwangi yang kini tinggal disebuah bukit di Jogja dan
mendirikan Art Space serta seringnya dia berpameran di luar negeri seperti
Israel.
Ryo Laksono anak Purwoharjo, Banyuwangi yang melanggengkan namanya di kancah
Internasional dengan aliran surealisme, dan Yula Setyowidi yang kini tinggal di
Jogja, serta seringnya dia mengikuti pameran-pameran di wilayah ASEAN.
Bagaimana hal ini merangsang munculnya gerakan individu maupun kelompok tidak
hanya di ranah lokal. Semangatlah berkarya dan tetap menjaga dinamika!
(Penulis: ‘Jibon’ Krisna Jiwanggi Banyu,
Seniman Muda asal Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi)