Pembatalan Ritual Seblang Olehsari Dianggap Merampas Kemerdekaan BerbudayaRitual Seblang Olehsari

Pembatalan Ritual Seblang Olehsari Dianggap Merampas Kemerdekaan Berbudaya

Pagar Betis (Barikade) pembatas penonton berjarak 500 meter. (Foto: Ayu Perwitasari)

KabarBanyuwangi.co.id - Ketua Badan Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (BPH AMAN) Osing Banyuwangi, Agus Hermawan, tidak terima atas pembatalan Ritual Seblang Olehsari oleh Polresta Banyuwangi.

Agus yang juga ikut rapat terakhir dengan Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimka) Glagah, mengetahui proses sebelum pelaksanan hingga mengajukan ijin.

“Di tingkat Kecamatan, tidak ada masalah. Panitia dan Masyarakat Adat Seblang Olehsari, sudah menyiapkan sedemikian rupa,” kata Agus dengan nada kecewa.

Baca Juga :

“Selain ritual dinyatakan tertutup tanpa penonton, juga diantisipasi dengan pagar betis radius 500 meter dai lokasi ritual, agar tidak ada masyarakat ke areal ritual Seblang. Namun ternyata, hanya diberi ijin satu hari dengan durasi 3 – 4 jam,” imbuh Agus.

Agus menambahkan, pembatalan ini sebagai bentuk perampasan kemerdekaan berbudaya. Ritual-ritual yang selama ini berlangsung, sudah dilakukan secara turun temurun sejak belum berdirinya Republik Indonesia.

Kepercayaan dan keyakinan yang dianut setiap masyarakat, adalah falsafah yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. 

“Masyarakat adat adalah kesatuan hukum terkecil penopang terbentuknya negara ini, seharusnya negara hadir dalam melindungi kepercayaan dan keyakinan warganya sebagai penghormatan,” tambah Agus. 

“Terkait adanya pandemi Covid-19, sebenarnya bukan pada esensi pelaksanaan ritualnya, tetapi lebih kepada larangan masyarakat di luar masyarakat adat Olehsari untuk hadir pada acara tersebut,” imbuhnya.

Agus berharap, aparat mebiarkan komunitas adat tetap melaksanakan ritual Seblang. Karena sebelum adat tradisi dimasukkan dalam kalender event wisata, masyarakat adat terbiasa dan rutin melaksanakan ritual Seblang tersebut.

“Ritual Seblang itu, ditonton ataupun tidak ditonton orang, komunitas adat tetap melaksanakan. Jika harus memenuhi standart protokol kesehatan, semua juga sudah disiapakan. Mungkin lebih baik dibanding tempat lain yang selama ini dijinkan menggelar acara, kendati bukan ritual adat,” tegas Agus.


Keterangan Gambar : Payung Agung yang sudah disiapkan panitia dengan berbagai perlengkapannya. (Foto: Ayu Perwitasari)

Sekretaris PD AMAN Osing, Wiwin Indarti menganggap aparat telah berbuat tidak adil terhadap masyrakat adat. Mereka memang lemah dari segala hal, mulai finasial dan bargaining dengan aparat. Namun kegiatan ritual adat itu, sudah dilindungi Undang-undang.

“Saya heran, apabila aparat bertanya siapa yang bertanggung jawab bisa terjadi sesuatu. Tentu masyarakat adat memilih bungkan, mendengarkan kata yang kesannya menekan,” tegas Wiwin kepada KabarBanyuwangi.com, Selasa (18/5/2021). 

“Seharunya Kapolresta bisa koordinasi dengan Dinas terkait dan selevel, seperti Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwista yang sudah memasukan ritual Seblang ke dalam kalender wisata. Bukan menekan masyarakat adat,” imbuh Wiwin. menyatakan ketidapuasannya atas pembatalan ritual seblang tersebut

Wiwin membandingkan, sejumlah kegiatan yang di gelar di Banyuwangi, bahkan satu Kecamatan dengan ritual, tetapi tanpa ada larangan. Padahal penyelenggaraanya terbuka dan dihadiri banyak orang, sedangkan Ritual Seblang sudah diyatakan tertututp.

“Saya hanya berharap, aparat atau Satgas Covid-19 Banyuwangi berlaku adil. Apabila memang dilarang, semua kegiatan harus dilarang. Tempat wisata yang pengunjungnya tanpa masker, tidak ada tindakan. Sementara kegiatan masyarakat adat, dengan mematuhi protokol kesehatan justru dilarang,” pungkas Wiwin. (sen)