(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Upaya Banyuwangi untuk mengajukan Geopark Ijen menjadi UNESCO Global Geopark (UGG) terus digenjot. Baru-baru ini, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mempresentasikannya di forum internasional “The 7th Asia Pasific Geopark Network Symposium” yang berlangsung di Provinsi Satun, Thailand, 4-11 September 2022.
Pada forum yang digelar oleh Unesco Global Geopark itu, Ipuk menandaskan bahwa Geopark Ijen merupakan taman bumi yang tak hanya memiliki keunikan bentang alam dan kekayaan budaya, namun juga didukung dengan semangat mewujudkan sustaible tourism (wisata berkelanjutan).
“Anugerah Tuhan yang dilimpahkan ke
Banyuwangi dengan bentang alamnya yang indah dan unik serta keragaman budayanya
ini, akan terus kami lestarikan. Sembari terus kami kelola dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Ipuk saat mempresentasikan Geopark
Ijen secara online di forum tersebut pada 8 September 2022 lalu.
Untuk mewujudkan hal tersebut,
imbuh Ipuk, wisata berkelanjutan yang menekankan pelestarian alam dan budaya
itu menjadi pilihan utamanya. “Pariwisata yang dapat menjadi mata pencaharian
ini, kami jadikan payung untuk menggerakkan masyarakat dalam melakukan
konservasi hingga melestarikan budaya,” terangnya.
Lebih jauh, Ipuk berharap, dengan
segala upaya tersebut, Geopark Ijen yang dikenal dengan fenomena api biru (blue
fire) itu, bisa terakreditasi sebagai UNESCO Global Geopark. Dengan peningkatan
status tersebut, mampu menjadi pemicu upaya pelestarian sekaligus peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap Geopark Ijen ini
menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark. Sehingga nanti masyarakat Banyuwangi
akan lebih luas lagi partisipasinya dalam melestarikan alam dan budayanya.
Sekaligus juga meningkatkan taraf ekonominya sebagai dampak dari kunjungan
wisatawan yang meningkat,” papar Ipuk.
Simposium internasional tersebut
beragendakan rangkaian diskusi dan presentasi dari sejumlah pengelola geopark
se-Asia Pasifik menghadirkan beberapa narasumber.
Di antaranya, Valiakos Ilias dari
Lesvos Island Unesco Global Geopark, Yunani; Koji Wakita dari Miné-Akiyoshi
Karst Plateau Geopark, Jepang; Nur Susila Saaid dari Jerai Geopark, Malaysia;
Kanokporn Pimpasak dari Thailand; serta Tran Nhi Bach Van dari Dak Nong Unesco
Global Geopark, Vietnam.
Dalam rangka mewujudkan UGG
tersebut, Pemkab Banyuwangi telah melakukan sejumlah kebijakan pariwisata yang
berbasis sustainable dan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya dalam mengatur
kebijakan pendirian hotel.
Hingga hari ini, Banyuwangi hanya
mengizinkan hotel bintang empat ke atas. Itu pun hanya boleh didirikan di
tempat yang jauh dari lokasi wisata premium. Seperti Gunung Ijen ataupun Pulau
Merah.
Kebijakan tersebut menurut salah
satu tim Geopark Ijen dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman,
sangat tepat dan berdampak luas.
“Sehingga masyarakat setempat yang
dekat obyek wisata unggulan itu, bisa menyulap kediamannya menjadi homestay
untuk menginap wisatawan. Tanpa khawatir harus kalah saing dengan pengusaha
hotel papan atas,” terangnya.
Mirza juga mengapresiasi upaya
Banyuwangi dalam menerapkan unsur arsitektur lokal di dalam setiap bangunannya.
Terutama di hotel-hotel berbintang yang dibangun.
“Ini tidak hanya menambah
eksistensi kebudayaan lokal, tapi juga bisa memunculkan pride (kebanggaan).
Sehingga tergerak untuk melestarikan khazanah kebudayaan dan alam
pendukungnya,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Harian Geopark
Ijen Abdillah Baraas, optimis upaya Banyuwangi membawa Ijen menuju UGG ini akan
membuahkan hasil positif. “Kami yakin akan meraih UGG,” ungkapnya.
Jika pun nantinya, imbuhnya, keinginan tersebut masih belum terwujud pada tahun ini, setidaknya telah memberikan perubahan signifikan pada sebagian masyarakat Banyuwangi dalam upaya pelestarian alam dan mewujudkan suatainable tourism. “Mohon doa dan dukungannya,” pungkasnya. (humas/kab/bwi)