Rapina menata batu bata yang akan dikeringkan di ruang terbuka. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Musim penghujan dalam beberapa bulan terakhir mempengaruhi tingkat produksi batu bata merah di Kabupaten Banyuwangi.
Rapina, salah satu perajin di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, mengatakan, dampak musim hujan saat ini memang mengganggu produksi batu bata merah.
Ia mengaku kesulitan mengeringkan batu bata akibat
kurangnya sinar matahari saat hujan melanda. Walhasil, kondisi ini berimbas
pada proses produksi dan pendapatannya menurun drastis.
Dalam proses produksinya, batu bata yang sudah dicetak
harus dikeringkan terlebih dahulu di bawah terik matahari. Namun, saat musim
hujan, para pengrajin harus bersabar.
Menurut Rapina, saat cuaca hujan seperti sekarang ini,
proses pengeringan batu bata menjadi lebih lama, membutuhkan waktu setidaknya
satu minggu bahkan lebih.
"Biasanya hanya butuh dua hingga tiga hari untuk
mengeringkan batu bata, tetapi sekarang harus menunggu setidaknya satu minggu,
bahkan lebih,” ujar Rapina, Minggu (23/2/2025).
Kondisi ini berdampak pada jumlah produksi harian. Jika
biasanya Bu Rapina mampu mencetak hingga 1.000 batu bata per hari, kini
produksinya menurun drastis.
“Bata yang sudah dicetak belum kering, sehingga tidak
bisa dipindahkan, sehingga produksi pun terhambat,” ujarnya.
Rapina dan suaminya, Supardi, bekerja sejak pagi hingga
sore untuk mencetak batu bata secara manual di ruang terbuka. Saat hujan turun,
mereka harus menutup bata dengan plastik agar tidak rusak.
“Biayanya jadi bertambah mas, karena harus membeli
plastik untuk menutup bata,” keluhnya.
Harga batu bata merah setiap 1.000 biji di pasaran saat
ini berkisar antara Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu, tergantung kualitasnya.
Rapina tidak berani membuat batu batu dalam jumlah banyak saat musim hujan. Ia tak ingin ambil resiko dengan kondisi cuaca seperti sekarang ini, karena menurutnya sangat menggangu proses produksi.
Bahkan jika dipaksakan mencetak batu bata dengan kondisi cuaca yang tak menentu, bisa berakibat fatal. Karena jika terlambat menutup menggunakan plastik saat hujan tiba-tiba turun, bata yang sudah terlanjur dicetak bisa jadi lumpur.
"Biasanya dua minggu bisa mencetak sekitar 10 ribu
batu bata, tapi sekarang hanya 4 hingga 5 ribu saja,” ungkapnya.
Meski demikian, Rapina dan suaminya tetap bertahan dan
bersabar. "Ya memang harus sabar dan telaten mas, kalau tidak ya gak bisa
nyetak," akunya. (fat)