Opening pameran seni bertema Kencan Klasik dalam Sudut Pandang Terbatas di Gedung Juang 45 Banyuwangi, Senin (24/7/2023). (Foto: Disbudpar Banyuwangi)
KabarBanyuwangi.co.id - Di sela-sela hobi baru saya bermain layang-layang pada sore hari, selain disibukkan dengan pekerjaan sebagai seniman yang berkarya lewat karya-karya dua dimensi, saya juga punya kegiatan baru menulis kolom di KabarBanyuwangi.co.id.
Kurang lebih satu bulan sebelum pameran seni Meja Perjamuan Bab II di Banyuwangi, saya seketika menerima pinangan menjadi kurator oleh ketua panitia dengan kesadaran terbatas. Alasan lain dari semua itu saya mengisi slot sementara kurator yang mungkin masih belum banyak diminati. Apa lagi peneliti seni di Banyuwangi khususnya seni rupa.
Hal itu yang menengarai saya bersedia dan giat menulis apa saja mengenai kesenian maupun budaya, apalagi sejarah. Karena ekosistem kesenian juga dibarengi bertumbuhnya sebuah wacana, kritik, serta keterhubungan dengan individu maupun kelompok untuk memberikan informasi geliat perkembangan seni yang tumbuh.
Dibalut dinamika pada H-1 pameran yang bebarengan kedatangan Ibu Negara, Iriana Joko Widodo beserta rombongannya ke Banyuwangi, terselenggara pameran seni bertema "Kencan Klasik dalam Sudut Pandang Terbatas" pada Senin (24/7/2023), didalamnya berisi seni rupa, pertunjukan, sastra, musik digabung menjadi satu oleh para kawula muda.
Para kawula muda itu tergabung dalam kepanitiaan Kelompok Meja Perjamuan yang sebelumnya pernah dibahas pada tulisan saya Menengok Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa di Banyuwangi.
Mengenai geliatnya kelompok ini, mereka pernah menyelenggarakan event Pameran
Meja Perjamuan Bab I di Metronome Coffee. Event itu yang mewacanakan bentuk
pameran berbayar/ticketing pada tahun 2021 lalu.
Kelompok Meja Perjamuan yang beranggotakan para
kawula muda. (Foto: Istimewa)
Pada percakapan saya dengan Ketua Pameran Meja Perjamuan Bab II, Nadira Andhalibtha di sela-sela pameran Boom Art Fair 2023 di Gedung Tua Marina Boom yang sekarang disulap oleh pengelola menjadi wahana Rumah Hantu itu, Nadira menunjuk saya sebagai kurator untuk pameran seni rupa.
Bukan hanya saya yang menjadi kurator pada pameran tersebut, ada Anggun Setiawan yang ditunjuk pertama oleh mereka. Ternyata yang menjadikan kuratorial pameran seni rupa itu beristilah kuratorial kolektif adalah kita saling melengkapi, karena Anggun berasal dari Kota Batu yang aktif di Kolektif Kecoak Timur Surabaya.
Anggun sudah sering menjadi kurator, melainkan saya yang lebih dulu tahu mengenai medan seni rupa di Banyuwangi, hal ini menjadi alasan utama dari Nadira menunjuk kami sebagai kurator.
Kali ini, pameran Meja Perjamuan Bab II yang bertemakan “Kencan Klasik dalam Sudut Pandang Terbatas” itu dilaksanakan pada 24-29 Juli 2023 di Gedung Juang 45 Banyuwangi. Pameran ini dibuka oleh S Yadi K sebagai maestro seni rupa Banyuwangi, dan Nadira sebagai Ketua Panitia.
Dengan diadakannya pameran ini, mengutip dari pengantar kuratorial pameran seni rupa, kencan adalah kesempatan bagi individu untuk mengeksplorasi kompatibilitas dan kecocokan pada pasangan. Pameran kencan klasik sebenarnya menjadi titik temu individu dan kelompok perupa di Banyuwangi dari yang tua sampai yang muda.
Dinamika ini dilanjutkan oleh kelompok Meja Perjamuan untuk menyuguhkan perhelatan seni yang asing bagi orang Banyuwangi sendiri, pasalnya pameran ini berbayar. Hal tersebut dibawa ke Banyuwangi untuk mengenalkan kesenian yang lebih apresiatif.
Seperti pameran di Jogja, Jakarta, Malang dan Surabaya, beberapa pameran sudah memberlakukan ticketing. Mungkin hal itu merangsang teman-teman Meja Perjamuan untuk membawa sebuah wacana itu dibuat di Banyuwangi.
Pasalnya selain mereka memanfaatkan hari libur semester untuk mengisi waktu kosong, dari mengumpulkan teman-teman yang sevisi lalu membuat sebuah pameran yang awalnya di bidang sastra merembet ke bidang seni lainnya.
Event pameran pertama mereka dilaksanakan di cafe kecil di Kota Banyuwangi yang bertema Manusia dan Perasaannya. Menurut Nadira, event Meja Perjamuan Bab I ini bisa menjual 120 tiket.
Perjalanan pameran seni rupa di Banyuwangi sudah bisa dikatakan memiliki nilai
estetika yang tinggi, karena tercatat sudah dilakukan sejak 1991. Sehingga
perjalanan ini bisa diteruskan dan diregenerasikan.
Suasana open gallery pameran seni Meja
Perjamuan Bab II. (Foto: Istimewa)
Hal ini membentuk sebuah sudut pandang yang lucu dan menggelitik ketika membaca tema yang dipilih oleh panitia yakni “Kencan Klasik”. Mungkin bisa menjadikan perjumpaan seniman serta musisi muda maupun tua untuk saling menegur sapa dan perkenalan layaknya pasangan baru akan PDKT.
Membahas tentang klasik, artinya mengacu pada karya-karya yang dianggap memiliki nilai estetika tinggi dan diterima secara luas oleh generasi-generasi berikutnya. Karya-karya klasik seringkali dianggap sebagai karya puncak atau teladan kualitas dalam bidang masing-masing. Klasik juga bisa merujuk pada gaya atau periode tertentu dalam sejarah seni.
Dari sudut pandang managerial seni yang sekarang sedang masif dilakukan di beberapa pameran besar, Meja Perjamuan mewakili gerakan seni rupa baru di Banyuwangi, menyuguhkan perhelatan seni yang tidak sporadis. Hal itu ditunjukkan lewat serangkaian bentuk pameran dan acara yang melibatkan banyak bidang kesenian mulai dari musik, pertunjukan, sastra dan seni rupa.
Tiga dekade ini Banyuwangi mempunyai mimpi besar akan tongkat estafet yang sekarang di tangan muda mudi itu, tinggal bagaimana kita sebagai kawula muda menyikapi serta bertindak dengan sabar dan lebih mawas lagi. Karena hal ini tidak bisa kita lakukan tanpa pendahulu, lalu bisa mengambil langkah lebih mengikuti zamannya lewat sentuhan-sentuhan tangan kawula muda.
Sehingga kesan sporadic tidak lagi muncul, melainkan digubah menjadi kesan
kolektivitas yang membangun wajah baru dari kesenian di Banyuwangi. Kita
lanjutkan lagi bahasan selanjutnya mengenai isi dari pameran tersebut. (Bersambung)
(Penulis: ‘Jibon’ Krisna Jiwanggi Banyu, Seniman dan Kurator Sementara
asal Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi)