Foto lawas suasana pameran seni rupa di Banyuwangi. (Foto: Dok. Pribadi S Yadi K)
KabarBanyuwangi.co.id - Dalam perjumpaan saya dengan
senior-senior dan perupa muda lainnya yang mengetahui era perkembangan seni
rupa di Banyuwangi beberapa tahun lalu. Dengan modal bertanya secara langsung,
saya melacak sejarah perkembangan seni rupa di Banyuwangi.
Sejak tahun 70-an sampai sekarang. Diawali generasi 70-an
itu mewakili sejarah seni rupa Indonesia yakni Bani Amora yang mendirikan
sanggar Amora di Kecamatan Genteng.
Waktu itu, banyak muncul generasi pak Bani seperti Mosez
Misdi dengan teknik sapuan palletnya yang melahirkan aliran Mosezisme dan
banyak dipakai oleh murid-muridnya yakni Iwan Han, Cak To, Aziz, Supringgo
Tulus serta perupa lain.
Selain itu juga ada S. Yadi K. yang mewakili generasi ranah
Nasional dan banyak meraih penghargaan seperti Philip Morris. Pada Era Presiden
Megawati dia juga tetapkan sebagai pelukis Istana, dan mendirikan Sanggar
Kamboja (Bali) bersama Raka Swasta, Awiki, Huang Fong, dan sebagainya.
Menyusul generasi pada tahun-tahun itu di daerah selatan
Banyuwangi seperti, Suminto Wahyudi, Bambang A.W, Bambang Setiawan, Genjong, R
Sutrisno dan lainnya.
Pada generasi tahun 90-an, mulai menjamur perupa muda
seperti Rabdul Rohim, Haruman Huda, Nanang Lugonto, Sarwo Prasojo, N. Kojin,
Ilyasin, Elyezer, S. Yono, Alm S. Wanto, Joko Sun, Faizin, Kholid, Jumalis,
Handoko, Med Mandar, Mbaheko, Aris Sugiarta, Windu Pamor, Hendik, Sugi Laros,
Harianto Koi, dan lainnya.
Para perupa Banyuwangi generasi tahun 90-an. (Foto:
Dok. Pribadi S Yadi K)
Awal mula Pameran Hari Jadi Banyuwangi (HARJABA) di
Banyuwangi yang berhasil kami lacak pada tahun 1991 dengan melibatkan Kelompok
21, di Gedung Juang 45 Banyuwangi. Para perupa-perupa tersebut sebagian besar
otodidak, sedikit yang berkuliah.
Dalam perjalanan mereka banyak berkembang di Bali serta
menjajaki pasar seni lukis disekitar Ubud, Sukowati, sampai Denpasar. Walau
aktif di Bali mereka juga sering berpameran di Jakarta sampai sekitaran Jawa
Timur seperti Surabaya, Malang dan sekitarnya.
Selanjutnya, pada tahun 1995 pameran pelukis seluruh Jawa
Timur yang dilaksanakan di Gedung Wanita, Banyuwangi. Dengan seringnya pameran
seni di Banyuwangi tahun 90-an itu, Bali menjadi tolak ukur sekaligus khasanah
perkembangan seni rupa yang terjadi disini.
Pameran seni rupa selanjutnya Pameran Harjaba yang ke-224
dilakasanakan pada tahun 1995 yang pada saat itu pejabat bupatinya masih H. T.
Purnomo Sidik. Pada pameran itu perupa Banyuwangi mengambil inisiasi mengundang
beberapa perupa di Jawa Timur seperti Amang Rahman, Liong Kim, Ivan Harianto,
Koeboe Sarawan, Asri Nugroho, Mas Dibyo dan banyak lainnya.
Serta pada waktu itu, Agus Darmawan T. menuliskan pengantar
yang berjudul “Banyuwangi, Potensi, dan Seni Lukis”. Kala itu, pameran Harjaba
ke-224 ini berhasil disponsori oleh Telkom dan PT Bank Central Asia (BCA)
Kantor Pusat.
Para pelukis berswafoto saat Pameran Lukisan
Jawa Timur tahun 1995 dalam rangka Harjaba. (Foto: Dok. Pribadi S Yadi K)
Kemudian, pada tahun 1999 bertajuk ‘Semerbak Perupa Osing’
yang diketuai oleh S. Yadi K. serta menyertakan tulisan dari Agus Darmawan T.
sebagai peringatan Harjaba. Pameran itu dilaksanakan setiap tahunnya dari tahun
90-an sampai yang terakhir 2019.
Awal tahun 2000, Muhammed pelukis jebolan Institut
Teknologi Bandung (ITB) mendirikan Asosiasi Pelukis Indonesia (ASPI) yang pada
saat itu tengah berpameran di Vanesa Galeri, Ubud, Bali.
Menyusul pada tahun itu generasinya bertambah seperti
Suryantara Wijaya, Imam Maskun, Rendra Samjaya, Alm. Eger, Joe Armaya dan
banyak lagi.
Ada sebuah catatan lain mengenai perkembangan seni patung
di Banyuwangi pada tahun 70-an sampai sekarang yang berhasil kami lacak hanya
beberapa yakni Wayan Satra, Ragil, Bambang Sujalmo, Kadrawi.
Setelah itu dilanjut tahun 90-an generasinya yang eksis
sampai sekarang Slamet Sugiono, Aris, Harianto Kamela, Samsul Arifin. Para
pematung itu biasanya juga eksis pada perhelatan pameran seni rupa Harjaba.
Pameran seni rupa Harjaba adalah ajang silaturahmi antar
perupa yang bermukim di Bali maupun Banyuwangi bertempat di Gedung Wanita.
Peserta yang mengikuti pameran bukan hanya asli Banyuwangi saja, melainkan
terdapat sejumlah nama seperti Joko Sutrisno asal Tulungagung, Jamin Belor asal
Ngawi, Ivan Harianto asal Surabaya, Bambang AW asal Malang, Raka Swasta dan
kawan-kawan lain berasal dari Bali.
Melihat kultur seni rupa Bali yang dibawa ke Banyuwangi
memang sangat kental dirasa seperti capaian teknik, kecepatan berkarya menjadi
acuan utama.
Dari sudut pandang diera seni rupa yang berkembang ke arah
kontemporer, saya melihat geliat itu tumbuh pasca rapat Harjaba 2020 di Galeri
Kawitan S. Yadi K. (Bersambung)
(Penulis: ‘Jibon’ Krisna Jiwanggi Banyu, Seniman Muda asal
Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi)