Proses penetasan telur penyu di dalam Intan Box tanpa media pasir. (Foto: Fattahur)
KabarBanyuwangi.co.id - Demi menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem di laut, tukik-tukik kembali dilepas liarkan dari Pantai Cemara, Kelurahan Pakis, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, Minggu (24/7/2022) kemarin.
Sekilas fisik tukik yang dilepaskan itu sama seperti anak penyu pada umumnya. Namun jika dilihat dari asal usulnya, sungguh di luar dugaan. Tukik dari penyu Lekang itu ditetaskan lewat proses inkubasi, alat bernama INkubator buatAN (Intan) Box dan penyerap Yolk atau ari-ari tukik (Yosi Box).
Kedua alat produksi Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF)
yang diklaim sebagai penemuan pertama di Indonesia dan dunia ini mampu
membuktikkan metode penetasan telur penyu tanpa media pasir.
Founder BSTF, Wiyanto Haditanojo menjelaskan, Intan Box
merupakan inovasi alat penetasan telur penyu buatan yang sengaja dirancang
untuk mengatasi permasalahan penetasan telur penyu secara alami maupun semi
alami yang menurut hasil penelitian, rentan terserang perubahan suhu,
mikroorganisme hingga predator.
"Dengan Intan Box sebagai metode penetasan telur penyu
tanpa media pasir ini bisa lebih aman, karena dapat dipantau secara langsung,
maupun dari CCTV yang terkoneksi dengan smartphone," ujar pria yang akrab
disapa Wiwit ini.
Intan Box sebagai penetas telur buatan ini berbentuk kotak
persegi panjang berukuran cukup besar, sehingga dapat menampung ribuan telur
penyu.
Di dalam kotak inkubator tersebut terdapat lampu serta tabung-tabung berisi air dan sudah disemprot zat anti bakteri. Telur penyu disimpan ke dalam tabung tersebut selama beberapa hari hingga telur menetas.
Telur penyu memisahkan diri dari cangkang
setelah inkubasi selama 50 hari dengan pengaturan suhu dan kelembaban. (Foto:
Fattahur)
Selain itu, Intan Box dilengkapi dengan panel pengatur suhu dan kelembaban yang bisa diatur secara otomatis, sehingga suhu dan kelembabannya tetap stabil selama proses inkubasi berlangsung. Suhu dan kelembaban ini, kata Wiwit, berpengaruh pada jenis kelamin penyu yang menetas. "Sejak dibuat tahun 2021, sudah ribuan telur ditetaskan melalui metode Intan Box," sambungnya.
Setelah menetas, tukik akan dipindahkan ke Yosi Box. Yosi
Box merupakan inovasi alat terbaru hasil kerjasama BSTF dengan Sekolah Ilmu
Kesehatan dan Ilmu Alam (SIKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi.
Nama YOSI diambil dari kata YOlk berSIh yang merupakan
fungsi utama alat ini yaitu box terapi untuk mengoptimalkan proses penyerapan
yolk pada tukik-tukik yang baru menetas pada sarang alami maupun semi alami.
"Sebagai penggiat konservasi penyu, terkadang kita
menghadapi masalah dengan kondisi tukik yang masih belum terserap yolknya
ketika menetas, karena tukik tersebut cenderung tidak aktif dan yang paling
buruk adalah terjadi kematian akibat kondisi abnormal tersebut, padahal umur
mereka sudah siap untuk menetas dan kembali ke habitat," paparnya.
Dengan adanya Yosi Box ini, proses penyerapan yolk akan
menjadi lebih cepat, sehingga berdampak pada peningkatan aktivitas dan respon
tukik. Selain itu, beberapa tukik yg masih terjebak dalam cangkang telur juga
bisa dilakukan terapi dengan Yosi Box ini.
"Dalam hitungan kurang dari 24 jam, kondisi tukik bisa sehat dan siap untuk dilepasliarkan. Ini tentunya berdampak pada peningkatan daya hidup sekaligus jumlah populasi penyu di alam tetap terjaga keseimbangannya," tambahnya.
Setelah pecah telur, tukik siap dipindahkan ke
Yosi Box yang berfungsi mempercepat penyerapan ari-ari atau yolk tukik. (Foto:
Fattahur)
Selama proses inkubasi dan terapi Yosi Box, dipantau dan
diteliti oleh Aditya Yudhana, drh., M.Si, Akademisi Prodi Kedokteran Hewan
SIKIA Unair Banyuwangi.
Aditya menuturkan, Intan Box merupakan inovasi baru dalam bidang konservasi penyu, khususnya di penetasan. Intan Box mempunyai beberapa keunggulan yaitu penetasan dirancang dengan tanpa pasir bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi dari mikroorganisme. "Karena dari hasil penelitian di pasir sarang atau semi alami itu banyak mikroorganisme yang ditemukan," katanya.
Keunggulan lainnya, bisa menjaga rasio jenis kelamin tukik
yang ditetaskan bisa seimbang, karena suhu dan kelembaban yang jadi parameter
utama itu bisa disetting secara otomatis melalui Intan Box.
"Suhu dan kelembaban selama proses inkubasi bisa kita
setting otomatis. Agar telur yang menetas mengarah ke jantan, durasi waktu
inkubasi lebih lama sekitar 50 hari dengan suhu diatur 27,5 - 29 derajat
Celsius," jelasnya.
Kapasitas atau daya tampung Intan Box yang dirancang ini
bisa menampung sekitar 1.000 butir telur penyu. "Sehingga dari satu alat
itu kita bisa maksimalkan dan dengan persentase penetasan yang optimal,"
imbuhnya.
Menurutnya, Intan Box dirancang merujuk pada permasalahan penetasan penyu secara alami dan semi alami. Permasalahan pertama adalah garis pantai yang semakin kecil dan apabila dibiarkan tidak direlokasi maka hal itu rentan terkena pasang air laut, predator di sepanjang garis pantai juga banyak ditemui.
Tukik siap dilepas liarkan dari Pantai Cemara
menuju habitat aslinya. (Foto: Fattahur)
Kemudian suhu di pantai, mayoritas terkena dampak pemanasan
global. Sebab dari hasil penelitian, lanjut Aditya, jika suhu semakin panas
diatas 29 derajat Celcius maka telur penyu yang menetas didominasi betina,
jantannya sedikit. Padahal untuk membuahkan telur, penyu betina membutuhkan 4
sampai 5 ekor penyu jantan.
"Dengan Intan Box, kita bisa setting suhu dan
kelembaban sehingga rasio penetasan yang dihasilkan antara betina dan jantan
bisa seimbang," jelasnya.
"Begitu pula tukik yang diterapi menggunakan Yosi Box.
Suhu diatur 29 sampai 31 derajat Celsius dengan 90 persen tingkat kelembaban
guna mempercepat penyerapan yolk tukik ataupun memisahkan tukik dengan cangkang
telur," imbuhnya.
Hasil buah tangan manusia ini setidaknya sudah berhasil
menetaskan seribu lebih telur tukik. Hasil tersebut dihasilkan dari 3 Intan dan
Yosi Box yang ditempatkan di Yayasan Penyu Banyuwangi BSTF, Laboratorium SIKIA
Unair, dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pantai Cemara.
"Tingkat keberhasilan penetasan rata-rata adalah 90
persen lebih. Itu sudah sangat bagus jika dibandingkan dengan penetasan di
sarang alami maupun semi alami yang hanya 70-80 persen saja. Sehingga ada
potensi yang memungkinkan untuk menguatkan program konservasi penyu,"
tandasnya. (fat)