Mengenal Tradisi Pencak Sumping, Seni Bela Diri yang Kental Akan Budaya BanyuwangiPencak Sumping Banyuwangi

Mengenal Tradisi Pencak Sumping, Seni Bela Diri yang Kental Akan Budaya Banyuwangi

Tradisi Pencak Sumping yang dilestarikan warga Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Glagah. (Foto: Yudhi Anjar)

KabarBanyuwangi.co.id - Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa tak hanya terkenal dengan keindahan alamnya yang mempesona, tetapi juga kekayaan budayanya masih terjaga.

Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah tradisi Pencak Sumping. Sebuah seni bela diri warga Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah yang unik dan penuh makna.

Setiap Hari Raya Idul Adha, warga Mondoluko menggelar atraksi Pencak Sumping yang memukau. Diiringi alunan musik tradisional yang rancak, para pendekar mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, menunjukkan kelincahan dan ketangguhan mereka dalam memperagakan jurus-jurus silat.

Baca Juga :

Lebih dari sekadar pertunjukan, Pencak Sumping merupakan warisan budaya yang sarat makna. Tradisi ini diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan representasi nilai-nilai luhur seperti keberanian, sportivitas, dan kebersamaan.

Bagi masyarakat setempat, tradisi ini juga sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa persaudaraan dan gotong royong. Seluruh warga bahu membahu dalam mempersiapkan acara, mulai dari latihan para pendekar, dekorasi, hingga penyajian hidangan tradisional.

Salah satu pelestari Pencak Sumping, Rahayis mengungkapkan, nama Pencak Sumping sendiri diambil dari suguhan yang disajikan pada kala itu, tepatnya saat mengiringi para pendekar berlatih.

"Sumping merupakan makanan tradisional yang terbuat dari pisang berbalut adonan tepung, lalu dikukus. Di daerah lain lebih dikenal dengan nama kue Nagasari," katanya saat menggelar pertunjukkan pada Senin (17/6/2024) lalu.

Sumping menjadi suguhan kepada para tamu yang datang saat acara. Bahkan saat atraksi tanding antara dua pendekar silat, sumping juga digunakan untuk pengakuan kemenangan.

"Biasanya pendekar yang menang akan menyumpal mulut lawan yang kalah dengan kue sumping," imbuh Rahayis.


Anak-anak turut menjadi pendekar dalam pelestarian tradisi Pencak Sumping. (Foto: Yudhi Anjar)

Upaya pelestarian Pencak Sumping tak hanya dilakukan oleh masyarakat Dusun Mondoluko, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, komunitas budaya, dan budayawan turut andil dalam menjaga tradisi ini agar tetap hidup dan lestari.

Di tengah gempuran modernisasi, tradisi Pencak Sumping menjadi pengingat akan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Semangat gotong royong dan rasa persaudaraan yang terkandung dalam tradisi ini menjadi landasan penting bagi kemajuan desa dan masyarakatnya.

Tak hanya itu, dalam tradisi Pencak Sumping tahun ini juga dihadiri Paguyuban Kampung Pencak Silat Kecamatan Glagah. Mereka juga menghadiri tradisi ini dari beberapa organisasi seperti Persaudaraan Setia Hati Terate, Persaudaraan Setia Hati Winongo, Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti, dan masih banyak perguruan yang lain. (anj/man)