(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Pandemi Covid-19 membuat Muhammad Kurdi dan istrinya, Mujiati dipaksa untuk menetap di kampung halamannya, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Mereka harus meninggalkan usahanya yang telah dirintis selama 20 tahun di Bali karena terdampak pandemi Covid-19.
Sebelum pandemi, Kurdi bekerja di wahana permainan di Bali, sementara Mujiati berdagang di sekitar kawasan tempat Kurdi bekerja. Di awal masa pandemi, Maret tahun lalu, pria berusia 45 tahun tersebut harus menerima keputusan dari tempatnya bekerja, yaitu diberhentikan.
“Karena wahana permaianan ditutup, kami
juga tidak bisa lagi berdagang. Kami pun memutuskan untuk ke Banyuwangi.
Di Bali kami juga tidak bisa apa-apa lagi. Di Bali, biasanya tiap hari istri
saya bisa mendapat hasil lumayan dari berdagang di sekitar tempat saya bekerja.
Belum ditambah gaji saya," kata Kurdi.
Dengan modal yang masih tersisa,
keduanya lalu memutuskan membuka warung rujak dan dawet di rumahnya. Warung
mereka semi permanen terbuat dari kayu. Peralatan usahanya pun apa adanya
karena mereka harus berhemat.
Bukan hal mudah bagi pasangan ini
untuk memulai hidup baru di Banyuwangi, karena telah sekitar 20 tahun Kurdi dan
istrinya hidup berkecukupan di Bali. Apalagi di Banyuwangi Kurdi dan istrinya
harus memulai usaha baru.
"Mau bagaimana lagi,
kondisinya memang seperti ini. Diterima saja sambil terus berusaha," kata
Kurdi.
Warung Kurdi akhirnya mendapat
bantuan dari program “Warung Naik Kelas” alias “Wenak”. Program ini bagian dari
instrumen pemulihan ekonomi yang digeber Pemkab Banyuwangi dengan target 300
warung dalam tiga bulan mulai Maret hingga Mei.
Program “Wenak“ merupakan perbaikan
warung kecil dan memberikan bantuan alat-alat usaha sesuai kebutuhan pemilik
warung. Seperti etalase, dispenser, blender, kompor, meja-kursi, peralatan
makan, dan lainnya.
"Kami berterima kasih sudah
mendapat bantuan dari pemerintah Banyuwangi. Semoga dengan bantuan ini bisa
lebih laris lagi," kata Mujiati saat menerima bantuan dari Bupati
Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Di Desa Sarongan, yang terletak di
ujung selatan Banyuwangi atau sekitar 100 kilometer dari pusat kota, terdapat empat
warung yang menjadi sasaran program “Wenak”.
Selain Mujiati, pemilik warung
lainnya yang menjadi sasaran program adalah Nenek Miun. Meski telah berusia 64
tahun, Nenek Miun yang ditinggal suaminya meninggal ini terlihat masih giat
bekerja berjualan rujak di Dusun Sukamade, Desa Sarongan.
Mbah Miun memiliki warung kecil
yang berjualan rujak lontong, mie goreng, gorengan. Warungnya mendapat bantuan
berupa etalase, blender, peralatan masak, dan lainnya.
"Alhamdulilah dikasih
barang-barang ini. Sekarang tidak capek-capek lagi kalau buat bumbu.
Penggorengan saya juga sudah jelek, mau beli uangnya kepakai terus,"
katanya.
Keterangan Gambar : (Foto: Humas/kab/bwi)
Mbah Miun mengakui pandemi membuat
pemasukannya berkurang. Namun perlahan kini mulai membaik.
Bupati Ipuk mengatakan, program
Wenak merupakan salah upaya Pemkab Banyuwangi untuk memulihkan para pelaku
usaha mikro. Selain mendapat bantuan berupa perbaikan sederhana dan alat
usaha, mereka juga didorong untuk memperbaiki kondisi warungnya agar lebih enak
dilihat dan higienis.
"Program ini sebagai upaya
agar warung-warung rakyat juga bisa lebih terjaga higienitasnya, sehingga
menarik lebih banyak konsumen," kata Ipuk.
Seperti warung yang berjualan
makanan sempol milik Nurhayati di Desa Sarongan. Nurhayati yang membuka warung
di pelataran rumah orangtuanya itu, kini memiliki etalase untuk menyimpan
bahan-bahan makanan dengan lebih rapi dan bersih.
"Kalau punya etalase seperti
ini enak, lebih rapi dan bersih. Semoga ini membawa berkah bagi warung
saya," kata Nurhayati yang mendapat bantuan etalase dan berbagai peralatan
lainnya.
Ipuk mengatakan, saat ini pendataan sasaran warung-warung kecil masih terus berlangsung. Untuk jenis warungnya bisa warung makan, warung kopi, dan toko kelontong yang sekiranya kurang layak dan butuh bantuan perbaikan ringan. (Humas/kab/bwi)