Situs kuno yang dipecayai terkait dengan Buyut Cungking atau Ki Buyut Wangsakarya di belantara hutan Baluran. (Foto: Disbudpar Banyuwangi)
KabarBanyuwangi.co.id - Banyuwangi memiliki segudang adat dan tradisi yang sarat nilai. Salah satu kearifan lokal dalam Suku Osing adalah penghormatan terhadap leluhur yang terwujud dalam upaya nguri-nguri warisan leluhur berupa ritual Nyelameti Sawahe Buyut Cungking di Taman Nasional Baluran.
Ritual yang dilakukan warga Lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi pada setiap bulan Suro atau Muharam dalam kalender Islam ini merupakan ritus komunal, Minggu (30/7/2023).
Peneliti Budaya dan Dosen Universitas PGRI Banyuwangi,
Wiwin Indiarti menjelaskan, kawasan Baluran diyakini sebagai sawah milik Buyut
Cungking, tempat ia dulu menggembalakan kerbau-kerbaunya.
"Buyut Cungking atau Ki Buyut Wangsakarya dalam kisah
lisan yang berkembang di masyarakat Banyuwangi merupakan sosok yang diyakini
memiliki kemampuan spiritual, kesaktian dan daya linuwih yang tinggi,"
ungkap Wiwin.
"Berbagai mitos mengenai Buyut Cungking banyak
dihubungkan dengan keberadaan kerbau di Baluran dan beberapa situs kuno yang
masih bisa ditemui saat ini di belantara hutan Baluran," tambahnya.
Buyut Cungking juga sering dikaitkan dengan penciptaan
kiling (kincir angin), yang saat ini menjadi salah satu ikon teknologi
tradisional Suku Osing yang agraris.
Nama Cungking disebut-sebut dalam naskah gancaran Babad
Tawangalun tahun 1826 sebagai lokasi makam Ki Buyut Wangsakarya, seorang guru
dari Pangeran Macan Putih, Prabu Tawang Alun.
“Petilasan Ki Buyut Wangsakarya saat ini menjadi salah satu situs yang dikeramatkan oleh masyarakat. Mas Wangsakarya atau Buyut Cungking adalah salah satu tokoh dalam epos perlawanan para Pangeran Blambangan terakhir di ujung timur Jawa, yang tercatat dalam larik-larik tembang Babad Tawangalun," imbuh Wiwin.
Beberapa situs di Baluran yang dipercayai terkait dengan Buyut Cungking di antaranya adalah makam Buyut Lancing, Sumber Manting, Sumber Kelor, dan lainnya. Ritual adat ini merupakan bagian dari warisan budaya yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang sangat berharga.
Warga Cungking menggelar selamatan di Taman Nasional Baluran. (Foto: Disbudpar Banyuwangi)
Sesepuh sekaligus juru pelihara makam Buyut Cungking
generasi ke-9, Jam'i Abdul Gani bercerita, Ki Buyut Wangsakarya sudah dikenal
sakti sejak anak-anak.
"Petani biasanya memasang tali di sawah untuk mengusir
burung, Ki Buyut Wangsakarya justru mengusir burung dengan berlarian di atas
tali duduran," ungkapnya.
Menurutnya, jarak berpuluh-puluh kilometer antara Cungking
sampai Baluran, dapat ditempuhnya dalam waktu singkat.
Namun demikian, pewarisan tradisi beserta pengetahuan
mengenai situs-situs yang melingkupinya selama ini tidak pernah tercatat.
Sebagai warisan budaya yang dikhawatirkan tradisi, ritual dan pengetahuan
mengenai situs-situs budaya pelan-pelan tersebut akan hilang.
"Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya transmisi atau
pewarisan, pewarisan kepada generasi muda sebagai pewaris budaya agar terjaga
keberlangsungannya," pungkas Jam'i. (man)