Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah terima penghargaan dari Kemenpan RB. (Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Program solidaritas pendidikan
Siswa Asuh Sebaya (SAS) yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi kembali mendapatkan
apresiasi. Kali ini dalam forum Replikasi Inovasi Pelayanan Publik (PKRI) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB), Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Menteri PAN RB Abdullah Azwar Anas menyerahkan langsung
kepada Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah. Disaksikan oleh sejumlah menteri. Di
antaranya Menteri Kesehatan Budi Gunadi sadikin, Menteri Perhubungan Budi Karya
Sumadi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
PKRI merupakan apresiasi bagi instansi pemerintah yang
telah melakukan pembinaan inovasi dengan baik serta mampu menjaga
keberlanjutannya dan melakukan replikasi inovasi pelayanan publik. Program SAS
sendiri terpilih setelah melalui serangkaian evaluasi terhadap 979 inovasi dari
631 instansi yang dinilai dari kurun 2014 hingga 2023.
Adapun penilaian PKRI dilakukan pada dua kelompok, yakni
kelompok keberlanjutan inovasi dan kelompok replikasi inovasi. SAS Banyuwangi
meraih penghargaan pada kelompok keberlanjutan inovasi untuk kategori
kabupaten.
Plt. Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan RB Abdul Hakim
mengatakan, SAS Banyuwangi bukan hanya berhasil dipertahankan. Namun juga terus
dikembangkan hingga sekarang.
“Ini yang penting. Bahwa inovasi tidak hanya diciptakan,
namun juga harus dijaga keberlangsungannya. Ke depan adalah bagaimana untuk
melembagakan inovasi ini supaya praktik baiknya bisa direplikasi daerah lain,”
kata dia.
Sementara itu, Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah sangat
bersyukur inovasi Banyuwangi kembali mendapatkan apresiasi dari pemerintah
pusat.
“Alhamdulillah, inovasi Banyuwangi terus mencatatkan
prestasi. Penghargaan ini menjadi pelecut bagi kami untuk terus berinovasi
lebih baik ke depan,” kata Sugirah.
Sugirah menjelaskan, program SAS adalah upaya pemkab untuk
mendorong empati dan solidaritas di kalangan pelajar. Dalam program ini,
pelajar dari keluarga mampu memberi dana sukarela ke teman sebayanya dari
keluarga kurang mampu.
Pengelolaannya dilakukan dari siswa, oleh siswa, dan untuk
siswa. Sejak diluncurkan pada 2011, saat ini SAS berhasil mengumpulkan dana
hingga Rp 27,71 miliar dengan menjangkau lebih dari 250 ribu siswa.
Uang yang terkumpul, secara periodik dibelanjakan untuk
memenuhi kebutuhan primer dan sekunder siswa setempat. Seperti untuk beli baju
sekolah, sepatu, tas, alat tulis, atau bahkan uang saku bagi siswa yang keuang
mampu. Termasuk pula seperti membelikan kacamata hingga sepeda mini agar tidak
terlambat .
“Tidak semua masalah pendidikan mampu ditangani pemerintah.
Program SAS jadi salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan
pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” urai Sugirah.
Dalam perjalanannya SAS bertransformasi menjadi Sekolah
Asuh Sekolah, Sekolah Asuh Stunting, Sekolah Asuh Sampah, dan Sekolah Asuh
Sungai.
Lewat Sekolah Asuh Sekolah, sekolah yang memiliki dana SAS
besar akan disalurkan ke siswa kurang mampu dari sekolah lain. Sementara
Sekolah Asuh Stunting sebagai program yang merangkul siswa dan guru untuk
memberikan makanan bergizi bagi balita stunting dan ibu hamil risiko tinggi di
sekitar sekolah.
“Sejak 2023, SAS juga berkembang. Sekolah dilibatkan
merawat sungai yang ada di dekat lokasinya dan mengelola sampah yang dihasilkan
di sekolah. Pelibatan siswa ini sebagai bentuk pendidikan lingkungan sejak
dini,” pungkasnya. (humas/kabbwi)