Elvin Hendratha, Kepala Cabang Bank Mandiri Probolinggo dengan buku karyanya. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Lama berkarir di Bank BUMN, namun tidak menyurutkan cintanya terhadap kesenian Tradisional kampung halamannya. Dia adalah Elvin Hendratha (52), Kepala Cabang Bank Mandiri Probolingo, asli kelahiran Kampung Sawahan. Karirnya sebagai bankir dirintis, mulai dari Computer Operator (CO/IT) hingga menjadi Kepala Cabang (Branch Manager).
Nama Kampung Sawahan, Banyuwangi sendiri, dulu lekat dengan nama kesenian dan tokoh kesenian asli Banyuwangi. Terakhir komposer dan arranger tradisional Sutedjo Hadi, sangat berpengaruh awal Pemerintahan Orde Baru yang ingin mengembalikan Kesenian Banyuwangi ke bentuk aslinya dan jauh dari anasir politik.
Group Kesenian itu adalah Angklung Caruk Joyo Karyo,
pamornya terkenal seantero Banyuwangi. Berkat sentuhan dingin almarhum Sutedjo,
Joyo Karyo juga disegani kelompok Angklung Caruk lain. Bahkan seniman
tradisional Banyuwangi di luar Sawahan, hingga saat ini masih menghormati nama
besar Sutedjo Hadi.
“Joyo Karyo itu nama buyut saya, kemudian diabadikan nama
Group yang memang ditangani ayah saya. Saya sejak kecil sudah akrab dengan
kesenian Angklung Caruk, kemudian SMP saya tertarik ke musik cadas berkat
bacaan di Majalah Aktuil saat itu,” kata Elvin yang pernah 2 tahun kuliah di
Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya – Red) Universitas Jember ini.
Elvin bersama tokoh Angklung Caruk, Tohan
Pasinan dan almarhum Rasuli Alasamalang. (Foto: Dok. ARTevac)
Sekarang Elvin menjadi Pembina Kelompok Joyo Karyo muda,
karena ingin mengembalikan kejayaan Kampung Sawahan sebagai tempat punggawa
seniman tradisional Banyuwangi. Hasilnya, saat mengikuti Lomba Patrol, Joyo Karyo
mampu menyabet Juara Satu tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi Jatim.
“Anak-anak muda Joyo Karyo ini, memang bukan reinkarnasi
dari Joyo Karyo tahun 1970-an. Namun semangat mereka berkesenian dan
melestarikan kesenian, bisa mewarisi dan terus digali atas dasar semangat orang
tua mereka. Personil, Joyo Karyo memang beberapa anak dari generasi Joyo Karyo
lama,” tegas Elvin yang akrab dengan Personil God Bless berkat tulisan
kritisnya terhadap group musik cadas tersebut.
Tidak hanya membina Kesenian Angklung Caruk, selama 2 tahun
Elvin rajin investigasi untuk menyusun Buku Angklung Caruk. Saat itu bertugas
di Lumajang, namun akhir pekannya dihabiskan mendatangi seniman Angklung Caruk
mulai dari Bades dan Mangir Rogojampi, Glagah, Pasinan dan Alasmalang
Singojuruh.
“Berbekal keterangan lisan yang saya terima sejak kecil,
saya ingin membuktikan dengan menemui tokoh-tokoh yang masih tersisa. Tidak
mudah membangkitkan memori mereka, terhadap apa yang pernah dijalani puluhan
tahun lalu. Namun dari mereka saya tahu, betapa mereka tegas berprinsip dan
profesional,” tegas Bapak dari 2 anak putra-putri ini.
Elvin bersama almarhumah Gandrung Poniti dan
Tohan. (Foto: dok, ARTevac)
Elvin mengaku, mendapat pengetahuan tentang Angklung Caruk
dan teknik pukulan dari almarhum Soetedjo Hadi yang dipanggilnya Kang Jok. Saat
investigasi ke sejumlah tokoh Angklung, Elvin tidak hanya mendengar uraian
verbal. Namun membuktikan dengan alat ukur nada modern dan frekwensinya.
“Dari keterangan mereka, baru saya rangkai menjadi kalimat
yang jelas dan runtut. Selain itu, saya juga mengkonversi dengan data literatur
asing. Mengingat Kesenian Banyuwangi pada jaman lampau, ternyata banyak ditulis
oleh orang asing yang berkunjung ke Blambangan saat itu,” tambah putra mantan
Lurah Pengantigan yang wilayahnya mencakup Sawahan.
Buku “Angklung-Tabung Musik Blambangan”, akhirnya
di launching 10 April 2021 lalu di Rumah Budaya Kebo-Keboan Alasmalang Singojuruh.
Buku setebal 220 halaman itu, banyak dipuji kalangan akademis. Alasannya,
sumbernya lengkap dengan data-data akurat.
“Sebetulnya Buku ‘Angklung-Tabung Musik Blambangan',
sebagai awalan dari langkah yang saya tempuh ke depan. Banyak pontesi kesenian
Banyuwangi yang terpendam, perlu dimunculkan dan diuraikan secara ilmiah,”
pungkas Elvin. (sen)