(Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Petani di Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi berhasil mengembangkan konsep pertanian terintegrasi (Integrated Farming System). Salah satunya Nuryanto.
Dia memanfaatkan keterkaitan antara tanaman pangan, serta ternak dan perikanan untuk mendukung produksi pertanian dalam satu lahan.
Di lahan seluas 7
hektar miliknya, Nuryanto mengembangkan peternakan domba, budidaya ikan
lele, tanaman padi, serta berbagai tanaman buah yang ditanam di pinggiran
lahan. Seperti durian dan manggis.
“Ini sudah saya kembangkan sejak
tahun 2021,” ujar Nuryanto saat dikunjungi Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani
di lahannya di sela kegiatan Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa) di Desa
Gendoh, Temuguruh, dan Karangsari, Kecamatan Sempu, Senin (3/5/2024).
“Awalnya ya terpikir ingin beralih
ke pertanian organik agar sawah saya terjaga kelestariannya. Supaya tidak
terkena bahan kimia terus,” imbuhnya.
Sejak saat itu, Nuryanto mulai
belajar membuat pupuk organik secara mandiri untuk mengurangi penggunaan pupuk
kimia. Dia lalu memelihara ternak domba, dengan harapan kotorannya bisa diolah
menjadi pupuk.
Nuryanto kini memelihara sekitar 30
ekor domba di sebagian lahan miliknya itu. Kotoran dan urine domba tersebut
tidak dibuang begitu saja. Melainkan diproses menjadi pupuk organik padat (dari
kotoran) dan pupuk organik cair (dari urine).
Sementara air dari kolam ikan lele
digunakan sebagai bahan pembuatan Photosynthetic Bacteria (PSB) yang
dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman.
“Hasil prosesing limbah tersebut
saya manfaatkan untuk pemupukan di sawah (tanaman padi), sehingga bisa
mengurangi dosis pemakaian pupuk kimia lebih hemat dan ramah lingkungan,” urai
Nuryanto.
Selain untuk kebutuhan sendiri,
Nuryanto juga menjual pupuk organik yang dia produksi. “Sekarang permintaan
semakin banyak. Rata-rata petani hortikutura di sekitar desa ini membeli pupuk
organik dari saya. Ini menjadi tambahan penghasilan juga,” kata Nuryanto.
Di lahan miliknya, Nuryanto juga
menanam rumput gajah untuk makanan puluhan dombanya. Dengan demikian dia bisa
menghemat waktu dan tenaga karena tidak perlu mencari rumput ke tempat lain.
“Saya juga punya cara untuk
memastikan stok pangan domba-domba. Saya buat fermentasi dari rumput gajah yang
bisa tahan sampai tiga hari. Saya tidak perlu mengambil rumput setiap hari,”
ujar dia.
Setelah tiga tahun menerapkan
konsep pertanian terintegrasi ini, Nuryanto mengaku kondisi lahannya menjadi
semakin subur. “Hasil panennya juga lebih baik. Beras saya lebih enak dan
pulen,” ujarnya.
Bupati Ipuk yang mengunjungi lahan
pertanian Nuryanto, berharap ini bisa diterapkan pada kelompok tani di
Banyuwangi.
“Ini contoh penerapan konsep
pertanian yang berkelanjutan. Konsep pertanian terintegrasi seperti ini
terbukti menguntungkan karena semua proses bertaninya saling berkaitan, antara
tanaman pangan maupun peternakannya. Kalau bisa ilmunya ditularkan ke petani
sekitar,” ujar Ipuk.
Konsep pertanian terpadu, menurut
Ipuk, lebih ramah lingkungan serta mampu menekan biaya produksi petani. Untuk
itu, pemkab terus mendorong pertanian terpadu ini.
“Dinas Pertanian dan Pangan juga
telah memberikan pendampingan transfer ilmu dan teknologi kepada para petani,
termasuk stimulan peralatan seperti chopper rumput untuk memudahkan membuat
pakan fermentasi,” kata Ipuk.
Pemkab juga rutin memberikan bantuan pupuk organik cair (POC). Hingga saat ini, bantuan POC yang telah disalurkan pemkab sebanyak 466.636 liter atau setara 83.524 hektar. (humas/kab/bwi)