Bupati Ipuk bagikan telur hasil produksi Pemdes Watukebo yang melibatkan kelompok peternak ayam petelur dan warga sekitar. (Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, mengembangkan peternakan ayam petelur untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus upaya pengentasan kemiskinan warganya.
Tak sekadar menghasilkan telur, program ini juga menjadikan hasil ternak sebagai bantuan pangan bergizi bagi ratusan warga miskin, lansia, ibu hamil, dan balita stunting.
Modal untuk program yang digagas
sejak pertengahan 2024 ini menggunakan Dana Desa. Selain bisa mempekerjakan
warga, hasil dari peternakan ini dibagikan kepada ratusan warga.
"Ini merupakan salah contoh
efektifitas penggunaan Dana Desa. Selain penguatan ketahanan pangan, juga bisa
menjadi salah satu cara pengentasan kemiskinan," kata Bupati Banyuwangi,
Ipuk Fiestiandani.
Selain itu program ini juga
sejalan dengan visi ketahanan pangan nasional yang tengah digaungkan pemerintah
pusat.
“Sesuai arahan Presiden Prabowo,
kita harus memastikan semua keluarga bisa mengakses pangan yang cukup dan
bergizi. Semoga program seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi desa lainnya,”
ujar Ipuk.
Banyuwangi telah menerapkan
berbagai program ketahanan. Salah satunya adalah Sister Say (Sistem
Terintegrasi Ternak, Ikan, dan Sayur), yang memadukan kegiatan peternakan,
pertanian, dan perikanan dalam satu kawasan.
Program ini melibatkan ibu-ibu
rumah tangga dalam mengelola pekarangan rumah untuk kebutuhan konsumsi harian
hingga tambahan penghasilan.
Sementara Kepala Desa Watukebo,
Maimun Hariyono, menjelaskan bahwa inisiatif ini muncul dari keinginan menghadirkan
program ekonomi produktif yang berdampak langsung pada masyarakat.
Sejak pertengahan 2024, Pemdes
Watukebo melalui program ketahanan pangan mengalokasikan dana desa untuk
kegiatan beternak ayam petelur. Pemdes membangun kandang yang mampu menampung ribuan
ayam. Mereka memulai dengan membeli bibit dan pakan, lalu membesarkannya dengan
pengawasan ahli.
“Modal awal kita 20 persen dari
Dana Desa, yakni sekitar Rp. 263 juta. Ini kita gunakan untuk membuat kandang,
membeli bibit ayam, dan pakan sampai kita bisa panen,” kata Hariyono.
Dalam pengelolaannya, Pemdes
Watukebo melibatkan kelompok peternak ayam petelur dan warga sekitar. Tujuannya
untuk peningkatan ekonomi, sekaligus transfer ilmu.
Selain warga bisa mendapatkan
penghasilan, mereka juga bisa belajar cara beternak ayam dari ahlinya, sehingga
ke depan program peternakan ayam bisa terus berkembang di Desa Watukebo.
“Saat ini ada 8 orang yang kita
libatkan untuk budidaya ayam di kandang. Memang masih sedikit, karena sistem
kandang kita sudah semi moderen sehingga tidak semuanya harus manual,”
harapnya.
Saat ini ada 1000 ayam petelur
yang diternak. Ayam tersebut mampu menghasilkan telur berkualitas tinggi dengan
potensi produksi mencapai 85%, atau rata-rata memproduksi 850 butir per hari.
Telur-telur yang dihasilkan
dimaksimalkan untuk program ketahanan pangan di desa. Baru sisanya akan dijual
ke pasaran. Rata-rata per bulan, desa ini mampu membagi 4000-5000 butir telur
kepada ratusan warga yang termasuk dalam kategori kelompok rentan. Seperti warga
miskin, lansia, ibu hamil, hingga balita stunting.
“Masing-masing penerima akan
mendapatkan 10 butir telur setiap bulannya. Pembagian dilakukan oleh
masing-masing kader saat posyandu,” urai Hariyono.
Selain kelompok rentan sebagai
penerima wajibnya, tak jarang saat ada kegiatan besar di desa, Pemdes juga
membagikan telur gratis kepada warga. Misalnya, saat kegiatan maulid nabi dan
pengajian akbar lainnya.
“Begitu juga saat ada warga yang
meninggal, biasanya desa ikut menyumbang telur untuk kegiatan pengajian di
rumah duka,” ujarnya.
Berjalan hampir satu tahun,
program tersebut menunjukkan progres yang positif. "Tahun ini sudah kita
anggarkan kembali sebesar Rp. 344 juta. Dana tersebut rencananya untuk
penambahan kandang dan pembelian 1.500 bibit ayam petelur. InshaAllah segera
kita realisasi setelah Dana Desa cair,” terangnya.
Program tersebut juga berdampak positif pada penurunan angka stunting di desa. Dari 57 balita stunting (2023) berkurang jadi 37 pada 2024. (humas/kab/bwi)