Kantor Kejaksaan Negeri Banyuwangi. (Foto : Fattahur/Doc)
KabarBanyuwangi.co.id - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi tengah melakukan penyelidikan dugaan pemangkasan Bantuan Langsung Tunai (BLT) jenis Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Bantuan BPUM tersebut merupakan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Kementerian Keuangan RI selama pandemi Covid-19.
Penyelidikan dilakukan menyusul adanya temuan dalam alur
penyaluran bantuan yang diusulkan dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan
Perdagangan Banyuwangi.
Penyaluran dana bantuan dari Kementerian yang bisa
dicairkan melalaui rekening Bank BRI dan BNI tersebut, diduga dipangkas oleh
oknum-oknum yang mengkordinir kegiatan tersebut.
Bantuan yang diterima pelaku UMKM itu dipotong sekitar Rp. 300 ribu, dengan
dalih untuk keperluan administrasi.
Untuk menyelidiki dugaan tersebut, Kejari Banyuwangi telah
memanggil pimpinan Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan (Diskopukmdag)
Banyuwangi, beserta pihak terkait lainnya untuk menjalani klarifikasi.
Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Mohammad Rawi
membenarkan jika pihaknya telah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi
dalam kegiatan program BPUM.
"Memang kita tengah melakukan penyelidikan atas dugaan
korupsi dalam penyaluran program BPUM,” ujar Kajari Banyuwangi, Mohammad Rawi
saat dikonfirmasi awak media, Senin (13/9/2021).
Rawi mengungkapkan, penyalur bantuan ini adalah perbankan
yakni antara Bank BRI dan BNI. Dari kedua bank tersebut, pengajuan bantuan juga
memiliki model atau cara sendiri-sendiri.
Penyaluran dari Bank BNI dilakukan menggunakan jasa
manajemen Permodalan Nasional Madani (PNM) yang memiliki program kemitraan
berupa penyaluran dana kemitraan yang ditujukan kepada pelaku UMKM.
"Jadi, penerima BLT itu diajukan oleh PNM ke BNI, baru
dicairkan langsung ke penerima bantuan. Itu model yang pertama," kata
Rawi.
Model yang berikutnya, lanjut Rawi, dari Bank BRI yakni
nasabah atau penerima diajukan langsung oleh BRI dan ada juga yang diusulkan
oleh Dinas Koperasi setempat.
"Yang kita temukan adanya dugaan korupsi ini,
penyaluran yang diusulkan oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan
Banyuwangi,” ungkapnya.
Seluruh pengajuan tersebut, masih kata Rawi, sebenarnya
sama-sama diajukan ke Kementerian. Namun, dalam usulan yang diusulkan secara
mandiri tersebut dipandu oleh koordinator lapangan (Korlap).
"Korlap yang mencari para pelaku UMKM, mereka yang
membimbing dan mengusulkannya,” bebernya.
Ketika hendak pencairan, ternyata ada potongan yang
mencapai Rp 300 ribu setiap penerima. Setelah dipotong, oknum korlap ini
barulah melaporkan dan menyetorkan uang tersebut.
”Kita belum bisa berikan keterangan semuanya, karena kita masih
mendalami dugaan tersebut,” pungkasnya.
Plt Kadiskopukmdag Banyuwangi, Nanin
Oktaviantie saat diwawancarai di halaman Kejari Banyuwangi. (Foto: Fattahur)
Terpisah, Plt Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan
Perdagangan Banyuwangi, Nanin Oktaviantie mengaku pemanggilannya tersebut tidak
ada kaitannya dengan pemotongan.
Pihaknya dari mulai pukul 09:30 WIB hingga pukul 16:00 WIB,
dipanggil Kejaksaan hanya sebagai saksi untuk klarifikasi terkait kegiatan
BPUM.
"Hanya untuk klarifikasi saja, dimintai keterangan
seperti mengenai mekanisme penyaluran BPUM, prosedurnya mulai tahun 2020 sampai
2021, persyaratannya seperti apa, ya kayak gitu-gitu aja," katanya.
Nanin mengatakan, pengajuan bantuan sejak tahun 2020
dilakukan melalui link pendaftaran secara online yang selanjutnya dikirimkan ke
Kementerian.
"Kita hanya pakai link itu saja, kami hanya
memfasilitasi pengiriman data penerima bantuan ke Kementerian. Realisasi dan
pencairanya melalui perbankan," jelasnya.
Ia memastikan pihaknya tidak menunjuk koordinator ataupun
Korlap dalam penyaluran bantuan tersebut. "Kalau itu (koordinator) kita
tidak tahu ya. Yang jelas bukan bagian dari dinas. Kita hanya pakai link itu
saja," tegasnya. (fat)