Festival Perkusi Banyuwangi: Harmoni Musik Pukul Tradisional dengan Sentuhan Moderen Pemkab Banyuwangi

Festival Perkusi Banyuwangi: Harmoni Musik Pukul Tradisional dengan Sentuhan Moderen

Banyuwangi Percussion Festival. (Foto: humas/kab/bwi)

KabarBanyuwangi.co.id – Kabupaten Banyuwangi kembali menambah deretan event kreatifnya lewat Festival Musik Perkusi. Untuk pertama kalinya, festival ini digelar sebagai ajang pelestarian sekaligus inovasi kreativitas terhadap musik tradisional khas Bumi Blambangan yang dikenal dengan ritme cepat dan hentakan energik.

Musik perkusi Banyuwangi memiliki kekhasan tersendiri. Setiap pukulan menghadirkan semangat khas masyarakat pesisir yang dinamis. Ritmenya cepat, berpadu dengan hentakan alat musik tradisional seperti kendang, jimbe, rebana, dan gong kecil yang menghasilkan komposisi unik nan memikat.

Sebanyak empat grup perkusi tampil memeriahkan acara. Tiga di antaranya berasal dari Banyuwangi, yaitu Damar Art, Munsing (Musik Nada Using), dan JEB (Jiwa Etnik Banyuwangi). Ketiga grup lokal itu dimotori seniman muda jebolan kampus seni yang memadukan musik etnik Banyuwangi dengan unsur musik modern tanpa kehilangan identitas tradisi.

Baca Juga :

Irama perkusi yang selama ini identik dengan kesenian tradisi daerah seperti gandrung dan hadrah, disajikan dalam format baru yang lebih segar dan kekinian tanpa meninggalkan akar budayanya.

Seperti Damar Art, mereka tampil bersama penyanyi kondang asal Banyuwangi Vita Alvia. Membawakan salah satu karya berjudul “Bunga Bangsa” yang terinspirasi dari kekayaan alam dan budaya Banyuwangi yang dijuluki miniatur Nusantara. 

Festival ini juga menghadirkan tamu spesial, Ethno Ensemble dari Solo, beranggotakan mahasiswa dan alumni ISI Surakarta jurusan etnomusikologi yang berkolaborasi dengan mahasiswa ISI Banyuwangi.

“Lewat festival ini, kami ingin membuka ruang kolaborasi agar musisi muda Banyuwangi dapat berinteraksi dengan seniman dari luar daerah dan memperluas pengalaman mereka,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani. 

Bupati Ipuk menyatakan Banyuwangi selalu berupaya menjaga tradisi, namun dengan kemasan yang relevan bagi generasi muda. 

“Lewat festival perkusi ini Banyuwangi menegaskan diri sebagai daerah yang tidak hanya kaya budaya, namun juga kreatif dalam mengolahnya menjadi daya tarik wisata dan kebanggaan daerah,” kata Ipuk. 

Kelompok musik perkusi Ethno Ensemble dari Solo mengaku, tampil dalam ajang Banyuwangi Percussion Festival menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi mereka. 

Mereka menampilkan komposisi musik perkusi yang memadukan pola ritme janger khas Banyuwangi dengan sentuhan musik modern seperti rock dan genre kontemporer. 

Koordinator Ethno Ensemble Solo, Bondan, menilai Banyuwangi sangat pantas memiliki festival perkusi, karena daerah ini memiliki tradisi musik ritmis yang kuat, seperti kuntulan dan gamelan Banyuwangi, yang telah menginspirasi banyak musisi, termasuk dirinya dan rekan-rekannya di Solo.

“Kami sangat bangga sekali tampil di Banyuwangi. Bicara tentang perkusi, yang paling menyita perhatian dunia dan Indonesia adalah Banyuwangi. 24 tahun kami berdiri, yang pertama kami pelajari adalah Kuntulan. Dan sampai sekarang belum bisa,” kata Bondan. 

Festival ini tak hanya menarik masyarakat lokal, tetapi juga wisatawan mancanegara. Salah satunya Paul, turis asal Jerman yang datang bersama dua rekan senegaranya. Mereka sebelumnya telah mendaki Gunung Ijen dan menikmati pesona blue fire disana.

“Malam ini saya menyaksikan atraksi seni di Banyuwangi. Musiknya sangat menarik, budaya yang luar biasa. Kami sangat menikmatinya. Saya akan merekomendasikan teman-teman saya untuk datang ke Banyuwangi,” tutur Paul. (humas/kab/bwi)