Alunan angklung iringi kirab budaya Ruwat Rawat Singomanjuruh di Singojuruh, Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Desa/Kecamatan Singojuruh, terus
meneguhkan eksistensinya sebagai Bumi Angklung, sebuah identitas budaya yang
lahir dari kekayaan seni tradisional khas Banyuwangi.
Semangat pelestarian budaya lokal itu menggelora dalam
gelaran kirab budaya bertajuk “Ruwat Rawat Singomanjuruh”, yang sukses menyedot
antusiasme ribuan warga, pada Sabtu (14/6/2025).
Kirab budaya ini dimulai dari depan Kantor Desa Singojuruh
dan berakhir di Dusun Kemiren, menempuh rute sejauh hampir dua kilometer.
Sepanjang jalan, ribuan warga menyaksikan ragam atraksi
budaya dari sembilan dusun yang tampil dengan keunikan masing-masing.
Setiap dusun mengangkat tema tematik, seperti Labuh
Nggampung, Ketahanan Pangan, Singomanjuruh dan Mbah Marsan, Mudun Lemah, Ngosek
Ponjen, hingga Selamatan Watu Dakon.
Parade budaya ini bukan sekadar pawai hiburan, tetapi
menjadi ruang aktualisasi kearifan lokal dan semangat kolektif untuk menjaga
tradisi leluhur.
Ketua Jiwa Etnik Blambangan, Adlin Mustika Alam, menegaskan
bahwa Singojuruh memiliki warisan seni dan alam yang luar biasa, terutama dalam
seni angklung caruk maupun paglak, yang sejak 1940-an sudah hidup di tengah
masyarakat wilayah pasinan.
“Angklung caruk bukan hanya seni musik, tapi sudah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat,” ungkap Adlin, seniman muda Banyuwangi yang
kini aktif menggerakkan komunitas sanggar budaya lokal.
“Lewat kirab ini, kami ingin menunjukkan bahwa identitas
budaya kami masih kuat dan terus berkembang,” imbuhnya yang dipercaya menjadi
ketua panitia acara kirab itu.
Kirab budaya lokal ini suguhkan penampilan
tematik dari 9 dusun yang ada di Desa Singojuruh. (Foto: Istimewa)
Pemkab Banyuwangi melalui Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Taufik Rohman, menyampaikan apresiasi atas
inisiatif warga dalam merawat seni dan budaya asli daerah.
“Tidak salah jika Singojuruh kita tetapkan sebagai desa
tematik Bumi Angklung. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana Angklung
Banyuwangi bisa kembali dikenal luas, seperti dulu ketika setiap orang punya
hajat selalu menghadirkan angklung caruk sebagai hiburan utama,” ujarnya.
Kirab budaya ini membuktikan bahwa desa bukan sekadar ruang
administratif, melainkan pusat denyut budaya yang masih hidup. Jiwa Etnik
Blambangan tak hanya menjadi simbol, tapi kekuatan penggerak untuk menjaga jati
diri Banyuwangi melalui seni dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. (man)