MUI Banyuwangi Dukung Polda Jatim Larang Sound Horeg, Pemkab Diminta Tegakkan AturanMUI Banyuwangi

MUI Banyuwangi Dukung Polda Jatim Larang Sound Horeg, Pemkab Diminta Tegakkan Aturan

Ilustrasi sound horeg. (Foto: AI)

KabarBanyuwangi.co.id – Kebijakan Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) untuk melarang sound horeg mendapat dukungan luas. Salah satunya dari Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyuwangi.

Menurut Sekretaris Umum MUI Banyuwangi Barur Rohim, kebijakan tersebut harus juga ditegakkan di Kabupaten Banyuwangi.

“Apa yang jadi kebijakan Polda Jatim untuk melarang sound horeg ini, saya kira, harus juga ditegakkan di sini,” ungkap Barur, Sabtu (19/7/2025).

Baca Juga :

“Keputusan itu jadi panduan yang jelas bagi pihak kepolisian maupun pemerintah daerah di Kabupaten Banyuwangi untuk menerapkan larangan yang sama,” imbuhnya.

Pro-kontra suatu kebijakan, tambah Barur, merupakan sesuatu yang lumrah. Selama pengambilan keputusan berdasarkan pada mencegah kemudlaratan (kerusakan) dan mewujudkan kemaslahatan umum, maka tidak boleh ragu untuk menegakkannya.

“Saya kira, pihak kepolisian maupun Pemda, tidak perlu ragu. MUI Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa yang jelas. Mendasarkan atas kajian mendalam terhadap keharaman sound horeg,” tambah Barur.

Sebagaimana diketahui, MUI Jawa Timur telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg. Dalam fatwa tersebut diputuskan jika penggunaan sound horeg adalah haram.

Dari konsideran fatwa itu, mengutip sejumlah dalil syara (Quran, Hadits, hingga Qoul Ulama), peraturan perundang-undangan, hingga kajian akademik dari aspek kesehatan dan sosial.

“Ratifikasi atas kebijakan Polda Jatim ini harus segera diterapkan dalam bentuk peraturan yang kongkrit. Mengingat sebentar lagi memasuki bulan Agustus, banyak karnaval yang akan digelar. Dari pengalaman tahun kemarin, ini akan diisi oleh sound-sound horeg,” pintanya.

MUI tak menampik adanya perputaran ekonomi yang terjadi dari setiap pagelaran sound horeg. Namun, hal tersebut tak bisa dijadikan pertimbangan utama ketika menimbulkan dampak buruk yang nyata.

“Ekonomi memang penting, tapi untuk menggerakkan ekonomi ada banyak cara yang bisa ditempuh. Jika banyak mudlaratnya ya hindari,” tegasnya. (red)