(Foto: Humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id - Kabupaten Banyuwangi menggelar pagelaran busana “Banyuwangi Moslem Fashion Festival”. Event ini dijadikan para desainer sebagai momentum kebangkitan untuk berkarya pasca pandemi yang terekam dalam karya-karya mereka.
Sebanyak 54 rancangan busana muslim moderen dari sejumlah desainer Banyuwangi yang berkolaborasi dengan desainer nasional ditampilkan dengan apik oleh puluhan model termasuk model nasional, Zee Zee Shahab. Mereka berlenggak-lenggok di catwalk ponton dermaga yacht, Pantai Marina Boom Banyuwangi, Sabtu (23/10/2021).
Mereka berjalan menyusuri dermaga
dengan latar belakang deretan kapal yatch dan KRI Golok-688. Dari kejauhan juga
tampak latar belakang gedung tua yang disebut-sebut gudang milik Djakarta Lloyd,
sebuah perusahaan cargo yang berbasis pengiriman menggunakan kapal zaman
Belanda, kian menambah eksotis suasana.
Gelaran ini merupakan kolaborasi
Pemkab Banyuwangi dan Bank Indonesia (BI) cabang Jember. Pagelaran busana ini
dibuka langsung oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten
Masduki.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Selain dihadiri Bupati Banyuwangi
Ipuk Fiestiandani dan Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, Budi Hanoto, hadir
pula Wakil Bupati Sugirah, Kepala Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur, Sinarto; Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jatim, Mas
Purnomo Hadi; dan Kepala Perwakilan BI Jember, Hestu Wibowo.
Dalam ajang ini, empat desainer
dari Komunitas Desainer Banyuwangi (KDB) yakni Sanet Sabintang, Riski Esa Sauki,
Miftahul Ridho, dan Isyam Syamsi berkolaborasi dengan desainer nasional Wignyo
Rahadi. Termasuk desain busana rancangan anak-anak muda Banyuwangi yang telah
mengikuti program inkubasi fashion desain juga turut ditampilkan.
“Saya mengusung tema tewotsunaide,
dalam bahasa Jepang artinya bergandengan tangan. Tema ini menjadi inspirasi
bagi kami untuk saling bergandengan tangan kembali bangkit dari pandemi. Kami
yang sempat vakum selama pandemi, kini saatnya harus bangkit, harus bergerak,”
ujar Sanet Sabintang, salah satu desainer Banyuwangi.
Sanet sendiri menampilkan 10 busana
rancangannya. Enam desain menampilkan casual style dengan ‘look’ Jepang.
Sementara dua rancangan lainnya tampil lebih feminin yang diperagakan oleh
model nasional Zee Zee Shahab.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Hal yang sama juga dilontarkan oleh
Isyam Syamsi yang kali ini mengangkat tema ARUNIKA untuk karya busananya. Isyam
menyebut Arunika yang dalam Bahasa Jawa Kuno berarti Cahaya Matahari Pagi
Sesudah Terbit. Ini adalah simbol titik balik untuk bangkit dari kondisi
pandemi yang menyebabkan sektor kreatif pun terdampak.
“Kita sudah memasuki level 2 PKKM
yang memungkinkan kita bergerak, meski harus tetap taat pada protokol
kesehatan. Pandemi jangan membuat kita berhenti, seperti halnya sinar mentari
pagi, yang terus bergerak. Karya busana saya adalah sebagai simbol agar kita
jangan terlalu lama menunggu waktu yang tepat. Ini adalah saat yang tepat untuk
berkarya,” kata Isyam.
Isyam menampilkan busananya dalam
warna-warna yang cerah, perpaduan warna biru dan keemasan. “Warna-warna yang
aku tampilkan menyimbolkan bahwa hari tak selamanya kelam, dan langit tak
selamanya hitam,” ujarnya.
Apa yang dilakukan Banyuwangi mendapat
apresiasi dari desainer kenamaan, Wignyo Rahadi. Wignyo yang telah berkiprah
lebih dari dua dekade di industri fesyen nasional, dan juga dikenal senbagai
staf ahli Dewan Kerajinan Nasional.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Dia dikenal tekun mengangkat kain
tenun dalam karyanya. Pada MFF ini Wignyo menampilkan 10 rancangan busana
perpaduan batik Banyuwangi dan kain tenun nusantara.
“Pandemi kemarin membuat orang
menjadi khawatir bergerak, yang akhirnya berdampak pada aktivitas sosial
ekonomi kita. Moslem Festival di Banyuwangi ini menurut saya adalah katalisator
bagi UMKM untuk kembali bersemangat. Ini adalah kegiatan yang sangat baik,
sangat memotivasi pelaku usaha,” kata Wignyo.
Tidak hanya itu, menurut dia,
kegiatan ini akan membawa pergerakan ekonomi di daerah. “Pembelian kain
meningkat, sektor lain yang terkait juga akan bergerak, semangat desainer
terpompa dan akan memicu mereka untuk berkaya kembali. Jadi ini buka sekedar
event fashion saja,” ujarnya.
Wignyo juga mengapresiasi dibukanya
kelas inkubasi, yang didalamnya dia juga dilibatkan sebagai mentor. Inkubasi
sektor fashion ini diikuti 40 peserta yang terbagi dalam kelompook desain
fashion dan produksi pakaian jadi. Mereka mengikuti pelatihan selama dua pekan.
“Hasilnya sangat baik, tadi bisa
dilihat sendiri karya-karya mereka yang bagus. Dan ini adalah PR bagi kita
untuk terus mendampingi mereka agar bisa terus berkarya. Membuat event semacam
ini secara ajeg adalah salah satu cara untuk menjaga eksistensi dan membuka
pasar bagi mereka” kata Wignyo.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Sementara itu, Bupati Banyuwangi
Ipuk Fiestiandani menyampaikan terima kasih kepada BI yang telah bersinergi
mewarnai program inovasi pemulihan ekonomi di Banyuwangi. Salah satunya,
pergelaran BMFF ini.
“Ini adalah ikhtiyar untuk
membangkitkan kembali UMKM fesyen, sekaligus pariwisata Banyuwangi.
Alhamdulillah industri fesyen Banyuwangi terus tumbuh belakangan ini, terutama
batik. Tentu ini tak lepas dari dukungan BI yang begitu besar untuk
Banyuwangi,” kata Ipuk.
Saat ini, kata Ipuk, Banyuwangi
mulai mencoba masuk ke industri halal. Ada hampir 2 miliar penduduk muslim
dunia dengan total pengeluaran konsumen mencapai 2,2 triliun dolar. “Super big
market ini sayang sekali kalau tidak digempur oleh UMKM Banyuwangi,” ujarnya.
“Termasuk di dunia fesyen, pengembangan fesyen muslim juga sangat besar pasarnya. Jadi sangat tepat kiranya kolaborasi BI dan Banyuwangi untuk pengembangan fesyen muslim. Saat ini kita terus kembangkan sisi desain, kualitas produk, hingga marketingnya agar UMKM kita naik kelas,” ujarnya. (Humas/kab/bwi)