Para pelajar menyimak cerita wayang kulit dari budayawan senior Banyuwangi, Aekanu Hariyono tentang sejarah Blambangan. (Foto: Yudhi Anjar)
KabarBanyuwangi.co.id -
Festival "Banjoewangi Kolo Semono" yang digelar selama sepekan
(3-7/6/2024) di halaman kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
Banyuwangi berhasil mencuri perhatian masyarakat.
Sesuai dengan namanya, acara
yang membawa pengunjung kembali ke masa lampau ini juga menyuguhkan pameran
kerajinan klasik, kuliner tradisional, hingga pijat tradisional.
Dimulai dari pukul 08.00
hingga 21.30 WIB di tiap harinya, pengunjung antusias menikmati beragam
pertunjukkan seni budaya seperti tarian Jaranan, pertunjukan musik tradisional,
teater, dan berbagai lomba seru.
Menariknya, para pelajar
dari berbagai tingkatan turut larut mengikuti kegiatan yang membahas sejarah
dan budaya Banyuwangi tempo dulu. Agenda "Belajar di Museum" Itu
menghadirkan narasumber ternama seperti Aekanu Hariyono dan Hermina serta Gema
Budiarto dari Universitas Diponegoro.
Plt. Kepala Disbudpar
Banyuwangi, Taufik Rohman berharap, para pelajar dapat memanfaatkan kesempatan
emas ini untuk menyelami sejarah dan budaya Banyuwangi.
"Belajar tidak harus di
kelas, di museum pun bisa sambil berinteraksi langsung dengan benda
peninggalan," kata Taufik sapaan karibnya.
Dirinya menjelaskan, festival
ini juga menjadi kesempatan bagi masyarakat luas untuk mengenal lebih dekat
kekayaan budaya maupun kuliner tradisional di Banyuwangi.
"Mari ajak keluarga,
teman, dan tetangga untuk hadir di Banjoewangi Kolo Semono. Setiap harinya akan
ada kejutan penampilan dari seniman Banyuwangi yang sayang untuk
dilewatkan," ajak Taufik dalam sambutannya saat pembukaan, Senin
(3/6/2024).
Pengunjung turut padati Museum
Blambangan. (Foto: Yudhi Anjar)
Berkat event tahunan dalam
rangkaian Banyuwangi Festival (B-Fest) ini, jumlah pengunjung Museum Blambangan
yang berada di halaman kantor Disbudpar Banyuwangi itu pun mengalami
peningkatan signifikan.
“Dengan adanya acara ini,
masyarakat semakin tahu bahwa di Banyuwangi juga ada museum, karena sebagian
besar masyarakat tidak tahu kalau kami memiliki museum. Apalagi masyarakat yang
jauh dari kota,” ungkap Bayu Ari Wibowo, pemandu Museum Blambangan.
Museum Blambangan terhitung
meningkat sebanyak 30 persen dibanding hari-hari biasa. Kali ini, pengunjung
pun tak hanya terbatas pada pelajar sekolah atau kunjungan komunitas, tetapi
juga masyarakat umum.
Bayu membenarkan bahwa
sebagian besar masyarakat umum itu awalnya hanya berniat mengunjungi event
Banjoewangi Kolo Semono.
“Saya baru tahu di sini ada
museum. Senang rasanya bisa membaca sejarah sekaligus melihat benda
peninggalannya. Koleksinya juga cukup lengkap dan otentik, saya sepertinya mau
ke sini lagi ajak keluarga," terang Dinda, pengunjung asal Srono.
Diketahui, keberadaan Museum Blambangan memang menjadi salah satu inspirasi pameran Banjoewangi Kolo Semono. Destinasi wisata sejarah ini memiliki sebanyak 4.300 koleksi benda bersejarah yang terbagi ke dalam empat timeline besar, yakni era prasejarah, Hindu-Budha, Islam dan kolonial. (anj/man)