Dua Kali Lebaran Saat Pendemi di Hongkong, Sholat Ied Harus Sembunyi-SembunyiPekerja Migran Indonesia

Dua Kali Lebaran Saat Pendemi di Hongkong, Sholat Ied Harus Sembunyi-Sembunyi

Sholat Ied PMI di HongKong, dengan jaga jarak. (Foto: Kembang Ilalang)

KabarBanyuwangi.co.id - Bulan suci Ramadhan telah usai, para Pekerja Migran Indonesia (OMI) yang berada di perantauan masih menyisakan rasa sesak di dada.

Bagaimana tidak, gelombang pandemi yang belum tuntas, masih ditambah dengan banyaknya warga negara India yang terjangkit virus ini, semakin membuat traumatis bagi penduduk dunia.

Sehingga pemerintah Hongkong, kembali mewajibkan tes swab bagi Pekarja Migran Indonesia terhitung tanggal 1 Mei  2021 sampai tanggal 9 Mei 2011.

Baca Juga :

Sementara urusan visa, baik renew kontrak, pergantian majikan atau perpanjangan visa baru, pemerintah menetapkan pekerja migran harus mengikuti vaksinasi, diantaranya boleh memilih Biontech atau Sinovac.

Kewajiban itu, membuat perkerja migran harus membagi waktu antara peringatan hari buruh internasional dan tes swab dalam kurun waktu sangat singkat.

Padahal pekerja migran hanya libur pada hari minggu saja, sehingga membuat kerumunan yang sangat panjang ditambah cuaca Hongkong sangat panas dan bisa membuat dehidrasi.

Hanya untuk mendapatkan tes swab, mereka rela antri mulai pagi sampai malam hingga harus terlambat kembali ke rumah majikan.

Banyaknya korban berjatuhan karena covid, tentu  secara otomatis penduduk pribumi mensinyalir bahwa pekerja migran pembawa virus.


Keterangan Gambar : Usai sholat Ied hanya bisa Selfi dan harus masuk kerja normal. (Foto: Kembang Ilalang)

Seakan mereka membuat benteng pribadi, pandangan sinis serta perlakuan mereka terhadap pekerja migran, membuat ketidaknyamanan tersendiri.

Padahal virus tidak semua menyerang pekerja migran, dan itu sudah dibesar besarkan, lalu bagaimana dengan penduduk pribumi sendiri yang pengidap positif, kesenjangan itu sangat kentara sekali.

Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun kemarin, dimana seluruh pekerja migran tidak diizinkan untuk sholat ied. Namun kali ini penulis sempat ikut sholat ied, mekpiun jama'ah berpencaran, jaraknya sekitar satu setengah meter.

Sholat yang berlangsung di Victoria Park ini, dibagi dalam beberapa gelombang, setiap gelombang terdiri dari sekitar lima puluh orang.

Sholat ied yang setiap tahunnya dirayakan bersama, tahun ini dilaksanakan diam - diam agar tidak mengundang perhatian media sosial dan hukum.

Mikrofon tempat imam melaksanakan sholat, memakai volume kecil seakan kita sedang beraktivitas seperti libur. Sebagian pekerja migran yang melaksanakan sholat ied, juga tidak sedang libur.

Artinya mereka hanya mendapatkan waktu dua jam saja, lalu kembali pada aktivitas kerja normal. Meskipun demikian, banyak diantara warga pribumi yang memberikan selamat kepada kami setelah melaksanakan sholat hari raya. 

Tidak jarang pula, majikan yang mengerti tentang kondisi pekerja, juga memberi angpao merah walaupun mereka dan kami beda agama.

Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 13 Mei ini, sesuai hilal rukyah dan sidang isbat Kementrian Agama, sebagai acuan kami melakukan sholat ied walaupun dengan kondisi berbeda berada jauh dari keluarga.


Keterangan Gambar : Tahun ini tidak ada acara makan ketupat yang biasanya difasilitasi Kedutaan Indonesia. (Foto: Kembang Ilalang)

Kondisi gelombang covid, tidak libur dan dilakukan juga secara estafet dan diam-diam, tentu membuat sesak di dada. Hingga tak kuasa menahan airmata jatuh, saat kami berjabat tangan untuk sekedar memohon maaf. Namun inilah sebuah realita yang harus kami dan panjenengan semua hadapi.

Tanpa ada fasilitas pendukung dari pemerintah, tanpa ada ketupat seperti dahulu, tanpa anjangsana seperti halnya saat sebelum covid menerjang, karena takbirpun  dilakukan secara virtual, semalam juga semakin membuat hati tak menentu.

Semoga tahun ini adalah akhir dari gelombang covid, semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan suci ramadhan yang akan datang. Insya’allah tanpa ada kata gelombang covid kembali. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Akhir kata, tidak ada perjumpaan yang sangat indah di bulan nan fitrah ini, kecuali kata maaf. Semoga puasa kita kemarin menjadi berkah dan akhir dari Covid-19.

Akhirul kalam, saya haturkan minal aidin wal faizin mohon maaf lahir dan batin, selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah.

Cheung Sha Wan, (13-5-2021).

(Penulis: Tirto Arum, Pekerja Migran Indonesia di Hokong asal Cluring, Banyuwangi)