Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: KNKT Ungkap Pentingnya Akurasi ManifestPos SAR Banyuwangi

Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: KNKT Ungkap Pentingnya Akurasi Manifest

Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, saat dikonfirmasi awak media. (Foto: Firman)

KabarBanyuwangi.co.id – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sorot pentingnya akurasi pencatatan manifest penumpang dan kendaraan dalam insiden tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, saat dikonfirmasi awak media usai konferensi pers di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Selasa (8/7/2025) malam.

Menurutnya, keakuratan manifest sangat krusial karena berkaitan langsung dengan ketersediaan alat keselamatan di kapal.

Baca Juga :

“Memang pencatatan manifest tergantung operator, baik itu operator kapal maupun pelabuhan. Tapi keakuratan manifest itu penting karena berkaitan dengan jumlah alat keselamatan di kapal,” ujar Soerjanto.

KNKT akan melakukan investigasi lebih lanjut apabila ditemukan adanya perbedaan data manifest. Tujuan investigasi ini adalah untuk menggali akar persoalan dan memberikan rekomendasi perbaikan ke depan.

“Kami hanya mencari what-nya, apa yang harus dilakukan perbaikan ke depan, bukan how-nya. Itu tergantung operator karena ada aspek komersial, teknologi, maupun SOP masing-masing,” jelas Soerjanto.

Tak hanya soal manifest, KNKT juga akan mendalami proses perubahan fungsi KMP Tunu Pratama Jaya yang sebelumnya merupakan kapal jenis Landing Craft Tank (LCT) menjadi Kapal Motor Penumpang (KMP).

Investigasi akan mencakup dokumen-dokumen terkait untuk memastikan peralihan fungsi tersebut telah dievaluasi secara menyeluruh dan memenuhi aturan yang berlaku.

Soerjanto mencontohkan, kapal barang seperti LCT mungkin hanya memerlukan alat keselamatan untuk kru sekitar 20 orang.

Namun jika berubah menjadi KMP dengan kapasitas penumpang mencapai 70 orang, maka jumlah dan kelengkapan alat keselamatan juga harus menyesuaikan.

“Jumlah alat keselamatan harus melebihi 25 persen. Jadi kalau 70 orang, life jacket (baju pelampung) harus sekitar 90 buah. Untuk rakit penyelamat (liferaft), jika per rakit muat 25 orang, maka harus ada minimum 5 rakit,” tegas Soerjanto.

Pihaknya juga berharap, melalui hasil investigasi ini, tidak akan ada lagi perbedaan data manifest maupun kekurangan alat keselamatan di kemudian hari. Semua pihak diharapkan lebih disiplin demi menjamin keselamatan pelayaran. (man)