Pengadilan Negeri Banyuwangi. (Foto: Fattahur)
KabarBanyuwangi.co.id - Seorang hakim di Pengadilan Negeri
Banyuwangi yang mengadili praperadilan terhadap pria berinisial KW asal
Banyuwangi, dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA). Hakim tersebut
dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Kuasa Hukum KW, Ronald Armada mengatakan, laporan tersebut
berkaitan dengan putusan Majelis Hakim dalam perkara praperadilan dengan nomor
perkara 2/Pid.Pra/2021/PN.Byw yang dinilai tidak ada keadilan dan adanya
kejanggalan.
Dalam perkara tersebut, Hakim memutuskan bahwa SP3 Polresta
Banyuwangi dengan nomor S-TAP/5/III/RES/1.11/2021/Satreskrim tertanggal 12
Maret 2021 atas kasus tindak pidana yang dilakukan oleh KW adalah tidak sah dan
memerintahkan Polresta Banyuwangi untuk melanjutkan penyidikan terhadap Laporan
Polisi Nomor
LP/89/III/RES.1.11/2020/SPKT Resta Bwi tanggal 2 Maret 2020.
Ronald mengatakan, putusan praperadilan oleh Hakim PN
Banyuwangi itu dianggap banyak penyimpangan dan mengabaikan empat keterangan
ahli yang menyatakan perkara kliennya adalah perkara perdata. Sehingga pihak
kepolisian mengeluarkan SP3 terhadap penyidikan atas laporan dugaan pelanggaran
pasal 372 dan atau 378 KUHP tentang penggelapan dan atau penipuan.
"Menurut klien kami, terkait putusan pra itu, hakim
mengabaikan alat bukti yakni perjanjian kerjasama serta mengabaikan keterangan
empat orang ahli yang berpendapat, jika ada perjanjian maka perkara pidana
kliennya masuk dalam ranah perdata," katanya.
Menurut Ronald, pra peradilan itu merupakan persidangan
yang hanya menguji atau menilai keabsahan prosedural yang dilakukan oleh
penyidik. Apakah prosedur yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian selaku
termohon sudah sesuai KUHP dan Peraturan Kepolisian atau belum, bukan masuk
dalam materi substansi perkara dan pertimbangan hukumnya. Tetapi, hakim masuk
ke dalam materi sustansi perkara, sehingga kliennya merasa hakim telah
menyalahi kewenangan hakim praperadilan.
"Klien kami keberatan, karena dalam pertimbangannya
Hakim justru masuk ke materi substansi perkara, dan ini tidak sesuai secara
hukum sehingga dianggap melebihi batas kewenangan atau overlapping,"
tegasnya.
Selain itu, lanjut Ronald, terkait perkara kliennya
tersebut sebenarnya telah diajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya sebelumnya. Dari hasil sidang perdata tersebut, dimenangkan oleh
kliennya. "Yang mana dalam perkara a quo, kerugian yang menjadi dasar
laporan 378 dan 372 KUHP tersebut oleh PN Surabaya dinyatakan tidak
terbukti," ungkapnya.
Ronald menjelaskan, sebenarnya perkara ini buntut dari laporan
rekan bisnis kliennya ke Polresta Banyuwangi dengan nomor
LP/89/III/RES.1.11/2020/SPKT Resta Bwi tanggal 2 Maret 2020 ke Polresta
Banyuwangi atas dugaan penipuan dan atau penggelapan. Keduanya selain menjadi
rekan bisnis juga masih memiliki hubungan keluarga.
Dari hasil pemeriksaan polisi, terdapat fakta bahwa dalam
perkara tersebut sebelumnya sudah ada hubungan kerjasama yang sudah dicover
melalui perjanjian kerjasama. Bahkan selama proses penyidikan, Kepolisian telah
memanggil 4 orang ahli hukum yang kesemuanya menyatakan perkara laporan
tersebut adalah wanprestasi dan menyatakan persoalan itu adalah perkara perdata
yang dinaikkan menjadi perkara pidana. Sehingga pihak Polresta Banyuwangi
mengeluarkan surat SP3, lalu SP3 tersebut dimohonkan praperadilan ke PN
Banyuwangi.
"Klien kami berharap, laporannya mendapat atensi dari
Mahkamah agung dan memberikan sanksi tegas kepada oknum hakim tersebut, agar
terjaga marwah dan kredibilitas hakim di mata para pencari keadilan,"
imbuhnya.
Sementara itu, Humas PN Banyuwangi, Agus Pancara
dikonfirmasi melalui teleponnya membenarkan adanya laporan yang ditembuskan ke
PN Banyuwangi pada Senin (15/11/2021).
"Tadi memang ada tembusan ke PN Banyuwangi terkait
laporan saudara Karno. Laporannya ditujukan ke Bawas dan MA. Jadi, itu
tergantung MA dan Bawas untuk membentuk tim pemeriksa atau sekedar
klarifikasi,” ujar Agus.
Menanggapi soal putusan dari Majelis Hakim, kata Agus, itu
merupakan kewenangan majelis hakim yang menyidangkan. Karena, memang kewenengan
hakim dalam memutuskan perkara.
"Terkait materi perkara, itu merupakan kewenangan
hakim yang bersangkutan, kami selaku Humas tidak bisa membicarakan soal itu.
Humas hanya menyampaikan hal-hal yang sifatnya umum," jelasnya. (fat)