Ipuk Fiestiandani Azwar Anas menemui dan bersalaman dengan warga. (Foto: Dok Tim Ipuk-Sugirah)
KabarBanyuwangi.co.id - Tim advokasi pasangan calon nomor urut 2 di Pilkada Banyuwangi 2020, Ipuk Fiestiandani dan Sugirah, menyampaikan sejumlah argumentasi dan bukti yang mematahkan tudingan paslon 01 Yusuf Widyatmoko – Riza Aziziy dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/2/2021). Dalam persidangann yang disiarkan secara virtual itu, Ipuk-Sugirah menjadi pihak terkait.
”Ya, kami tadi memaparkan bukti-bukti, juga dasar hukum, yang mematahkan dalil pemohon (Yusuf-Riza), sehingga kami yakin gugatan 01 tidak dapat diterima MK,” ujar kuasa hukum Ipuk-Sugirah, Wakit Nurohman, saat dihubungi seusai sidang.
Wakit menjelaskan, setidaknya ada dua poin pokok yang
disampaikan. Pertama, bahwa Yusuf-Riza tidak memiliki kedudukan hukum (legal
standing) dalam sengketa Pilkada Banyuwangi karena selisih perolehan suaranya
melampaui ambang batas yang telah ditetapkan dalam Pasal 158 UU 10/2016 tentang
Pilkada.
”Fakta hukumnya jelas bahwa selisih suara antara pemohon
dan pihak terkait adalah 40.734 suara atau hampir 10 kali lipat dari ketentuan
ambang batas selisih yang bisa disengketakan dalam konteks hasil Pilkada
Banyuwangi, yaitu 4.185, yang ini mengacu pada Lampiran V Peraturan MK 6/2020,”
ujar Wakit.
Wakit menambahkan, sesuai hasil Pilkada yang telah
ditetapkan KPU, Ipuk-Sugirah meraih 438.847 suara, sedangkan Yusuf-Riza
398.113. Selisih di antara keduanya adalah 486 persen. Sesuai UU 10/2016,
ambang batas selisih yang bisa disengketakan untuk daerah dengan populasi
penduduk di atas 1 juta jiwa seperti Banyuwangi adalah 0,5 persen.
Artinya, sesuai hasil tersebut, Pilkada Banyuwangi bisa
disengketakan jika selisih suara di antara dua paslon maksimal 4.185 suara. Yusuf-Riza
juga tidak mampu menjelaskan berapa hasil penghitungan suara yang benar menurut
mereka, dan hanya memaksakan diri untuk menolak hasil Pilkada.
”Padahal, dalam Peraturan MK jelas disebutkan bahwa
semestinya pemohon, dalam hal ini Yusuf-Riza, harus mampu menunjukkan hasil
penghitungan suara yang benar menurut pemohon. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
hanya asal menolak hasil Pilkada tanpa mampu membeberkan argumentasi hukum yang
jelas,” tambah Wakit.
Wakit juga mengingatkan semua pihak bahwa dalam Pilkada
Banyuwangi, tidak ada penolakan berita acara penghitungan suara di seluruh TPS,
baik oleh saksi pemohon maupun pihak terkait. Poin kedua, lanjut Wakit, adalah
terkait tudingan-tudingan yang tidak berdasar. Misalnya soal bansos Covid-19
yang dituding Yusuf-Riza telah ditempeli stiker Ipuk-Sugirah.
”Fakta hukumnya, bansos Covid-19 hanya ditempeli logo
Pemkab Banyuwangi. Itu semua orang tahu. Kalau ditempeli stiker paslon, sudah
viral sejak Pilkada kemarin. Ini tudingan yang mengada-ada,” tegas Wakit.
Wakit juga mengingatkan bahwa pemohon adalah petahana wakil
bupati, yang justru diuntungkan dengan kinerja Pemkab Banyuwangi. Pemohon dalam
kapasitasnya sebagai wakil bupati juga kerap terlibat dalam pembagian bansos
Covid-19 menggunakan fasilitas pemerintah.
”Pemohon sebagai petahana Wakil Bupati pasti juga paham
bahwa penyelenggaraan pemerintahan harus tetap berjalan, dengan ada atau tidak
ada Pilkada. Apa karena Pilkada lalu pemerintahan dan pembangunan berhenti?
Yang rugi kan masyarakat,” ujarnya.
”Lagipula, dari beberapa tudingan Yusuf-Riza, seperti
pavingisasi di Sempu, insentif guru ngaji di Kabat, pengaspalan jalan di
Wongsorejo, semuanya sudah masuk APBD yang prosesnya diketahui Badan Anggaran
DPRD dan Tim Anggaran Pemda dengan pemohon yaitu Pak Yusuf berada di dalamnya
sebagai Wakil Penanggung jawab tim Anggaran Pemda,” imbuh Wakit.
Wakit menegaskan, semua tudingan yang disampaikan
Yusuf-Riza sama sekali tidak berdasar. Contoh lainnya soal acara pada 7 Oktober
2020 di pendopo yang disebutkan mengundang tokoh lintas agama yang kemudian
diberi masker Ipuk-Sugirah dan berpose salam dua jari.
”Faktanya, itu kegiatan memperkuat protokol kesehatan
khususnya di rumah ibadah. Dan tidak ada pembagian masker. Yang ada salam 3
jari yang dikenal sebagai salam Banyuwangi oleh masyarakat luas, bukan salam 2
jari. Tudingan mereka mengada-ada,” tegasnya.
”Demikian pula misalnya tuduhan ada spanduk maupun stiker
paslonn di lokasi pavingisasi di Sempu sama sekali tidak benar, karena memang
tidak ada di tempat pengerjaan paving tersebut,” imbuh Wakit.
Tidak Terbukti di Bawaslu
Wakit menjelaskan, Pilkada Banyuwangi secara umum berjalan
lancar. Dalam perjalanannya, ada saling lapor oleh kedua kubu melalui proses
penegakan hukum oleh instansi berwenang, mulai Bawaslu, KPU, dan Sentra
Gakkumdu (Kepolisian dan Kejaksaan).
”Jadi dua paslon ini saling lapor. Dan semua sudah jelas
bahwa tudingan yang dilayangkan paslon 01 tidak terbukti menurut Bawaslu maupun
Sentra Gakkumdu,” ujarnya.
Dia menilai, paslon 01 mencampur-adukkan kewenangan MK dan
Bawaslu. Sesuai UU, MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pemilu.
Adapun sengketa proses, pelanggaran dan/atau tindak pidana Pemilihan menjadi
domain Sentra Gakkumdu, yaitu Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.
”Dengan berbagai fakta dan dasar hukum itulah, kami yakin
gugatan Yusuf-Riza tidak dapat diterima oleh MK,” pungkasnya. (red)