Sanggar Jiwa Etnik Blambangan sukses gelar pertunjukkan bertajuk “Paglak Menyingsing, Senja Berkisah”. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Gelaran budaya bertajuk “Paglak Menyingsing, Senja Berkisah” bukan sekadar pertunjukan musik tradisional, melainkan upaya serius untuk menjaga keberlanjutan Angklung. Baik Angklung Caruk maupun Angklung Paglak di Banyuwangi.
Dipentaskan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Singojuruh pada Sabtu (31/5/2025) malam, acara ini menjadi puncak dari serangkaian kegiatan berfokus pada sosok maestro Angklung, Tohan (74) seniman sepuh yang telah mendedikasikan hidupnya bagi kesenian bambu tersebut.
Program ini
dimulai sejak awal tahun melalui Sarasehan Budaya bertema “Dari Bunyi ke Ide:
Membaca Tohan Maestro Angklung Paglak Banyuwangi”, yang digelar 8 Februari 2025
di Aula Warung Seblang, Singojuruh.
Forum
tersebut melibatkan berbagai elemen: akademisi, budayawan, seniman, hingga
pejabat, yang bersama-sama membedah peran strategis sang maestro dalam menjaga
kesenian rakyat.
Berlanjut
pada bulan April, Sanggar Jiwa Etnik Blambangan memproduksi film dokumenter
berjudul “Tohan: Pelaku Hidup Angklung Paglak” sebuah karya visual yang merekam
jejak hidup dan pengabdian. Bukan hanya sebagai pemain, tapi juga penghayat dan
penjaga warisan budaya.
Puncaknya,
pada 11 hingga 13 Mei 2025, digelar Program Residensi Intensif di rumah maestro
Tohan. Selama tiga hari, sebanyak 25 anak muda Banyuwangi belajar langsung dari
sang maestro.
Tidak hanya
mempelajari teknik bermain angklung, tetapi juga nilai-nilai filosofis,
sejarah, dan spiritualitas yang melekat dalam setiap denting bambu.
“Mbah Tohan
adalah ingatan hidup. Angklung Paglak berbicara melalui beliau tentang tanah,
musim, gotong royong, dan kehidupan yang bersahaja,” ujar Adlin Mustika Alam,
Ketua Sanggar Jiwa Etnik Blambangan, Minggu (1/6/2025).
Melalui
program difasilitasi Dana Indonesiana, didukung LPDP serta Kementerian
Kebudayaan RI, lahirlah upaya serius untuk memastikan ilmu dan filosofi sang
maestro yang tidak hilang ditelan waktu. Ini adalah bentuk pendokumentasian
yang tak sekadar merekam, tapi juga menghidupkan kembali.
Ketua Sanggar Jiwa Etnik Blambangan, Adlin Mustika. (Foto: Istimewa)
Salah satu
bentuk keberlanjutan tersebut hadir dari komposer muda Bagus Agustin, pemuda
asal Dusun Pasinan, Desa/Kecamatan Singojuruh yang mencoba menafsir ulang Angklung Paglak dalam
format baru.
“Ia
mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan musikal tanpa meninggalkan akar
identitas lokal. Sebuah bukti bahwa tradisi bisa tetap hidup dengan tumbuh dan
beradaptasi,” jelas Adlin.
“Gelaran ini menandai momentum penting. Tradisi tidak harus berhenti di masa lalu. Mbah Tohan telah menabur, dan kini giliran generasi muda menyingsingkan harapan,” tutupnya. (man)