MUI Banyuwangi Tanggapi Salat Jumat Ganjil GenapMUI Banyuwangi

MUI Banyuwangi Tanggapi Salat Jumat Ganjil Genap

Ketua MUI Banyuwangi, KH. Muhammad Yamin. (Foto: Fattahur/Doc)

KabarBanyuwangi.co.id - Berkembangnya informasi Dewan Masjid Indonesia (DMI) terkait pelaksanaan salat Jum'at dibagi menjadi 2 gelombang berdasarkan nomor ponsel ganjil genap di masa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh ulama di Kabupaten Banyuwangi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Banyuwangi KH. Muhammad Yamin yang mengatakan, pelaksanaan salat Jum'at menjadi dua gelombang tersebut perlu ada landasan hukum yang jelas.

"Dalam satu kampung saja, di dua masjid yang berbeda mengadakan Jum'atan itu saja masih multi tafsir, banyak perdebatan. Apalagi kok dalam satu masjid ada dua Jum'atan dengan aturan ganjil genap yang ditinjau berdasarkan nomer handphone," kata KH Muhammad Yamin, saat dikonfirmasi, Jum'at (13/8/2021).

Baca Juga :

Yamin menegaskan secara organisasi DMI tidak ada hubungannya dengan MUI. Oleh karena itu MUI sudah memberikan fatwa, masyarakat tetap bisa melaksanakan salat Jum'at disesuaikan dengan situasi dan kondisi Covid-19 di masing-masing daerah.

"Zona hijau misalnya, bisa melaksanakan salat Jum'at dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Apalagi yang zona kuning, itu yang kita pegang," tegasnya

Yamin menjelaskan, dalam regulasi yang dikeluarkan MUI zona merah tidak dianjurkan mengadakan kegiatan salat Jum'at. Masyarakat yang berada pada zona merah saat ini dianjurkan untuk mengganti kewajiban salat Jum'at berjamaah dengan salat dhuhur di rumah masing-masing.

Dia menghimbau agar para takmir masjid yang berada di Kabupaten Banyuwangi peka terhadap kondisi Covid-19 di wilayahnya. Sehingga bisa menyesuaikan pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengacu pada aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Oleh karena itu para takmir harus intens berkoordinasi dengan satgas setempat. Hal itu menjaga keselamatan kita bersama," jelasnya.


Ketua PCNU Banyuwangi, KH. Ali Makki Zaini. (Foto: Fattahur/Doc)

Terpisah, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi, KH. Ali Makki Zaini berpendapat, setidaknya ada beberapa sudut pandang terkait persoalan salat Jum’at dua gelombang yang diusulkan DMI tersebut.

"Karena lagi-lagi pemegang otoritas, soal peraturan otoritasnya itu tetap pemerintah. Kita akan menunggu bagaimana keputusan pemerintah," jelasnya.

Namun, lanjut pria yang akrab disapa Gus Makki ini menguraikan, jika dikaji dari segi hukum faqih, ulama berbeda pendapat. Ia mencontohkan, misalnya perbedaan sudut pandang ulama di satu desa atau kampung yang melaksanakan Jum’atan di dua masjid.

"Kalau pendapatnya ulama Hanabilah, ulama Mazhab Hambali ya boleh. Sama dengan persoalan satu masjid dibuat Jum’at dua kali. Ulama juga beda pendapat, ada yang memperbolehkan ada yang tidak," urainya.

Gus Makki mengapresiasi usulan yang diajukan DMI, karena dilihat dari segi penanganan penularan dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini sangat baik.

"Dari sisi solusi bagus, cuma apakah itu nanti menjadi sebuah aturan yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Agama atau tidak. Tapi sekali lagi, kalau dari sisi fiqih itu ulama beda pendapat. Ada yang memperbolehkan ada yang tidak," pintanya.

Diketahui, DMI mengeluarkan surat edaran menganjurkan masjid yang memiliki jumlah jemaah banyak hingga membludak ke jalan untuk menggelar Salat Jum’at dua gelombang berdasarkan nomor ponsel ganjil genap, yaitu gelombang pertama pada pukul 12.00 WIB dan gelombang kedua pada pukul 13.00 WIB. (fat)