KMP Yunicee sebelum tenggelam. (Foto: Istimewa/Doc)
KabarBanyuwangi.co.id - Kepolisian telah melimpahkan berkas penanganan perkara tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain sudah dilimpahkan, penyidik dari Korpolairud Baharkam memeriksa juga sudah memeriksa sekitar 40 orang saksi atas perkara tersebut. Pengiriman berkas perkara tersebut, dilakukan untuk meminta petunjuk jaksa dalam kelengkapan berkas.
"Penanganan perkara sudah kami limpahkan ke Kejagung,
kami masih menunggu petunjuk selanjutnya dari jaksa,” ujar Kasidik Korpolairud
Baharkam Mabes Polri, AKBP Nurhadi saat dikonfirmasi melalui telepon
selulernya, Kamis (12/8/2021).
Nurhadi mengatakan, pihaknya hingga kini masih menunggu
petunjuk. Jika masih ada yang kurang, pihaknya akan segera melengkapi berkas
perkara tersebut. ”Kita akan lengkapi apa saja kekurangan jika memang
dibutuhkan,” katanya.
Nurhadi menjelaskan, sebelum penetapan tiga orang tersangka
masing berinisial IS, NW, dan RMS, pihaknya juga sudah melakukan pemeriksaan
terhadap 40 orang saksi dalam perkara tersebut.
”Fakta jika melebihi overload atas pemeriksaan saksi dan
bukti yang sudah dikumpulkan,” terangnya.
Nurhadi menambahkan, satu orang tersangka memang dititipkan
ke Polresta Banyuwangi. Untuk penanganan selanjutnya, berkas perkara tersebut
menunggu petunjuk dari Kejagung. Jika memang harus dilimpahkan ke wilayah Bali
atau Banyuwangi.
”Yang jelas, kalau pelimpahan tersebut tergantung dari
Kejagung yang berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA),” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Syahbandar Korsatpel BPTD Pelabuhan
Ketapang, RMS mengaku kini dirinya telah mendapatkan bantuan hukum, kemarin
(12/8/2021).
RMS mendapatkan pengacara penunjukan dari pemerintah pusat
dan menjelaskan kepada penyidik Korpolairud Baharkam Mabes Polri. ”Baru ada
tindak lanjut bantuan hukum, meski saya rasa sudah terlambat,” ujarnya.
Menurut RMS, perannya sebagai Syahbandar Korsatpel BPTD
Pelabuhan Ketapang seluruhnya sudah dijelaskan. Selama ini, memang tidak pernah
melakukan pengecekan secara menyeluruh. Karena, jelas akan berdampak dan
mengganggu pelayanan lainnya.
”Kita tanda tangan surat persetujuan berlayar (SPB)
tersebut sebenarnya atas laporan dari Nahkoda kapal, karena nahkodalah yang
bertanggungjawab jika ada insiden kecelakaan di tengah laut,” ungkapnya.
Selama ini, jelas RMS, pihaknya sudah menjelaskan. Bahwa
SOP sesuai dengan UU RI nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran hanya melihat
berkas kelayakan berlayar. Jika memang dalam berkas tidak ada yang bermasalah,
maka kita berani memberikan tanda tangan.
”Yang memeriksa kelayakan kapal dalam berlayar tersebut
bukan kita, melainkan Marine Inspector,” paparnya.
Jika memang adanya dugaan overload, masih kata RMS, tidak
mungkin. Bahwa kabar kapal tersebut mengangkut muatan sekitar 229 ton lebih
itu, tidak benar. Karena kapal tersebut sempat menolak dua angkutan logistik.
”Kita memiliki bukti CCTV, dengan bukti CCTV tersebut
sebenarnya sudah menjadi fakta jika tidak ada overload. Namun, tetap saja ada
dugaan overload,” ungkapnya.
RMS menegaskan, selama dirinya tersandung kasus tersebut
hanya keluarganya yang membantu. Bahkan, yang menjadi penjamin penangguhan
penahanan terhadap dirinya juga pihak keluarga.
”Penjaminnya dari keluarga saya. Namu yang jelas, saya
hanya menjalankan tugas Negara,” akunya.
RMS berharap ada bantuan semaksimal mungkin dari
pemerintah. Ia juga berharap kedepannya tidak ada pejabat Negara yang
tersandung masalah sepertinya. ”Semoga saja tidak ada insiden lagi, dan tidak
ada pejabat negara yang terseret masalah," tutupnya. (fat)