Bupati Ipuk didampingi Ayung Notonegoro dari Komunitas Pegon tinjau pameran naskah kuno Banyuwangi. (Foto: Istimewa/Dok)
KabarBanyuwangi.co.id – Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia mengusung naskah kuno dari Kabupaten Banyuwangi untuk menjadi Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2024. Hal ini untuk memperteguh identitas keindonesiaan yang tak bisa terlepas dari dokumentasi masa silam.
“Kami berterima kasih atas program dari Perpusnas ini. Hal ini menjadi ikhtiar penting bagi Banyuwangi untuk memperkuat identitas dan budaya berbasis kekayaan masa silam,” ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Senin (6/5/2024).
Selama ini, lanjut Ipuk, Banyuwangi memberikan perhatian
terhadap upaya pelestarian naskah kuno dan praktik-praktik kebudayaan yang
mengitarinya.
“Melalui Perpustakaan Daerah, kami telah melakukan
pendataan, katalogisasi dan penerjemahan naskah-naskah kuno yang ditemukan di
Banyuwangi,” terangnya.
Setidaknya sudah ada enam buku berbasis naskah kuno
Banyuwangi yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten
Banyuwangi.
Buku tersebut antara lain Lontar Sri Tanjung, Lontar Hadis
Dagang, Katalog Naskah Kuno Banyuwangi(edisi I), Lontar Juwarsah, Katalog
Naskah Kuno Banyuwangi (edisi II), dan Candra Jagat.
Sementara itu, intuk tahun 2024 ini Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan Kabupaten Banyuwangi akan menerbitkan edisi transliterasi dan
terjemahan Lontar Yusup Murub Muncar.
“Buku-buku tersebut bisa dibaca langsung di perpustakaan
daerah atau bisa diakses di website Perpusda langsung,” terang Kepala Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Banyuwangi Zen Kostolani.
Selain upaya pelestarian pada naskahnya, di Banyuwangi juga
dilakukan penyelematan terhadap tradisi yang mengikutinya. Seperti halnya masih
kuatnya tradisi dan ritual pelantunan tembang berbasis naskah kuno yang dikenal
dengan mocoan (Osing) dan mamaca (Madura).
Hal tersebut sebagaimana diakui oleh Wiwin Indiarti,
peneliti naskah kuno Banyuwangi dari Universitas PGRI Banyuwangi. Tradisi
living manuscript di Banyuwangi masih terus dilestarikan. Di antaranya dalam
cara membaca dan menembangkannya.
“Bahkan, saat ini mulai bermunculan generasi muda belajar
mocoan yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam living manuscript. Seperti
halnya komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial,” paparnya.
Selain itu keberadaan naskah-naskah kuno di Banyuwangi juga
tidak bisa lepas dari tradisi pesantren yang menjadibagian penting dalam
mengintegrasikan Islam dan kebudayaan di daerah ini.
Menurut Ayung Notonegoro dari Komunitas Pegon,
pesantren-pesantren di Banyuwangi juga banyak menyimpan naskah kuno.
“Tidak semata naskahkeagamaan, tapi juga naskah-naskah
lainnya, seperti sastra dan sejarah. Di Komunitas Pegon sendiri tak kurang ada
50 naskah kuno yang berasal dari sejumlah pesantren di Banyuwangi,” terang
Ayung.
Banyuwangi sendiri merupakan satu-satunya kabupaten yang
mendapat program IKON dari Perpusnas. Lima daerah lainnya bertaraf provinsi.
Yakni, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi
Selatan.
IKON merupakan salah satu program Perpusnas bekerja sama
dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) untuk mencatat naskah kuno
secara nasional yang memiliki nilai penting bagi peradaban bangsa Indonesia.
Naskah kuno yang telah ditetapkan sebagai IKON akan diproyeksikan untuk
diusulkan menjadi Memory of the World (MoW), UNESCO.
Yusup Khoiri selaku Ketua Pelaksana Program Pengarusutamaan
Naskah Kuno Nusantara sebagai IKON di Kabupaten Banyuwangi, menjelaskan bahwa
pelaksanaan program tersebut terdiri atas beberapa kegiatan. Mulai dari
sosialisasi, diskusi, kajian dan seminar.
“Kegiatan akan berlangsung selama 2024 ini. Diawali dengan sosialisi pada 7-8 Mei ini. Kemudian disusul dengan kegiatan lainnya,”pungkas Yusup. (red)