Supaat Pribadi, peternak ayam petelur asal Kecamatan Songgon memberi pakan. (Foto: Rivani)
KabarBanyuwangi.co.id - Naiknya harga pakan yang dibarengi
dengan anjloknya harga telur dipasaran, membuat sejumlah peternak ayam petelur
di Kabupaten Banyuwangi mengeluh. Mereka mengalami kerugian hingga jutaan
rupiah dan berpotensi gulung tikar.
Supaat Pribadi (47), peternak ayam petelur asal Dusun
Sumberagung, Desa Sumberbulu, Kecamatan Songgon, mengaku mengalami kerugian
hingga 5 juta rupiah dalam sebulan.
Dengan adanya beban kenaikan harga pakan, sementara harga
telur yang turun per kilogramnya, membuat peternak kebingungan mensiasati biaya
operasional.
"Untuk harga pakan dulu Rp 330 ribu persetengah
kwintal. Kini naik Rp 18 ribu menjadi Rp 348 ribu persetengah kwintal,"
kata Supaat.
Masih kata Supaat, penurunan harga telur terjadi pada awal
bulan September ini. "Harga normalnya telur dulu mencapai Rp 20 sampai 22
ribu per kilogramnya. Tapi sekarang jadi hanya Rp 14 ribu saja,"
sambatnya.
Dalam mensiasati agar tidak mengalami kerugian secara
besar, dirinya harus mencapur sendiri pakan ternak yang akan diberikan pada
ayam petelur miliknya.
Dengan mencampur sentrat, jagung giling, dan katul dirinya bisa menekan pengeluaran operasional seminimal mungkin. "Sudah saya coba untuk mengurangi pakan ternak dan hasilnya malah membuat produksi telur menurun drastis, jadi kita malah makin merugi," ungkap Supaat.
Telur ayam hasil panen Supaat. (Foto: Rivani)
Dirinya menambahkan, biasanya dari 720 ayam petelur
miliknya, Ia mampu memanen hingga 33 kilogram telur setiap hari. Dengan omset
Rp 16 juta perbulannya, Ia harus menanggung biaya pakan hingga Rp Rp 13 Juta
setiap bulan.
"Saat ini dengan panen 33 kilogram setiap hari kita
memperoleh omzet sekitar Rp 13 juta-an. Sehingga kita harus melakukan penekanan
seminimal mungkin untuk pakannya," kata Supaat lagi.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten
Banyuwangi, Arief Setyawan mengatakan fenomena kenaikan harga pakan yang ada di
Banyuwangi berbeda dengan daerah lainnya. Mengingat ketika jagung sendiri
sebagai bahan pakan ternak juga mengalami kenaikan, peternak di daerah lain
mengeluh.
"Fenomenanya ini berbeda, jika di daerah lain itu para
peternak mencapur sendiri bahan pakan ternak dengan jagung, sehingga ketika ada
kenaikan harga jagung dikarenakan hasil panen jagung tidak mencukupi kebutuhan
peternak, mereka bersuara," cetusnya.
Sementara di Kabupaten Banyuwangi sendiri ketersediaan
jagung masih melimpah, sehingga kenaikan pakan tersebut terjadi karena sebagian
besar para peternak masih banyak menggunakan pakan sentrat.
"Sebagian mereka para peternak ayam petelur di
Kabupaten Banyuwangi tidak memanfaatkan jagung sebagai makan ternak dan hanya
mengandalkan sentrat. Sementara hasil panen jagung disini masih banyak,"
pungkas Arif Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi. (van)