Kualitas Program, Musrenbang Perempuan dan Anak, Disabilitas, Pemkab Banyuwangi
KabarBanyuwangi.co.id - Pemkab Banyuwangi menggelar forum rembug bersama kelompok perempuan, anak, dan penyandang disabilitas, Rabu (2/3/2022). Masukan dalam forum semacam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) itu akan menjadi bagian dalam program Pemkab Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyebutkan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk menggali permasalahan bagi kalangan perempuan, anak, dan disabilitas. Dari sana kemudian diharapkan bisa ada solusi dalam program-program pembangunan.
“Kita sengaja bikin semacam rembug
sektoral semacam ini, karena kesadaran Pemkab Banyuwangi bahwa butuh kebijakan
afirmatif untuk memperkuat pemberdayaan terhadap kaum perempuan dan penyandang
disabilitas, juga terkait perlindungan dan pengembangan SDM anak,” kata Ipuk.
“Sehingga ke depan kualitas program pembangunan terkait perempuan, anak, dan penyandang disabilitas bisa terus meningkat,” imbuh Ipuk.
Forum ini diikuti 50 peserta dari
berbagai unsur pegiat pemberdayaan perempuan, anak dan penyandang disabilitas.
Di antaranya organisasi perempuan berbasis keagamaan, seperti Aisyiyah,
Muslimat, Fatayat dan sejumlah perkumpulan perempuan lintas agama lainnya.
Selain itu juga hadir sejumlah akademisi, NGO, dan organisasi kemasyarakatan
yang terkait.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Dalam forum tersebut para peserta
fokus membahas lima isu utama. Yaitu kesehatan, pendidikan, infrastruktur,
pemberdayaan ekonomi, dan sosial. Salah seorang fasilitator, Ervina Wahyu,
menyoroti tentang pemberdayaan ekonomi perempuan. Salah satunya dengan
pelatihan entrepreneurship yang berkelanjutan.
“Agar perempuan memiliki
kemandirian secara ekonomi sehingga dapat membantu kesejahteraan keluarga.
Pelatihan harus dilakukan terus bertahap, jangan sepotong-potong,” ungkap
akademisi dari Untag Banyuwangi itu.
Selain itu, aktivis pendidikan
anak, Masfufah, menekankan tentang pendidikan bagi kalangan disabilitas. Dia
meminta Pemkab Banyuwangi untuk mengalokasikan beasiswa khusus bagi kalangan
disabilitas dan para siswa yang orang tuanya berkebutuhan khusus.
“Perlu juga pemkab memperhatikan
aksesibilitas penyandang disabilitas di perkantoran dan ruang publik,” ujar
Founder Yayasan Matahati yang bergerak dalam sekolah Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) itu.
Senada dengan Masfufah, penggiat
Disabilitas Motor Indonesia, Temon, menceritakan pengalamannya saat mengunjungi
sejumlah kantor instansi yang masih belum ramah penyandang disabilitas.
(Foto: Humas/kab/bwi)
Seiring dengan itu, aktivis
perempuan Emi Hidayati mengusulkan perlu adanya keterlibatan aparatur
pemerintah dari tingkat kabupaten hingga desa dalam menangani berbagai isu-isu
tersebut.
“Yang paling mendesak saat ini
adalah mengintegrasikan seluruh data tentang disabilitas, anak, dan perempuan
secara menyeluruh dari tingkat desa sampai kabupaten,” kata aktivis yang juga
pernah menjadi Ketua PC Fatayat NU Banyuwangi itu.
Sementara itu, Ipuk menegaskan bahwa dirinya memiliki komitmen penuh untuk memberi ruang dan akses bagi kalangan rentan ini. Mulai dari regulasi hingga implementasi program. “Banyuwangi telah memiliki sejumlah perda yang mengatur tentang disabilitas, anak, dan hak-hak perempuan. Ini akan terus kami pastikan dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Ipuk juga mengapresiasi segala aspirasi dan berbagai kajian yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. “Ini akan jadi acuan kami dalam menyusun program-program pemberdayaan perempuan, anak, dan disabilitas,” pungkasnya. (Humas/kab/bwi)