Wisatawan mancanegara ikut merasakan hangatnya tradisi Tumpeng Sewu di Desa Adat Kemiren. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan terasa kental dalam tradisi Tumpeng Sewu yang digelar warga Desa Adat Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Kamis (29/5/2025) malam.
Di bawah cahaya obor, ribuan warga Using Kemiren duduk bersila di pinggir jalan desa menghadap ratusan tumpeng atau nasi kerucut yang disajikan bersama pecel pitik tertata rapi di atas tikar berjejer.
Ritual ini diawali dengan prosesi Ider Bumi, arak-arakan
barong cilik (Anak-anak) dari arah ujung barat. Sementara barong lancing
(Dewasa) dari arah ujung timur kemudian keduanya bertemu di depan Balai Desa
Kemiren.
Setelah sesepuh desa membacakan doa, nasi tumpeng
langsung disantap bersama sanak keluarga, termasuk para tamu yang hadir di acara
tahunan tersebut.
Selain memikat ribuan warga lokal untuk mengikuti jalannya
acara, tradisi sakral ini juga memikat wisatawan mancanegara yang turut larut dalam
menikmati suasana.
Shandah, turis asal Italia, mengaku terharu dengan
keramahan warga. “Seperti berada di tengah keluarga besar,” ujarnya.
Sementara, wisatawan asal Belanda, Ayesha mengungkapkan
kekagumannya. “Ini bukan sekadar pertunjukan budaya, tapi pengalaman emosional
yang mengajarkan makna gotong royong,” katanya.
Warga
antusias menikmati sajian Tumpeng Sewu di sepanjang jalan Desa Kemiren, Glagah,
Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
Ketua Adat Using Kemiren, Suhaimi menyebut Tumpeng Sewu
sebagai bentuk syukur dan wujud doa masyarakat. Ia juga bangga tradisi ini
mampu menjadi jembatan budaya antarbangsa.
“Budaya lokal punya kekuatan menyatukan manusia dari mana pun mereka berasal. Ini bukan sekadar ritual. Ini cara kami berdoa, bersyukur, dan menjaga warisan leluhur tetap hidup,” ujar Suhaimi.
Diketahui, Tumpeng Sewu merupakan tradisi turun temurun syukuran dan doa keselamatan yang digelar sepekan sebelum Idul Adha. Sebelumnya, warga juga menggelar mepe kasur, tradisi menjemur kasur sebagai simbol tolak bala. (anj/man)