Rakor membahas persoalan pupuk subsidi di gedung DPRD Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Wakil Ketua DPRD Banyuwangi Michael Edy Hariyanto kembali menyoroti permasalahan ketersediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi ke petani di wilayah setempat.
Menyikapi persoalan tersebut, Michael bersama Komisi II DPRD melakukan rapat koordinasi dengan distributor pupuk se-Banyuwangi, perwakilan Pupuk Indonesia, Dinas Pertanian dan Pangan, serta Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan Banyuwangi.
Rakor yang digelar pada Kamis (24/1/2025) itu dilakukan
untuk mengurai masalah dalam pendistribusian pupuk bersubsidi. Michael juga
menyoroti alokasi pupuk subsidi di Banyuwangi yang belum mencapai 100 persen.
"Masalah ini semakin kompleks sejak diterbitkannya
Permentan Nomor 10 Tahun 2022, yang membatasi alokasi pupuk hanya 250 kilo per
hektare, sementara kebutuhan petani rata-rata mencapai 400 kilo per hektare,”
ungkapnya.
Menurut Michael, pembatasan alokasi menyebabkan
kelangkaan pupuk di tingkat petani. Padahal, masalah sebenarnya terletak pada
regulasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Politisi Partai Demokrat itu juga mengungkapkan persoalan
lain yakni, petani enggan mendaftar sebagai penerima pupuk bersubsidi melalui
sistem e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).
"Petani itu menganggap daftar di e-RDKK seperti
zaman kolonial, mau membeli pupuk subsidi saja harus pakai daftar, KTP dan
lainnya, padahal sistem tersebut untuk memperbaiki administrasi agar semakin
baik dan tertib," kata Michael.
Michael meminta Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi
untuk memperbarui data e-RDKK agar seluruh petani, baik tanaman pangan maupun
hortikultura, bisa mendapatkan akses pupuk bersubsidi.
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham
Juanda menyebut, pembaruan e-RDKK dilakukan setiap pertengahan tahun dengan
melibatkan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan kelompok tani.
"Pembaruan data penerima pupuk di e-RDKK dilakukan
hampir setiap pertengahan tahun," jelasnya.
Ilham menegaskan, petani di Banyuwangi memang bergantung
pada pupuk kimia. Sehingga, membuat unsur hara tanah menjadi menipis dan tidak
subur. Makanya, membutuhkan pupuk cukup banyak.
"Padahal, seharusnya jika kandungan hara tanah baik,
alokasi pupuk yang didapat telah mencukupi kebutuhannya. Namun, karena butuh
pupuk cukup banyak membuat petani merasa pupuk mengalami kelangkaan," kata
dia.
Sementara itu, Manajer Pemasaran Pupuk Indonesia Wilayah
Jatim III Sri Purwanto menyampaikan, Banyuwangi mendapat alokasi pupuk bersubsidi
tahun 2025 sebanyak 43.824 ton untuk jenis urea dan 35.276 ton untuk pupuk NPK.
"Saat ini sebanyak 1.300 ton urea dan 990 NPK telah
didistribusikan ke kios-kios untuk awal musim tanam. Sisanya akan disalurkan
secara bertahap. Jika alokasi 85 persen dari RDKK masih kurang, dinas bisa
mengajukan penambahan sesuai kebutuhan petani," tandasnya. (fat)