Festival Kebangsaan di Gesibu Blambangan, Banyuwangi. (Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Selain dikenal dengan wisata
alamnya, Banyuwangi juga dikenal dengan kemajemukan suku, budaya dan tradisi.
Berbagai kekayaan budaya dan tradisi dari suku-suku dan etnis tersebut, kembali
diangkat dalam Festival Kebangsaan yang digelar di Gedung Seni Budaya (Gesibu)
Blambangan,
Digelar selama 2 hari, mulai 15 hingga 16 November 2024,
tahun ini tema yang diangkat adalah ‘Kembang Setaman Harmoni Nusantara’. Tema
ini menggambarkan sebuah taman yang banyak ditumbuhi bunga warna-warni yang
elok dan indah untuk dilihat.
Tema tersebut bukan tanpa alasan. Warga Banyuwangi terdiri
dari berbagai suku, termasuk suku Using, Mandar, Jawa, Bali, Madura, serta
etnis Tionghoa dan Arab.
"Mengutip lirik dari lagu Umbul-umbul Blambangan,
Banyuwangi adalah tamansari nusantara yang berarti miniaturnya Indonesia.
Kerukunan ini kemudian kami bungkus dengan Festival Kebangsaan ini," kata
Plt. Bupati Banyuwangi Sugirah, Sabtu malam (16/11/2024).
Beragam seni budaya dari berbagai suku tersebut ditampilkan
dengan apik dalam sebuah panggung festival. Dihadiri pula berbagai tokoh
masyarakat, budayawan dan pemuda yang tergabung dalam Forum Pembauran Kebangsaan
(FPK).
“Beragam suku yang ada di Banyuwangi memperkaya tradisi
seni dan budaya Banyuwangi yang tentunya menjadi modal sosial untuk membangun
Banyuwangi. Kerukunan antar etnis Ini harus kita rawat dengan baik,” kata
Sugirah.
Banyak etnis lain, selain suku Osing, yang juga sarat
sejarah dan sampai saat ini masih eksis keberadaannya hingga kini.
Seperti Suku Tionghoa yang ada di Banyuwangi. Berasal dari
Fukien Selatan, mata pencaharian mereka adalah berdagang sesuai daerah asalnya.
Keberadaannya bisa ditelusuri di daerah pecinan, Karangrejo.
Selain itu juga ada Suku Mandar. Dikutip dari berbagai
sumber, para pelaut Mandar mulai berdatangan ke Banyuwangi, yang dulu disebut
Blambangan, mulai abad 18 hingga 19. Tujuan utamanya untuk berdagang.
Awalnya mereka tinggal di Ulupampang, yang sekarang dikenal
Muncar bersama para pedagang lain dari Bugis, Melayu, Tionghoa, dan Arab.
Kebijakan kolonial Belanda yang mengharuskan pemukiman berdasarkan etnis,
membuat mereka harus pindah. Mereka lalu mendiami pesisir Pantai Boom, yang
kini dikenal sebagai Kampung Mandar.
Plt. Bakesbangpol Banyuwangi Agus Mulyono, menjelaskan
selain malam puncak Festival Kebangsaan, sebelumnya juga digelar show
kebangsaan dan berbagai kegiatan menarik lainnya, seperti aneka kuliner khas
etnis, lagu-lagu daerah, tarian antar etnis hingga drama tari nusantara
"Kembang Setaman".
"Alhamdulillah di Banyuwangi sudah tercipta kerukunan
antar suku dan etnis dan Festival ini untuk memperkuat serta memelihara
silaturahmi antar etnis dan suku,” ujar Agus. (humas/kab/bwi)