Bupati Ipuk Fiestiandani tunjukkan produk dari Batik Kinnara Kinnari. (Foto: humas/kab/bwi)
KabarBanyuwangi.co.id – Sektor kreatif industri batik di Banyuwangi
terus tumbuh dan memiliki beragam jenis dengan segala motifnya. Dengan tetap
melestarikan warisan motif khas Banyuwangi, saat ini hampir setiap desa di
Banyuwangi terdapat industri batik dengan ide-ide kreatif motif yang beragam.
Salah satunya, batik Kinnara Kinnari. Industri batik yang
terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran itu, mengusung motif
filosofi ajaran Buddha. Seperti corak roda Dhamma, daun Bodhi, Teratai, dan
sebagainya.
Batik Kinnara Kinnari ini diproduksi oleh ibu-ibu Buddhis
yang tergabung dalam kelompok Panca Vihara.
“Awalnya kami mendapatkan pelatihan membatik di Vihara
tempat kami melakukan puja dharma. Dari sana, kami tercetus ingin membuat usaha
batik bersama,” ujar Indah Yuswaningtyas, salah satu penggagasnya, saat
dikunjungi Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di sela kegiatan Bunga Desa
(Bupati Ngantor di Desa) di desa tersebut, Selasa (26/6/2024).
Indah menceritakan usaha batik tersebut dimulai sejak tahun
2020 dengan melibatkan banyak perempuan Buddhis dari desa setempat.
Indah menambahkan, Kinnara Kinnari diambil dari nama Dewa
Dewi Keharmonisan. “Harapannya ini bisa membawa berkah dan kebaikan bagi
semuanya,” ungkapnya.
Sejak berdiri mereka konsisten mengangkat corak-corak
Buddhis dalam karyanya. Menurut mereka, ini adalah cara untuk terlibat dalam
menghidupkan ajaran Buddha.
Berjalan tiga tahun, kelompok ini telah memproduksi
sedikitnya 25 corak yang mengkombinasikan batik tradisional Banyuwangi dengan
motif Buddhis. Batik produksi mereka telah merambah ke pasar nasional, melalui
penjualan online. Per lembar kain batik dibanderol dengan harga Rp. 135-150
ribu.
“Jika ditotal sudah ribuan yang terjual. Vihara-vihara dari
seluruh Indonesia sudah pernah memesan batik Buddhis kami,” ungkap Indah.
Bupati Ipuk mengapresiasi kelompok perempuan Buddhis
tersebut. Menurut Ipuk, selain sebagai dharma mereka, usaha batik Buddhis
menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi, khususnya bagi kaum perempuan.
“Ini salah satu upaya peningkatan kemandirian ekonomi.
Ibu-ibu rumah tangga diberdayakan menjadi perajin batik sehingga memilki
penghasilan untuk menambah pendapatan keluarganya,” kata Ipuk.
Dalam kesempatan itu, Ipuk juga menyerahkan surat
rekomendasi untuk memfasilitasi pengurusan hak kekayaan intelektual (HKI)
produk batiknya. Hal ini untuk memperoleh perlindungan secara hukum atas karya
mereka.
“HKI penting agar produk yang kita buat tidak diakui oleh pihak
lain. Dengan HKI, daya saing dan jangkauan pasar juga lebih meningkat,” tambah
Ipuk. (humas/kab/bwi)