Anton Kuswoyo mendiversifikasi pangan dengan membudidayakan tanaman sorgum. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id, Jakarta - Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyebutkan masalah ketahanan pangan harus menjadi perhatian semua pihak, karena lahan persawahan untuk padi terus menyusut. Sementara gandum menjadi komoditas yang langka juga mahal akibat perang.
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap impor komoditas pangan harus segera dicari solusinya.
"Meskipun padi dan jagung ditanam secara lokal, namun
belum mencapai swasembada. Apalagi gandum yang belum ditanam di
Indonesia," kata KH Chriswanto Santoso, dalam keterangan tertulisnya yang
diterima KabarBanyuwangi.co.id, Kamis (28/7/2022).
Menurut Chriswanto, DPP LDII menempatkan ketahanan pangan
sebagai salah satu program strategis yang biasa disebut delapan bidang
pengabdian LDII untuk bangsa. Pihaknya telah mendorong warga LDII berinovasi
dalam bidang pertanian, baik dengan digitalisasi pertanian maupun diversifikasi
pangan.
Warga LDII, kini giat membudidayakan tanaman sorgum, yang
menjadi lima makanan pokok dunia selain padi, jagung, gandum, dan barley.
Tanaman tersebut dikembangkan oleh Ketua DPD LDII Kabupaten Tanah Laut (Tala),
Kalimantan Selatan (Kalsel), Anton Kuswoyo.
Menurutnya, diversifikasi atau penganekaragaman adalah
suatu cara untuk mengadakan lebih dari satu jenis barang/komoditi yang
dikonsumsi. Hal tersebut sebagai upaya, agar masyarakat tidak tergantung pada
satu jenis makanan pokok, yakni padi.
“Latar belakang melakukan diversifikasi pangan adalah
mengingat pentingnya ketersediaan pangan bagi setiap orang. Tanpa pangan yang
cukup, semua orang tentu akan sulit untuk mempertahankan hidup dan kehidupan,”
ujar Anton Kiswoyo.
Hingga saat ini, mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi
padi (nasi). Bahkan persentasenya mencapai 97 persen dari seluruh penduduk
Indonesia. Sedangkan jumlah sawah tiap tahun justru mengalami penurunan
drastis.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan luas lahan
baku sawah, baik yang beririgasi teknis maupun non irigasi mengalami penurunan
rata-rata seluas 650 ribu hektare per tahun.
Menurutnya, sorgum merupakan bahan pangan alternatif pengganti
karbohidrat. Kandungan karbohidrat mencapai (74.63 gr/100gr bahan) lebih tinggi
daripada gandum (71.97 gr/100 gr bahan) dan peringkat ketiga setelah padi
(79.15 gr/100 gr bahan), dan jagung (76.85 gr/100 gr bahan).
“Sorgum dapat dijadikan pangan pokok selain padi, karena memiliki
keunggulan dibandingkan padi dalam hal kemudahan budidaya. Sorgum juga dapat
dibudidayakan di lahan kering yang tidak terlalu subur. Berbeda dengan padi
yang memerlukan lahan subur dan umumnya lahan persawahan,” jelasnya.
Dikutip dari buku "Sorgum Tanaman Multi Manfaat",
sorgum yang mirip dengan jagung termasuk tanaman serealia yang cocok untuk
dikembangkan di Indonesia, memiliki iklim tropis, khususnya pada daerah-daerah
yang tingkat kesuburan tanahnya rendah.
Sedangkan di Kabupaten Tala, selama ini sangat cocok
ditanami jagung, "Tala termasuk daerah lumbung jagung nasional. Jika
jagung saja cocok, apalagi sorgum," ungkap Anton yang juga Dosen Prodi
Teknologi Pakan Ternak, Politeknik Negeri Tanah Laut.
Menurut Anton, cara memasak sorgum pun mirip dengan memasak
beras. "Tidak seperti jagung yang harus diolah terlebih dahulu sebelum
dimasak menjadi nasi jagung. Kalau biji sorgum, bisa langsung dimasak
menggunakan magic jar seperti nasi," paparnya.
Selain itu, alasan kedua ialah batang dan daun sorgum dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia (kambing dan sapi). Bahkan
kandungan nutrisinya pun sangat baik bagi kambing maupun sapi.
Ide membudidayakan sorgum inilah yang juga melatarbelakangi
Anton melanjutkan pendidikan program doktor Ilmu Nutrisi dan Pakan di Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).
"Riset saya adalah tentang strategi budidaya sorgum,
dan mengombinasikan sorgum dengan tumbuhan lokal, serta limbah pertanian
menjadi pakan kambing. Jadi batang dan daun sorgum untuk pakan kambing,
sedangkan bijinya untuk pangan manusia," katanya.
Tidak hanya sebatas riset, Anton pun bertekad untuk membuat
berbagai produk olahan dari biji sorgum ini. Bahkan kedepannya dirinya akan
gencar menyosialisasikan sorgum kepada masyarakat luas, agar masyarakat
terbiasa mengonsumsi sorgum.
"Saya sudah mencoba makan nasi sorgum. Ternyata
rasanya enak. Yang tidak kalah pentingnya ialah, kandungan nutrisinya juga
mencukupi bagi tubuh. Bahkan sorgum ini sangat cocok dikonsumsi bagi penderita
diabetes sebagai pengganti nasi," pungkasnya. (red)