Kenangan, saat sampai di pantai Watudodol (15 km sebelum Banyuwangi) Tahun 1977. (Foto: Dok/pribadi Bambang Sutejo)
KabarBanyuwangi.co.id - Singkat cerita, selang beberapa bulan kemudian, tepatnya sekitar akhir Nopember 1977 selepas menempuh ujian akhir di SPMA Negeri Tanjung, Malang, aku berniat mengembalikan sepeda yang dikirim Bapak ketika aku masih kelas 1, yakni pada akhir 1975.
Sepeda laki merk Fongers buatan Belanda tersebut, sebelumnya aku butuhkan untuk transportasi saat praktek budidaya peternakan di SNAKMA Negeri Malang di Jalan Veteran (dekat Taman Makam Pahlawan/TMP) Kota Malang. Jaraknya sekitar 7 kilometer dari tempat kostku di Jl. Ichwan Ridwan Rais (Tanjung) No.47E, Malang.
Sebelum ada sepeda, pergi ke SNAKMA aku biasanya naik bemo
roda tiga atau berboncengan dengan teman lainnya. Seminggu sekali, aku
mengikuti praktek peternakan di SNAKMA. Itu rute rutin yang aku lalui dengan
bersepeda selama aku sekolah di SPMA Malang antara 1975-1977.
Selebihnya, sepeda saya gunakan untuk berkeliling memutari
kota Malang saat hari minggu atau libur, termasuk ke pasar besar untuk beli
buah dan duduk santai di tengah alun-alun atau depan masjid Jami’ Kota Malang.
Nah, pada suatu siang selepas ujian nasional aku bertemu
beberapa teman di halaman dalam sekolah. Aku ngobrol dan menanyakan ke mereka
di mana ada perusahaan jasa pengiriman barang, untuk mengirimkan sepeda ke
Banyuwangi.
Mendengar pertanyaanku, beberapa temanku tidak menjawab.
Bahkan mengolok-olok. “Laopo ditumpakno sepur utawa truk...ditumpaki ae
(untuk apa dinaikkan kereta atau truk…dinaiki sendiri aja),” kata Budi Sucahyo.
“Wadhuuuh...ediaaan ta kowe (gila ta
kamu)..,”jawabku. “Lho ini serius..kenapa tidak? kalo kamu mau..ayoo.. ini
teman-teman siap menemani,” kata mereka.
“Ojo ngajak guyon koen...modyaar aku (jangan ngajak
becanda kamu..gak kuat aku)..” “..Lho Mbang arek-arek serius iki…sueer,”
kata Rudi Priyanto, temanku yang lain menandaskan. “Kalo ngak percaya,.. tanya
Puguh.”
Diantara teman-temanku seangkatan, memang ada beberapa yang
mempunyai hobby bersepeda, diantaranya Budi Sucahyo, Ustam Cholig, Rudi
Priyanto dan Puguh Prasetyo. Semua ini asli Arema (Arek Malang).
Setiap minggu sekali, mereka terbiasa training (latihan)
bersepeda onthel dengan rute Malang-Blitar (80 km) PP, atau Malang-Surabaya
(hampir 90 km) PP. Kadang mereka juga menempuh rute lebih jauh mutar hingga
Kediri atau Mojokerto PP. Jadi mereka sudah terbiasa.
Sedangkan aku, bersepeda cuma seminggu sekali. Itupun
rutenya hanya kota-kota, yakni dari kost-kostan ke SNAKMA 7 kilometer (PP).
Makanya ketika teman-temanku tadi menantang aku menaiki sendiri sepeda dari
Malang ke Banyuwangi yang berjarak sekitar 300 kilometer, aku merasa tidak akan
sanggup. “Kayaknya sesuatu yang tidak mungkin,”gumamku dalam hati.
Siang itu, aku juga ketemu dengan Puguh. Juga teman dalam
berlatih seni bela diri Kyuki Shinkai. Dia adalah figur yang memiliki jiwa
pemimpin, tenang dan kebapakan serta bijak dalam bersikap. “Ya.. nek awakmu
gelem..enko pasti dibarengi arek-arek.... Lagian iki arek-arek ana rencana bar
teko Banyuwangi kepingin terus nang Bali (Ya..kalau kamu mau ..nanti
ditemani bersama-sama...Lagian ini teman-teman juga ada rencana dari Banyuwangi
ingin terus ke Bali).”
Lama-lama aku terpengaruh juga. “Okey silakan dipikirkan.
Besok atau lusa kita ketemu dan bahas lagi di sini (sekolah),” katanya.
Semalam aku berpikir keras, bagaimana ya ..mampu ngak
ya...Siangnya ketika aku ketemu teman-temanku, mereka mendorongku dengan penuh
semangat. “Tenan iki…yakinlah kamu bisa. Sepedamu (fongers) paling ringan
dibanding sepeda punya teman2,” kata Rudy.
Memang iya, sepeda temanku ada yang jengky Phoenix, sepeda
unto (kalo tidak salah merek Hartog). Melihat teman-teman sangat serius dan
gigih meyakinkan aku, akhirnya aku putuskan “…Okey aku ikut bersama kalian naik
sepeda, dengan catatan nek kok tinggal ya.. aku naik truk.”
Dan pada hari itu, akhirnya disepakati yang ikut Puguh
Prasetyo, Budi Sucahyo dan Rudy Priyanto. Sayangnya Ustam Cholig batal ikut.
Terus membahas perlengkapan yang dibawa, kapan berangkat, jam berapa...
Aku lupa hari apa berangkatnya. Aku hanya ingat, malam itu
tidur di rumah salah satu teman (lupa..maklum 44 tahun silam), terus berangkat
menjelang subuh sekitar Pukul 03.30 WIB). Persis sampai di pertigaan Blimbing
pas adzan subuh. (Bersambung)
(Penulis: Bambang Sutejo, mantan Wartawan Bisnis Indonesia
asal Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi. Sekarang tinggal di Kota
Malang)