Senior Supervisor Industrial Relationship di PT Bumi Suksesindo, Septian Pamungkas. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Di tengah gejolak dunia industri yang sering diwarnai tarik-menarik kepentingan antara perusahaan dan pekerja, Septian Pamungkas hadir bagaikan jembatan penghubung.
Menduduki jabatan sebagai Senior Supervisor Industrial Relationship di PT Bumi Suksesindo (BSI) sejak 1 Juli 2022, Septian jadi penyambung dua kutub yang kerap kali benturan dalam dunia industri.
"Bukan tugas mudah, karena perusahaan didirikan tentu
ingin mendapatkan profit sebesar-besarnya. Di sisi lain pekerja mendambakan
kesejahteraan yang layak," ujar pria kelahiran Porolinggo, Banyuwangi,
pada 1989 silam ini.
Septian mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan perusahaan
kepada karyawan melalui perwakilan serikat pekerja. Dia juga mengontrol
perilaku karyawan, termasuk pendisiplinan ketika ada penyimpangan.
“Saya juga menerima laporan-laporan ketika ada karyawan
yang merasa diperlakukan diskriminatif oleh jajaran pimpinan perusahaan,” kata
Septian, Jumat (24/5/2024).
Septian yang berlatar belakang advokat ini memilih setia
pada mazhab normatif. Dia akan berdiri tegak di atas ketentuan regulasi
normatif.
“Sepanjang itu sesuai koridor yang ada dan berlaku serta
tidak menyalahi aturan normatif, maka saya mendukung,” ucapnya.
Perannya sebagai perantara tak jarang membuatnya
disalahpahami. "Pernah saya jadi musuh nomor satu serikat pekerja,"
kenangnya sambil tersenyum.
Namun, Septian tak gentar. Ia terus membangun komunikasi
dengan para pekerja, memahami karakter dan latar belakang mereka.
Karena tak sedikit pekerja yang kritis terhadap
kebijakan-kebijakan perusahaan, terutama di era berlakunya Undang-Undang Cipta
Kerja yang sering dinilai merugikan pekerja.
“Saya meyakinkan ke teman-teman bahwa saya orang yang
normatif. Jika ada yang bertentangan dengan undang-undang, saya akan bersuara.
Tapi sejauh ini PT BSI tidak punya dosa normatif. PT BSI taat dengan
aturan-aturan pemerintah,” tegasnya.
Sebagai warga lokal, Septian memahami perasaan para pekerja
di PT BSI yang didominasi warga setempat. Iapun berbaur dengan para pekerja,
mulai dari berinteraksi hingga mengikuti aktivitas yang disukai mereka.
“Dari situ, karena mereka sudah mulai merasa nyaman,
komunikasi terbentuk, tumbuh kepercayaan, dan akhirnya bisa dikatakan
harmonisasi tercipta,” tuturnya.
Proses yang panjang ini dilalui oleh Septian dengan sabar.
Upayanya berbuah manis. Ia bisa diterima bahkan sampai menjalin persahabatan
tanpa ada prasangka.
Sejauh ini relatif tidak ada konflik tajam antara
perusahaan dengan pekerja. Bahkan perjanjian kerja bersama yang disebut Septian
sebagai konstitusi di BSI bisa ditandatangani dan dijalankan dengan kepatuhan
tinggi meskipun alot dalam perundingannya. “Memanusiakan para pekerja adalah
keniscayaan,” kata dia. (red)