Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil se-Banyuwangi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id –
Siapa warga Banyuwangi yang tidak kenal nama Abdullah Azwar Anas. Dia adalah
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).
Sebelum didapuk menteri oleh Presiden Jokowi, dia adalah Bupati Banyuwangi dua
periode dengan rentang waktu 2010-2020.
Sepakterjang dan kiprahnya
sangat jelas. Berkat kinerjanya, Banyuwangi dikenal luas. Tidak bisa
dipungkiri, bahwa kebijakan dan terobosannya bisa mengangkat citra Banyuwangi.
Sebagai warga Banyuwangi, dimanapun berada selalu percaya diri karena memiliki
tokoh selevel menteri.
Kini, sang menteri harus
menghadapi situasi politik dengan segala dinamikanya. Betapa tidak, istrinya
Ipuk Fiestiandani, bupati saat ini kembali menghadapi pertarungan politik tensi
tinggi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digeber tanggal 27 November
nanti.
Sang menteri tampaknya paham
betul tentang dinamika politik Banyuwangi. Nah, pada momen pilkada tahun ini,
tokoh-tokoh sentral yang sempat berseberangan dengan sang menteri kini akhirnya
bisa diajak bersama lagi. Sebagai contoh, Michael Edy Hariyanto, ketua Partai
Demokrat Banyuwangi. Saat ini, bos Alam Indah Lestari (AIL) Rogojampi itu
benar-benar tancap gas dan terus memanaskan mesin politik dalam upaya
memenangkan pasangan calon bupati-wakil bupati, Ipuk Fiestiandani – Mujiono
(IMUN)
Padahal jika mengacu pada
periode lalu, Michael menjadi garda terdepan untuk pasangan calon Yusuf
Widyatmoko – KH. Riza Azizy. Hasilnya, Michael yang menjadi “jenderal perang”
Partai Demokrat bersama koalisi PKB dan Golkar hanya kalah tipis sekitar 40
ribuan suara atas pasangan Ipuk Fiestiandani – H. Sugirah.
Data dan fakta itu tampaknya
menjadi salah satu pemikiran sang menteri bagaimana beratnya melawan koalisi
PKB, Golkar dan Demokrat di Pilkada Banyuwangi. Kini, sang menteri pada
akhirnya sanggup menyelaraskan hubungan politik dan merangkul Partai Demokrat
dan malah bertambah Golkar bergabung di dalamnya. Bukan hanya itu, ketua tim pemenangan
koalisi jumbo mengusung Ipuk – Mujiono adalah Ruliyono yang notabene Ketua
Golkar.
Andai saja Mahkamah
Konstitusi tidak memutus ambang batas minimal pencalonan kepala daerah/wakil
kepala daerah 6,5 persen oleh partai politik, maka Pilkada Banyuwangi bisa
terjadi sang petahana lawan bumbung kosong, karena hanya sisa PKB tidak cukup
mengusung paslon. Kini, PKB akhirnya mengusung paslon atas nama KH. Moh. Ali
Makki Zaini – Ali Ruchi sebagai penantang sang petahana.
Jika dikalkulasi, kemenangan
bagi pasangan IMUN agregat lebih baik melihat komposisi daftar parpol sebagai
pengusung. Sebab, perolehan gabungan suara parpol pengusung dan pendukung IMUN
telah mencapai 80 persen lebih. Tetapi, ini hitung-hitungan di atas kertas
sesuai dengan capaian partai politik.
Meski demikian, keputusan
ada di tangan rakyat. Rakyat yang menentukan siapa calon pemimpin yang akan
dipilih. Ini juga bagian tugas parpol memberikan edukasi dan gencar sosialisasi
hingga ke arus bawah. Termasuk bagaimana menyampaikan segala program-programnya
dan tentunya bisa bermanfaat untuk rakyat.
Memang, selama ini, fenomena
paslon yang diusung parpol dengan skala besar, baik di pilkada maupun Pilpres
kerap kali memenangkan hasil positif di bilik suara. Sebagai contoh, Pilkada
Banyuwangi 2005 yang dimenangkan oleh Ratna Ani Lestari. Saat itu, meski
didukung partai non parlemen, tapi jumlah partai pengusung cukup melimpah yaitu
18 Parpol.
Pada pilkada 2010, duet Anas
– Yusuf menang dan berlanjut ke Pilkada 2015 yang sukses dengan kemenangan
meyakinkan. Pada 2020, data menyebutkan bahwa parpol pengusung dengan jumlah
paling banyak juga masih berakhir happy ending.
Nah, pada Pilkada 2024 ini,
Pasangan IMUN dinilai bisa menapakkan kaki lebih dulu jika dibandingkan sang
rival dengan jargon Ali-Ali. Jika rumus tersebut masih berlanjut, maka potensi
kemenangan ada di pihak duet IMUN.
Jika IMUN melenggang mulus,
maka kinerja program-program untuk kesejahteraan Rakyat Banyuwangi harus lebih
ditingkatkan. Mengingat, andai menang, Sang petahana sudah tidak bisa kembali
mencalonkan diri pada pada Pilkada 2029 mendatang karena terpilih dua periode.
Andai kalah, Ipuk masih memiliki kans maju karena skor masih 1-1. Karena Gus
Makki, pada Pilkada 2020 lalu berada di barisan Yusuf-Riza.
Maka, apakah pilkada tahun
ini skor 2-0 untuk sang menteri sebagai jenderal perang sang istri melawan Gus
Makki, atau justru Gus Makki yang kali ini sebagai “pemain” bisa menyamakan
kedudukan 1-1 atas sang menteri? Patut dinanti!
(Penulis: Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil
se-Banyuwangi)