Skuad Persawangi berlatih tendangan dan merebut bola di Taman Blambangan, Banyuwangi. (Foto: Fattahur)
KabarBanyuwangi.co.id - Keterbatasan fisik tak menghalangi para penyandang disabilitas di Banyuwangi untuk berolahraga. Bahkan mereka semangat meningkatkan kemampuan bermain sepak bola.
Para pemain seluruhnya difabel akibat kehilangan anggota badan. Mereka tergabung dalam Persatuan Sepak bola Amputasi Banyuwangi atau Persawangi.
Hampir setiap sore, skuad Persawangi berlatih di Taman
Blambangan. Kebanyakan dari mereka bermain bola dengan menggunakan tongkat dan
menjalani latihan layaknya atlet dari kelompok non-disabilitas.
Ketua Persatuan Sepak Bola Amputasi Indonesia, (PSAI)
Banyuwangi, Temon mengatakan, Banyuwangi sudah diakui oleh Indonesia Amputte
Football (INAF).
"Bahkan kami sudah menjadi bagian daril Wolrd
Amputee Football Federation sejak tahun 2020," kata Temon, Minggu
(2/4/2023).
Tim Banyuwangi juga sempat berlaga di turnamen Trofeo
Jember, namun tersingkir karena keterbatasan jumlah pemain.
"Saat itu baru 3 hari latihan langsung main, dan
tidak ada pemain pengganti. Sehingga gugur," kata Temon.
Alatnya pun ala kadarnya. Seharusnya pakai tongkat sport,
atlet Banyuwangi justru pakai tongkat medis, mudah patah saat terkena bola.
"Lawan kita pakai tongkat sport yang harganya
sekitar Rp 2,5 juta. Kita pakai tongkat medis harganya Rp 90 ribu. Kena bola
patah," kata dia.
Temon menyebut, Persawangi sebenarnya sudah berdiri sejak
beberapa tahun lalu, namun sempat vacum. Tahun ini, tim kembali diaktifkan.
Pemain-pemain lama dikumpulkan dan kembali diajak latihan. Kini personel yang
sudah terkumpul sebanyak 13 pemain, disokong oleh 2 orang manajemen.
Manajer Tim Persawangi, Indah Tukiman mengatakan, banyak
warna saat menjalankan Persawangi. Kendalanya juga banyak. Misalnya membangun
kekompakan tim. "Untuk membangun kekompakan jelas perlu effort," ujar
Indah.
Selain itu, kata Indah, membangun kebersamaan dan
kepercayaan antar pemain juga menjadi bagian penting di tim ini. Karena
penyebab mereka kehilangan anggota tubuh ini berbeda-beda. Ada yang dari lahir
dan ada yang karena kecelakaan.
"Sirkel ini untuk menumbuhkan percaya diri dan
menegaskan bahwa dengan kondisi yang saat ini masih bisa berkarya. Bahkan juga
masih bisa menjadi atlet," bebernya.
Salah satu atlet, Nanang (25) mengaku jika dirinya kini
giat berlatih dan terus mengasah kemampuannya tiga kali dalam seminggu.
"Saya rutin melatih kekuatan lengan dan bahu serta
akurasi tendangan di pesisir pantai. Saya yakin dan optimis, sehingga saya
berlatih keras," ujar pria asal Kecamatan Muncar ini. (fat)