Roh leluhur mulai rasuki sejumlah warga sejak pagi. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – Tepat satu minggu awal bulan suro, sejumlah warga Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi terus menerus dirasuki roh leluhurnya.
Mereka mendadak kerasukan seperti kerbau mendatangi rumah sesepuh hingga tokoh desa setempat guna memastikan tradisi warisan nenek moyang yang selalu digelar pada setiap tahun, tetap terlaksana.
Setelah sebelumnya viral video dua warga kesurupan mendatangi
kediaman Kepala Desa (Kades) Aliyan, Anton Sujarwo, Jum’at (13/8/2021) pagi,
terdapat empat warga lagi yang kembali kerasukan roh leluhur pada malam
harinya.
“Tadi pagi saat saya masih tidur, tiba-tiba dibangunkan
oleh para warga. Mereka mendampingi dua warga yang telah dirasuki roh leluhur.
Malam ini, juga ada yang lapor ke saya kalau di Dusun Sukodono ada sejumlah
warga yang dirasuki saat mereka kumpulan,” ungkap Anton kepada
KabarBanyuwangi.co.id, Jum’at (13/8/2021) malam.
Anton yang juga Ketua Asosiasi Kepala Desa (Askab)
Banyuwangi, mengaku tak kaget lantaran hal serupa sudah sering terjadi dan
dipastikan akan terus terjadi di awal bulan suro ini. “Intinya nenek moyang
kami ini meminta untuk selametan desa segera dilaksanakan,” jelasnya.
Kades Aliyan, Anton Sujarwo. (Foto: Firman)
Dengan adanya kejadian tersebut, Anton bersama para sesepuh
dan tokoh desa langsung melaksanakan kumpulan untuk membahas Tradisi Keboan
atau selametan desa ini secara musyawarah.
Dikarenakan masih masa pandemi, mereka mengaku serba repot.
Selain untuk mensyukuri hasil panen, jika tradisi ini tidak dilaksanakan,
mereka khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan.
“Sudah kami pertimbangkan, Insyaallah selametan bersih desa
ini akan tetap dilaksanakan secara sederhana pada Minggu (15/8/2021) besok.
Tentu pelaksanaannya dengan prokes ketat dan berbeda seperti tahun-tahun
sebelumnya,” ujar Anton.
Suyitno, selaku pawang Keboan mengatakan, sebenarnya
terdapat leluhur yang meminta Tradisi Keboan pada masa pandemi ini tetap
dilaksanakan secara besar-besaran. Namun, ada juga yang memahami agar dilaksanakan
secara sederhana.
“Mbah buyut kami ini memang berbeda-beda. Bahkan di
masing-masing dusun, kami tidak berani menggabungkan jadi satu, karena
ditakutkan ada perselisihan,” kata Suyitno.
Pawang berusaha menyadarkan warga yang kerasukan di malam hari. (Foto: Firman)
Suyitno menambahkan, leluhur yang diyakini keturunan Buyut
Wongso Kenongo tersebut terus berdatangan karena ingin berbicara dan menanyakan
tentang selametan desa.
“Biasanya kalau sudah selesai berbicara dan menyampaikan pesan,
mereka langsung mau untuk keluar dari raga warga yang secara garis keturunan
sering kerasukan. Tapi ya ada juga yang meronta-ronta, bahkan ada satu warga
yang bisa dirasuki lebih dari satu roh leluhur,” tambahnya.
Menurut pengakuan salah seorang pelaku Keboan, Basrin yang
sudah puluhan tahun sering kerasukan menjelaskan, sebelum tidak sadarkan diri,
ia sempat merasa pusing, kepalanya seperti berputar lalu tiba-tiba terjatuh.
“Ketika kerasukan, saya tidak merasakan apa-apa. Tau-tau
saya bangun dan seluruh badan saya terasa sakit,” ungkapnya.
Diketahui, jika kerasukan roh leluhur, para warga
bertingkah aneh layaknya kerbau. Dalam kondisi tak sadarkan diri, mereka mencari
kubangan yang digenangi air berlumpur atau di sawah. (man)