Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil se-Banyuwangi bersama Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. (Foto: Istimewa)
KabarBanyuwangi.co.id – wangi 2024 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Banyuwangi berpotensi ditinggal sendiri dalam pertarungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banyuwangi tahun ini. Itu berlaku jika koalisi partai politik (Parpol) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) saat Pemilihan Presiden (Pilpres) diberlakukan di daerah.
Fenomena ini bisa menjadi ancaman serius bagi sang petahana, Ipuk Fiestiandani, Bupati Banyuwangi saat ini. Mengingat, istri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas ini adalah kader PDI-P.
Peralihan kekuasaan di level pusat harus menjadi pertimbangan. Sebab, bagaimanapun juga rekomendasi calon bupati dan wakil bupati yang memiliki kewenangan penuh adalah Dewan Pengurus Pusat (DPP) yang berpusat di Jakarta.
Sebagaimana diketahui bersama, KIM adalah koalisi parpol yang mengantarkan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yakni Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, dan PBB.
Sementara, pasca Pilpres, Gerindra telah menjalin komunikasi dengan PKB dan Nasdem. Artinya, hingga saat ini, Prabowo selaku ketua umum Gerindra malah belum bertemu dengan Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDI-P.
Tampaknya, PDI-P bakal mengambil sikap oposisi bersama dengan PKS di era pemerintahan Prabowo sebagai presiden. Kalau situasi ini mengekor ke level daerah, bisa jadi PDI-P menjadi common enemy (musuh bersama).
Apalagi, PDIP di Kota Gandrung malah sendirian. Sebab, PKS yang sebelumnya masuk partai parlemen kini harus hilang gara-gara tidak mendapatkan kursi dalam pemilihan legislatif kemarin.
Untungnya, PDI-P bisa mengantarkan calon pasangan bupati-wakil bupati karena sukses mencapai ambang batas minimal 10 kursi, PDIP sukses meraih 11 kursi dalam Pileg kemarin.
MenpanRB, Abdullah Azwar Anas juga dituntut sat-set. Dia harus bisa memberikan pengaruh bagi pengurus elit parpol di pusat. Mengingat, dia cukup leluasa menjalin komunikasi dengan petinggi parpol lain.
Sebagai seorang menteri, komunikasinya bisa lebih mudah bersama sesama menteri yang notabene ketua Parpol. Misalnya, Airlangga Hartarto Ketum Golkar dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Ketum Demokrat yang sama sama menjabat sebagai menteri kabinet Joko Widodo.
Jika tidak, maka istrinya, Ipuk Fiestiandani berpotensi terbelenggu. Jika tidak mampu meyakinkan elite parpol, maka sang incumbent, Ipuk Fiestiandani bakal berpotensi menuai hasil buruk dan kalah di Pilkada jika nekat maju sebagai calon bupati.
Rumusnya, Gerindra, Demokrat, Golkar, Nasdem, plus PKB bersatu dan bergabung dalam wadah koalisi besar di Banyuwangi. Koalisi besar ini bisa melenggang dan menang.
Harus diingat, Pilkada serentak se Indonesia akan digeber tanggal 27 November tahun ini. Secara garis besar, Jawa timur masih merupakan basis suara PKB dan PDI-P. Sebab, PKB di Jatim menguasai medan dan sanggup mengunci gelar juara di Pileg dan mengalahkan PDI-P dalam perolehan kursi DPRD Jatim tahun ini.
Gubernur Jatim incumbent, Khofifah Indar Parawansa saat ini telah diusung oleh tiga Parpol besar, yaitu Gerindra, Demokrat dan PAN untuk maju periode kedua Pilkada tahun ini. Terbaru, ketua PP Muslimat NU itu juga mendapat rekomendasi dari PPP.
Sementara itu, PDI-P dan PKB malah bakal mengusung paslon sendiri. Potensinya, di Jatim akan muncul tiga Paslon. KH. Marzuki Mustamar menjadi kandidat sebagai calon Gubernur Jatim dari PKB, sementara PDI-P muncul Risma Tri Rismaharini sebagai Cagub Jatim yang saat ini menjabat sebagai Menteri Sosial.
Khusus di Banyuwangi, Gerindra tidak cukup modal untuk menawarkan figur sebagai calon bupati. Sebab, perolehan kursinya cukup minim yaitu hanya 6 kursi. Maka, yang paling wajar dan realistis adalah PKB yang notabene peringkat kedua setelah PDI-P, yaitu mengantongi 9 kursi mengisi poros baru di Pilkada.
H. Moh Ali Makki Zaini adalah pemegang mandat sebagai bakal calon bupati Banyuwangi dari DPP PKB. Gus Makki, sebutan akrabnya, juga dituntut bisa meyakinkan parpol lain bergabung bersama PKB. Misalnya, Michael Edy Hariyanto ketua Demokrat Banyuwangi bisa klik dalam proposal sebagai calon wakil bupati.
Paslon Bupati-Wakil Bupati, Gus Makki-Michael juga perlu meyakinkan Nasdem, Gerindra dan Golkar masuk dalam koalisi besar. Bisa saja, Gus Makki menyerahkan kepada KH. Ahmad Munib Syafaat atau Gus Munib maju sebagai calon bupati dari PKB. Sebab, sebelumnya Michael sangat klik dan berharap Gus Munib mendapatkan rekomendasi dari PKB.
Lantas bagaimana dengan Sumail Abdullah? Kans ketua DPC Gerindra ini kini diambang persimpangan jalan. Mengingat, dia adalah caleg terpilih DPR RI. Ketentuan dari KPU, anggota DPR terpilih, seperti Sumail harus mengundurkan diri jika memilih maju sebagai calon bupati.
Tentu, ini menjadi
pertimbangan serius bagi Sumail. Walaupun, dia didukung total oleh jajaran
pengurusnya untuk maju sebagai kontestan Pilkada.
Golkar dan Nasdem tentu harus taat terhadap keputusan DPP. Misalnya, Nasdem harus mengambil sikap mengenai dukungan paslon di arena pilkada. Sebab, selama ini, Nasdem sangat jitu dalam menjatuhkan pilihan.
Sementara, Golkar perlu hati-hati. Jangan sampai, Pilkada 2020 Golkar berlabuh mendukung Paslon yang justru menuai kekalahan saat mengusung Yusuf Widyatmoko-KH Riza Aziziy. Skema besar bahwa Pilkada Banyuwangi tahun ini penuh misteri.
Jika PKB betul betul ingin melawan penguasa dinasti di tubuh PDI-P, maka harus meyakinkan seluruh parpol diajak koalisi. PKB juga bisa menentukan pilihan, apakah menjatuhkan pilihan kepada Gus Makki atau Gus Munib sebagai bakal calon bupati yang bisa diterima oleh parpol koalisi. Ini layak dinanti!
(Penulis: Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil se-Banyuwangi)